Denpasar, baliilu.com – Program inventarisasi kesenian yang digencarkan Dinas Kebudayaan Kota Denpasar pada bulan Januari lalu telah selesai. Dimana, sebanyak 378 kesenian yang tergolong tua, klasik dan sakral turut terdaftar. Selanjutnya, untuk menghindari adanya kesenian yang luput dari pendataan, data yang telah terkumpul akan divalidasi bersama perbekel dan lurah.
Kabid Kesenian Dinas Kebudayaan Kota Denpasar Dwi Wahyuning Kristiansanti saat dikonfirmasi Minggu (7/2) menjelaskan kegiatan yang dikemas dalam program Inventarisasi Kesenian di Kota Denpasar pelaksanaannya telah usai pada 31 Januari lalu. Dimana, untuk saat ini tahapannya akan dilanjutkan dengan validasi serta pendataan lanjutan bagi kesenian yang tercecer.
âSekarang kita akan lakukan validasi serta pengecekan lanjutan siapa tahu ada kesenian yang luput dari pemantauan perbekel/lurah, sehingga bisa didaftarkan,â jelasnya.
Wiwin menjelaskan kegiatan ini merupakan sebuah upaya untuk menciptakan database untuk mendukung pelestarian, perlindungan, pengembangan, pemanfaatan serta pembinaan seni di Kota Denpasar. Adapun sebanyak empat cabang seni yang menjadi prioritas, mulai dari seni tari, seni karawitan, seni rupa dan seni theater.
Lebih lanjut dijelaskan pada prinsipnya sekaa, sanggar, banjar, pura, pemaksan dan komunitas seni bisa didaftarkan. Namun, dalam pelaksanaannya aktivitasnya wajib melaksanakan pembinaan kesenian tua atau yang bersifat mengkhusus.
âSekaa, sanggar atau komunitas bisa masuk asalkan ada kesenian khusus, namun jika sanggar itu hanya melakukan pembelajaran tari dan tabuh secara umum tidak bisa masuk, sedangkan jika sanggar itu melakukan pelatihan atau pembinaan Seni Gambuh atau Arja itu bisa, dan khusus sanggar kita sudah ada databasenya sendiri,â ujar Wiwin sapaan akrabnya.
Wiwin menjelaskan kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pelestarian, perlindungan, pengembangan, pemanfaatan serta pembinaan seni di Kota Denpasar. Sehingga nantinya dapat ditarik kesimpulan seberapa besar kesenian Kota Denpasar yang masih aktif, kurang aktif atau pun yang sangat urgent untuk dilaksanakan penyelamatan.
âJadi dengan inventarisasi kesenian ini data yang kita peroleh memang data valid sesuai dengan apa yang ada di lapangan, sehingga dapat diputuskan apakah diperlukan pendampingan, pembinaan atau rekonstruksi,â kata Wiwin.
Wiwin berharap, dengan potret data ini Pemerintah Kota Denpasar dapat memiliki peta data yang baik. Selain itu, dengan data ini diharapkan kesenian-kesenian yang tidak berkembang dapat dilakukan rekonstruksi kembali baik secara mandiri melalui kegiatan di dinas kebudayaan ataupun dengan melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga tinggi, komunitas atau pun kelompok kesenian lainnya yang ada di Kota Denpasar maupun di Provinsi Bali. Dan untuk yang sedang berkembang tetap bisa dilakukan pemantauan.
âKarenanya dinas kebudayaan tidak dapat melakukan hal ini sendiri, kami membutuhkan kerjasama yang baik terutama dengan pemilik wilayah kesenian itu sendiri, saat ini kami melakukan koordinasi dengan seluruh kelurahan dan desa se-Kota Denpasar dan kami berharap para lurah dan perbekel dapat menjadi tim work untuk kegiatan ini,â harapnya. (ags/eka)