Friday, 17 January 2025
Connect with us
https://www.baliviralnews.com/wp-content/uploads/2022/06/stikom-juni-25-2022.jpg

BUDAYA

SKB PHDI dan MDA Bali Terbit, Batasi Pengembanan Ajaran ‘Sampradaya’ Non-‘Dresta’ Bali di Bali

BALIILU Tayang

:

de
Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana yang didampingi Bandesa Agung MDA Provinsi Bali Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet, saat konferensi pers sosialisasi SKB PHDI dan MDA Bali, Rabu (16/12) di Kantor MDA Bali Denpasar.

Denpasar, baliilu.com – Adanya sebagian sampradaya  non-dresta Bali di Bali dalam pengembanan ajarannya selama ini telah  menimbulkan keresahan dan protes dari masyarakat sehingga sangat mengganggu kerukunan, kedamaian, dan ketertiban kehidupan beragama Hindu di Bali yang telah terbangun selama berabad-abad berdasarkan adat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal dresta Bali, maka Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali menerbitkan Surat Keputusan Bersama  Nomor: 106/PHDI-Bali/XII/2020 dan Nomor: 07/SK/MDA-Prov Bali/XII/2020.

Hal itu dikatakan Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana yang didampingi Bandesa Agung MDA Provinsi Bali Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet, saat konferensi pers sosialisasi SKB PHDI dan MDA Bali, Rabu (16/12) di Kantor MDA Bali Denpasar.

‘’Dalam menjaga kerukunan, kedamaian, dan ketertiban kehidupan beragama Hindu serta pelaksanaan kegiatan pengembanan ajaran sampradaya non-dresta Bali di Bali perlu diatur pembatasan kegiatan pengembanan ajaran sampradaya non-dresta Bali di Bali melalui Surat Keputusan Bersama PHDI dan MDA Provinsi Bali,’’ ujar Ngurah Sudiana.

Keputusan Bersama PHDI dan MDA Bali tentang Pembatasan Kegiatan Pengembanan Ajaran Sampradaya Non-Dresta Bali di Bali yang mulai berlaku pada tanggal ditetapkan Rabu, 16 Desember 2020 ini, ungkap Ngurah Sudiana, menetapkan pertama: Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali secara bersama-sama melindungi setiap usaha penduduk menghayati dan mengamalkan ajaran agama dan kepercayaannya, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan serta tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum.

Kedua: sampradaya non-dresta Bali merupakan organisasi dan/atau perkumpulan yang mengemban paham, ajaran, dan praktek ritual yang tata pelaksanaannya tidak sesuai dengan adat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal dresta Bali.

Baca Juga  Rayakan HUT BKFK Ke-61 dengan Semangat Berbagi

Ketiga: untuk menjaga kerukunan, kedamaian, dan ketertiban kehidupan beragama Hindu serta pelaksanaan kegiatan pengembanan ajaran sampradaya non-dresta Bali, maka menugaskan kepada

Parisada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan Desa/Kelurahan se-Bali untuk secara bersama-sama: melarang sampradaya non-dresta Bali di Bali menggunakan pura dan wewidangan-nya, tempat-tempat umum/fasilitas publik, seperti jalan, pantai, dan lapangan untuk melaksanakan kegiatannya; melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap keberadaan sampradaya non-dresta Bali di Bali dalam pengembanan ajarannya; melakukan koordinasi dengan Majelis Desa Adat sesuai tingkatan dan Prajuru Desa Adat dalam mengawasi, memantau, dan mengevaluasi keberadaan sampradaya non-dresta Bali di Bali; dan melaporkan hasil kegiatan pelarangan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap keberadaan sampradaya non-dresta Bali di Bali kepada Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali, dengan tembusan kepada Majelis Desa Adat Provinsi Bali.

Majelis Desa Adat Kabupaten/Kota dan Kecamatan beserta Prajuru Desa Adat se-Bali untuk secara bersama-sama melaksanakan: penjagaan kesakralan dan kesucian pura yang ada di wewidangan Desa Adat, meliputi Pura Kahyangan Banjar, Pura Kahyangan Desa, Pura Sad Kahyangan, Pura Dhang Kahyangan, serta Pura Kahyangan Jagat lainnya, pelarangan kegiatan ritual sampradaya non-dresta Bali di wewidangan Desa Adat yang bertentangan dengan Sukerta Tata Parahyangan, Awig-awig, Pararem, dan/atau Dresta Desa Adat masing-masing; pelarangan sampradaya non-dresta Bali di Bali melaksanakan kegiatan di Pura/Kahyangan yang ada di wewidangan Desa Adat dan/atau Kahyangan Tiga masing-masing Desa Adat; koordinasi dengan pangempon masing-masing Pura untuk melarang kegiatan sampradaya non-dresta Bali yang tidak sejalan dengan ajaran Hindu di Bali, apabila mereka berkeinginan dan/atau melaksanakan kegiatan di Pura/Parahyangan (Dhang Kahyangan atau Kahyangan Jagat) atau tempat suci lain yang ada di wewidangan Desa Adat yang menjadi tanggung jawab pangempon masing-masing sesuai dresta setempat; pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap sampradaya non-dresta Bali di Bali dalam pengembanan ajarannya; koordinasi dengan Parisada Hindu Dharma Indonesia sesuai tingkatan dalam mengawasi, memantau, dan mengevaluasi keberadaan sampradaya non-dresta Bali di Bali; dan melaporkan hasil kegiatan pelarangan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap sampradaya non-dresta Bali di Bali kepada Majelis Desa Adat Provinsi Bali dengan tembusan kepada Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali

Baca Juga  Selamat Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2020

Keempat: para penganut, anggota, pengurus dan/atau simpatisan sampradaya non-dresta Bali di Bali di dalam mengemban atau melaksanakan cita-cita dan kewajiban ajarannya, dilarang: melakukan penafsiran terhadap ajaran dan tatanan pelaksanaan ajaran agama Hindu di Bali; mengajak dan/atau mempengaruhi orang lain untuk mengikuti ajaran sampradaya non-dresta Bali; menyebarluaskan pernyataan-pernyataan yang mendiskreditkan pelaksanaan kegiatan keagamaan Hindu di Bali serta tidak sesuai dengan Adat, Tradisi, Seni, Budaya, dan kearifan lokal; memasukkan ajaran keyakinan sampradaya non-dresta Bali ke dalam buku agama Hindu dan buku pelajaran agama Hindu di Bali; mengajarkan dan melakukan aktivitas dalam bentuk apa pun pada lembaga-lembaga pendidikan di Bali; dan/atau melakukan kegiatan ritual yang menyerupai kegiatan keagamaan Hindu dresta Bali di Bali.

Kelima: kepada penganut, anggota, pengurus dan/atau  simpatisan  Hare Krishna/International Society Krishna Consciousness (ISKCON) beserta organisasinya di Bali sebagai bagian dari sampradaya non-dresta Bali agar sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab menaati Keputusan Bersama ini dan melaksanakan pernyataan kesanggupan yang telah dibuat dalam mewujudkan kedamaian dan ketertiban kehidupan beragama Hindu di Bali.

Keenam: penganut, anggota, pengurus, dan/atau simpatisan sampradaya non-dresta Bali beserta organisasinya di Bali yang tidak menaati Keputusan Bersama ini dan/atau menimbulkan gangguan kerukunan, kedamaian, dan ketertiban kehidupan beragama Hindu di Bali, dapat diberikan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan/atau Hukum Adat di masing-masing Desa Adat.

Ketujuh: masyarakat berkewajiban berperan aktif membantu pelaksanaan Keputusan Bersama ini dalam rangka menjaga kerukunan, kedamaian, dan ketertiban kehidupan beragama Hindu di Bali. Dan SKB ini, tegas Ngurah Sudiana,  mulai berlaku pada tanggal ditetapkan Rabu (Buda Umanis Prangbakat) 16 Desember 2020. (gs)

Baca Juga  Ciptakan Sungai yang Asri, Desa Peguyangan Kaja Rutin Laksanakan Program Kali Bersih

Advertisements
ucapan nataru
Advertisements
nataru
Advertisements
stikom
Advertisements
iklan fisioterapi
Advertisements
iklan
Advertisement
Klik untuk Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BUDAYA

Bupati Giri Prasta ‘’Mendem Pedagingan’’ di Pura Dalem Kekeran, Selanbawak, Tabanan

Published

on

By

Giri Prasta
HADIRI KARYA: Bupati Nyoman Giri Prasta disambut warga saat menghadiri Karya Melaspas dan Mecaru Rsi Gana di Pura Dalem Kekeran Manik Gunung, Desa Adat Kekeran, Selanbawak, Marga, Tabanan, Selasa (14/1). (Foto: Hms Badung)

Tabanan, baliilu.com – Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta, turut serta prosesi Mendem Pedagingan serangkaian Karya Melaspas dan Mecaru Rsi Gana di Pura Dalem Kekeran Manik Gunung, Desa Adat Kekeran, Selanbawak, Marga, Tabanan, Selasa (14/1).

Hadir pada karya tersebut Anggota DPRD Kabupaten Badung I Wayan Regep, Anggota DPRD Kabupaten Tabanan, Perbekel Selambawak I Made Merta, Bendesa Adat Kekeran I Gede Nyoman Sabar Tangkas, tokoh masyarakat serta krama Desa Adat Kekeran Selanbawak.

Upacara ini dilaksanakan untuk penyucian Pelinggih Ida Bhatara, Pura Prajapati, Balai Kulkul, Apit Surang dan Jineng yang rampung dibangun dan direnovasi dengan dukungan hibah fisik dari Pemerintah Kabupaten Badung bernilai Rp 2,2 miliar dengan pengalokasian melalui Anggaran Induk Tahun 2024.

Usai melaksanakan mendem pedagingan dan melaksanakan persembahyangan, Bupati Giri Prasta, menyampaikan bahwa dirinya hadir di tengah-tengah masyarakat Desa Adat Kekeran Manik Gunung untuk ikut ngastiti bhakti dalam pelaksanaan karya di Pura Dalem lan Prajapati Kekeran Manik Gunung.

“Pemerintah Kabupaten Badung hadir membantu pembangunan Pura ingin memberikan yang terbaik kepada umat sedharma sehingga ke depan masyarakat tidak perlu lagi mengeluarkan iuran, cukup masyarakat gotong-royong untuk ngayah saja. Ini adalah salah satu contoh yang kita berikan untuk menjaga adat, agama, tradisi, seni dan budaya. Astungkara ini akan kami lakukan terus dengan membuat legacy bagi generasi penerus serta untuk meringankan beban masyarakat,” jelasnya.

Ia juga berpesan, menjadikan karya ini untuk memperkuat persatuan dan semangat kebersamaan dalam menjaga keluhuran adat dan budaya Bali. “Saya harapkan masyarakat harus bergotong-royong bersatu agar semua berjalan dengan baik dan lancar, astungkara masyarakat Desa Adat Kekeran, Selanbawak ini segilik, seguluk, selulung sebayantaka, gemah ripah loh jinawi, tata tentram kertha rahaja,” ujar Bupati Giri Prasta seraya berharap melalui upacara ini, masyarakat semua mendapatkan kerahayuan sekala dan niskala. (gs/bi)

Baca Juga  Ketua DPR-RI Puan Maharani Serahkan BST, BSB dan Sembako di Abiansemal

Advertisements
ucapan nataru
Advertisements
nataru
Advertisements
stikom
Advertisements
iklan fisioterapi
Advertisements
iklan
Lanjutkan Membaca

BUDAYA

Bupati Badung Hadiri ‘‘Karya Melaspas Ageng‘‘ di Pura Luhur Puseh Dasar Desa Adat Senganan Kanginan

Published

on

By

Bupati Badung
HADIRI KARYA: Bupati Nyoman Giri Prasta serahkan punia saat menghadiri puncak Karya Melaspas Ageng di Pura Luhur Puseh Dasar, Desa Adat Senganan Kanginan, Penebel, Kabupaten Tabanan, Selasa (14/1). (Foto: Hms Badung)

Tabanan, baliilu.com – Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta, dalam upaya mendukung pelestarian adat, agama, tradisi, seni, dan budaya di Bali menghadiri puncak Karya Melaspas Ageng di Pura Luhur Puseh Dasar, Desa Adat Senganan Kanginan, Penebel, Kabupaten Tabanan, Selasa (14/1).

Upacara ini merupakan bagian dari rangkaian karya yang meliputi melaspas Bale Paruman Ida Bhatara, Bale Gong, Candi Bentar, Apit Surang, dan Balai Wantilan yang rampung dibangun dengan dukungan hibah fisik dari Pemerintah Kabupaten Badung senilai Rp 3,2 miliar dengan pengalokasian melalui Anggaran Induk Tahun 2024.

Sebagai wujud dukungan pribadinya, Bupati Giri Prasta juga menyerahkan punia sebesar Rp 15 juta untuk menunjang pelaksanaan karya, Rp 5 juta untuk penari pendet, dan Rp 5 juta untuk Sekaa Baleganjur.

Hadir mendampingi Bupati Badung, Ketua DPRD Tabanan I Nyoman Arnawa, anggota DPRD Badung I Wayan Regep, Perbekel Senganan I Wayan Sukarata, Bendesa Adat Senganan Kanginan I Nyoman Nasta beserta krama pengempon Pura.

Dalam sambrama wacananya, Bupati Giri Prasta menegaskan komitmennya untuk selalu mendukung keberlanjutan tradisi keagamaan dan sosial yang menjadi identitas utama masyarakat Bali. “Pelaksanaan Karya Melaspas Ageng ini bukan sekadar ritual, tetapi juga memiliki nilai filosofis yang mendalam. Saya berharap fasilitas yang telah dibangun ini dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung kegiatan adat, sosial, dan budaya bagi masyarakat,” ungkapnya.

Bupati juga menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada seluruh masyarakat adat Desa Senganan Kanginan yang menunjukkan semangat gotong-royong dalam pelaksanaan karya besar ini. Ia menyebutkan bahwa semangat kebersamaan ini adalah warisan luhur nenek moyang yang harus senantiasa dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang. “Saya apresiasi atas dedikasi dan kerja keras seluruh krama adat di sini. Kita bersama telah menciptakan legacy yang bermanfaat bagi generasi penerus. Dengan adanya fasilitas ini, generasi mendatang dapat fokus pada pengembangan sisi ekonominya,” ujar Bupati Giri Prasta.

Baca Juga  Ketua DPR-RI Puan Maharani Serahkan BST, BSB dan Sembako di Abiansemal

Bupati Giri Prasta juga menegaskan pentingnya kolaborasi lintas wilayah dalam menjaga keberlanjutan budaya Bali. Menurutnya, kerja sama antara Kabupaten Badung dan Kabupaten Tabanan dalam pembangunan ini merupakan wujud sinergi yang memberikan dampak positif nyata bagi masyarakat.

“Kami percaya bahwa pembangunan fisik harus diimbangi dengan pembangunan spiritual. Oleh karena itu, hibah ini kami berikan sebagai bentuk dukungan konkret agar masyarakat memiliki fasilitas yang layak dan mendukung pelaksanaan berbagai kegiatan adat dan budaya. Namun, saya juga mengingatkan pentingnya tanggung jawab bersama untuk merawat fasilitas yang telah dibangun ini,” tegasnya.

Selanjutnya, Giri Prasta juga berharap Karya Melaspas Ageng ini dapat menciptakan keseimbangan dan keharmonisan antara manusia, alam, dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. “Semoga karya ini memberikan kerahayuan, labda karya sida sidaning don, sagilik saguluk, tata tentrem kerta raharja. Mari kita jadikan untuk memperkuat persatuan dan semangat kebersamaan dalam menjaga keluhuran adat dan budaya Bali, kalau kita bersatu setengah perjuangan berhasil dan tidak bersatu maka setengah perjuangan akan gagal,” pungkasnya. (gs/bi)

Advertisements
ucapan nataru
Advertisements
nataru
Advertisements
stikom
Advertisements
iklan fisioterapi
Advertisements
iklan
Lanjutkan Membaca

BUDAYA

Giri Prasta Hadiri Upacara Mapag Toya, Tawur dan Pakelem di Pura Ulun Danu Beratan

Published

on

By

mapag toya
SEMBAHYANG: Bupati Badung Nyoman Giri Prasta lakukan persembahyangan saat menghadiri upacara Mapag Toya, Tawur dan Pakelem yang berlangsung di Pura Ulun Danu Beratan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Selasa (14/1). (Foto: Hms Badung)

Tabanan, baliilu.com – Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta, menunjukkan komitmennya terhadap pelestarian adat, agama dan budaya Bali dengan menghadiri upacara Mapag Toya, Tawur dan Pakelem yang berlangsung di Pura Ulun Danu Beratan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Selasa (14/1).

Upacara yang bertepatan dengan Rahina Purnama Sasih Kapitu, Wuku Wayang ini dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung sebagai leading sektor sebagai perwujudan dalam tradisi Hindu Bali memohon keseimbangan alam semesta dan keberkahan bagi masyarakat. Hadir pula pada acara tersebut Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, Kepala Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Tabanan, serta para Kelian Subak se-Badung dan Tabanan.

Bupati Giri Prasta menyampaikan apresiasi kepada masyarakat dan para tokoh adat atas dedikasi mereka dalam melestarikan budaya Bali melalui penyelenggaraan upacara keagamaan ini. “Upacara Mapag Toya, Tawur dan Pakelem bukan sekadar prosesi, melainkan penghormatan kepada alam yang memberikan kehidupan. Ini merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya tanggung jawab pengempon pura saja,” ujar Bupati.

Upacara Mapag Toya, Tawur dan Pakelem memiliki makna yang mendalam dalam konteks religius dan ekologis. Mapag Toya, yang berarti “menjemput air” melambangkan penghormatan kepada sumber air sebagai elemen vital kehidupan. Tawur dilakukan sebagai upaya penyucian lingkungan demi menciptakan harmoni antara manusia, alam, dan Sang Hyang Widhi. Pakelem, sebagai bentuk persembahan kepada laut atau danau, bertujuan memohon keseimbangan dan keberkahan bagi seluruh alam.

Pura Ulun Danu Beratan memiliki kedudukan sebagai tempat pemujaan Dewi Danu, yang dipercaya sebagai penguasa air dan sumber kesuburan. Pura ini menjadi simbol harmoni antara manusia dan alam semesta. Danau Beratan sendiri berperan penting sebagai sumber air bagi irigasi pertanian di kawasan sekitarnya, termasuk Kabupaten Badung dan Tabanan. “Pentingnya kerja sama lintas daerah dalam menjaga kelestarian budaya dan lingkungan. Kolaborasi antara Kabupaten Badung dan Kabupaten Tabanan dalam kegiatan seperti ini merupakan contoh nyata sinergi yang memberikan manfaat luas bagi masyarakat,” tegasnya.

Baca Juga  Ciptakan Sungai yang Asri, Desa Peguyangan Kaja Rutin Laksanakan Program Kali Bersih

Bupati Giri Prasta juga menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Badung mendukung pelestarian tradisi keagamaan tidak hanya secara simbolis, tetapi juga melalui bantuan konkret untuk memenuhi kebutuhan fasilitas upacara. Ia berharap bahwa pelaksanaan upacara Mapag Toya, Tawur dan Pakelem ini dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk terus menjaga kearifan lokal dan menghormati alam sebagai wujud syukur atas anugerah yang telah diberikan.

“Pelestarian tradisi dan lingkungan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi tanggung jawab kita semua. Dengan menjaga budaya dan adat, kita menjaga identitas Bali di tengah tantangan modernisasi,” tutup Bupati Giri Prasta. (gs/bi)

Advertisements
ucapan nataru
Advertisements
nataru
Advertisements
stikom
Advertisements
iklan fisioterapi
Advertisements
iklan
Lanjutkan Membaca