Jakarta, baliilu.com
– Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah meminta
agar kasus klaster baru Covid-19 Pusat Pendidikan Sekolah Calon Perwira
(Secapa) TNI Angkatan Darat Bandung, Jawa Barat, dapat dijadikan pembelajaran,
sehingga tidak terjadi hal serupa di kemudian hari.
Sebagaimana informasi sebelumnya, sebanyak 1.262 orang yang
terdiri dari pelatih dan peserta Secapa TNI AD dinyatakan positif Covid-19
berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi sejak tanggal 29 Juni 2020
berturut-turut hingga 9 Juli 2020.
Dari angka tersebut, ada 17 orang yang telah dirawat dan
diisolasi di Rumah Sakit (RS) Dustira Cimahi dengan keluhan ringan seperti
demam, batuk dan sedikit sesak nafas.
Adapun beberapa hal yang harus dijadikan catatan ialah mulai
dari pentingnya menerapkan jaga jarak dan menghindari adanya kerumunan. Sebab,
jarak menjadi faktor yang dapat memicu terjadinya penularan apabila tidak
disesuaikan dengan ketentuan protokol kesehatan dari Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO).
“Pertama, ketika ada orang banyak, berkumpul dalam satu
tempat dan waktu yang sama, terlebih dengan sirkulasi udara yang tidak
diketahui baik atau tidak, ini yang akan mempengaruhi laju penularan,”
ujar Dewi dalam dialog di Media Center Gugus Tugas Nasional (15/7-2020).
Dewi yang juga merupakan ahli epidemiologi menjelaskan jika
satu orang terinfeksi dalam kondisi tersebut, penyebaran virus SARS-CoV-2 akan
terjadi dengan sangat cepat.
Dalam hal ini, seluruh kegiatan yang melibatkan banyak orang
berkumpul seperti asrama, boarding school
dan pesantren juga memiliki potensi penularan yang mirip dengan apa yang
terjadi di Secapa.
Selanjutnya, Dewi menjelaskan daya tahan tubuh yang baik
menjadi hal yang penting untuk mencegah penularan Covid-19.
“Kedua, daya tahan tubuh ini berperan penting bagi kita
jika ingin melawan Covid-19. Hasil pemeriksaan menunjukan dari 1.262 orang yang
positif, hanya 17 orang yang dirawat dengan gejala ringan dan lainnya masuk
dalam kategori Orang Tanpa Gejala (OTG). Hal ini juga menunjukkan daya tahan
tubuh yang dimiliki oleh peserta didik dan pelatih yang ada di Secapa membantu
mereka dari infeksi virus sehingga tidak ada keluhan berat,” lanjutnya.
Adapun pelajaran lain yang bisa dipetik dari kasus Secapa AD
Bandung menurut Dewi adalah potensi penularan dari orang yang tidak bergejala.
“Ketiga, potensi orang yang tidak bergejala sangat
tinggi untuk menularkan Covid-19. Terlebih bagi yang masuk dalam kategori OTG
ini tidak menyadari dirinya sudah terinfeksi,” ungkap Dewi.
Kemudian, Dewi juga menjelaskan isolasi mandiri sangat
penting untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19.
“Keempat, isolasi mandiri itu penting sekali. Meskipun
tidak ada gejala ataupun gejalanya ringan, isolasi mandiri dan perbatasan untuk
mobilitas bagi mereka yang terinfeksi itu harus sangat dibatasi. Seperti apa
yang terjadi di Secapa, mereka inisiatif untuk diperiksa dan ketika hasilnya
sekian yang positif, langsung semuanya dikarantina sehingga dapat mencegah
penularan Covid-19 ke luar dari klaster tersebut,” jelasnya.
Isolasi Mandiri dan
Kedisiplinan Penerapan Protokol Kesehatan pada Titik Kritis
Selain Jawa Barat, provinsi lainnya yang memiliki jumlah
kasus tertinggi adalah Jawa Timur. Berdasarkan analisis data klaster oleh Tim
Pakar Gugus Tugas Nasional per tanggal 7 Juli 2020, terdapat 141 klaster dengan
2.004 kasus di Jawa Timur.
Dewi mengungkapkan kasus terbanyak di Jawa Timur berasal
dari transmisi lokal dengan jumlah kasus positif secara tiba-tiba namun tidak
ada riwayat bepergian. Dewi kembali menegaskan isolasi mandiri menjadi hal yang
sangat penting untuk dilakukan.
“Sekali lagi, isolasi mandiri itu penting. Ketika sudah
pernah ada kontak dengan orang yang positif harus dipastikan isolasi mandirinya
berjalan dengan disiplin dan ketat,” tegasnya.
Tidak hanya asrama, klaster lain yang harus menjadi
perhatian dan diwaspadai adalah pasar. Dewi menjelaskan meskipun kasusnya lebih
rendah dibandingkan dengan klaster transmisi lokal, pasar memiliki potensi yang
tinggi menjadi tempat penularan Covid-19.
“Pasar ini adalah potensi luar biasa. Potensi
berkerumunnya lebih tinggi, berdesakan dengan orang lain dan sirkulasi udaranya
tidak baik,” ujar Dewi.
Terakhir, Dewi mengingatkan penerapan protokol kesehatan
sangat penting dengan tetap memperhatikan titik-titik kritis yang kadang masih
sering terlupakan oleh masyarakat guna menekan potensi penularan Covid-19 dan
mencegah lonjakan kasus positif yang tinggi.
“Penerapan protokol kesehatan tapi juga perhatikan
titik-titik kritis yang kita kadang lupa. Misalnya ketika makan harus membuka
masker, maka usahakan makan dengan tetap menjaga jarak dan jangan berinteraksi
karena dapat menjadi ruang perpindahan droplet. Jika menggunakan transportasi
umum harus pastikan ketika sudah sampai harus mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer serta pastikan untuk jaga
jarak karena bisa saja terinfeksi atau tertularnya saat perjalanan,”
tutupnya. (*/gs)