TAK mudah untuk melahirkan sebuah karya sastra yang begitu membius pembaca di tengah hingar-bingar hiburan di dunia digital. Namun Poppi Pertiwi mampu menghipnotis melalui buah karya novelnya. Bahkan Galaksi dan Mozachiko yang ditulis perdana tidak saja menjadi best seller, novel yang paling laris di Indonesia, juga dilirik produser untuk diangkat ke layar lebar.
Poppi Pertiwi tak menduga bahwa hobi yang ditekuninya sejak duduk di bangku SD kemudian berbuah ketika mencoba menorehkan isi hatinya setelah melihat fenomena anak remaja saat-saat menikmati masa sekolahan. Duduk di bangku SMK Teknologi Informatika tahun 2015, Poppi mulai menulis dan dalam waktu dua tahun lebih novel karya perdana berjudul Galaksi rampung dicetak.
Tak terduga, Galaksi mendapat respons luar biasa dari pembaca hingga sempat jadi best seller, novel terlaris di Gramedia. Sudah masuk cetakan kedelapan dengan terjual 26.500 eksemplar, Poppi Pertiwi pun semakin dikenal di media social dengan follower di antaranya 574.000 wattpad poppi pertiwi, 118.000 istagram poppi pertiwi, dan 89.246 istagram wattpadpi. Akhir 2018 Galaksi mendapat kontrak dari Rafi Film, namun kemudian tertunda karena pandemi Covid-19.
Di saat merampungkan Galaksi, Poppi Pertiwi yang lahir di Denpasar, 15 April 2000 silam juga menuntaskan novel Mozachiko. Berkisah tentang anak sekolahan, Mozachiko juga mengikuti jejak Galaksi menjadi novel best seller. Kini sudah memasuki cetakan keempat dan kali ini Mozachiko dilirik produser Md Picture.
Poppi Pertiwi bersama I Wayan Sudia,SH, konsultan hukumnya
‘’Dari karya-karya novelnya yang begitu dikagumi pembaca, Poppi Pertiwi memang anak berbakat. Ia punya potensi dan talenta yang luar biasa dalam dunia menulis novel yang belum diketahui oleh banyak generasi muda Bali,’’ ujar I Wayan Sudia,SH, konsultan hukum Poppi Pertiwi kepada awak media di Garden Groove Jl. Tukad Balian Denpasar, Kamis (26/11).
Wayan Sudia lalu tak ingin bakat dan talenta dari seorang Poppi Pertiwi hanya untuk seorang diri. Poppi Pertiwi yang didukung Wayan Sudia ingin berbagi kepada generasi muda atau kaum millenial. Karena ia tahu banyak anak yang punya potensi sebagai penulis karya ilmiah, puisi dan ada juga wartawan.
‘’Saya kira apa yang dilakukan Poppi Pertiwi sebagai seorang penulis yang begitu ditunggu-tunggu karyanya bisa menjadi spirit bagi penulis atau calon penulis di Bali. Oleh karena itu, Poppi Pertiwi siap menjadi mentor jika ada pelatihan penulisan novel atau sejenisnya,’’ terang Wayan Sudia yang merasa terpanggil untuk mendorong Poppi Pertiwi berbagi ilmu kepada generasi muda Bali.
Wayan Sudia yang berkantor di Jalan Tukad Badung 20G ini melihat ada potensi baru bagi generasi muda Bali yang mau mengikuti jejak Poppi Pertiwi, selain mengasah bakat juga ada peluang menghasilkan sesuatu.
Sebagai seorang selegram sejuta follower, dengan karya novel-novelnya yang dikagumi pembaca, Poppi Pertiwi juga ingin menghimpun komunitas, mendorong anak muda sehingga bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri. Komunitas ini juga bisa sebagai marketing development seperti karya-karya lain atau merchandise.
Poppi Pertiwi ditemani ibunda dan I Wayan Sudia, SH
Galaksi, Mozachiko yang sudah beredar ke seluruh negeri, dan novel ketiga Septihan yang sudah dibaca jutaan kali begitu dikagumi tak terlepas dari tema-tema yang diangkat begitu dekat dengan persoalan anak remaja. Kisah sederhana soal persahabatan, teen fiction, tidak boleh ego sendiri, seseorang harus bekerja sama dan bisa kumpul dengan teman.
Poppi Pertiwi mengatakan di novel Septihan selain bercerita tentang masa putih abu-abu dan persahabatan, juga tentang perjuangan dan doa yang mampu meluluhkan hati.
Sedangkan di Mozachiko, Poppi sempat menamai My Prince Charming/A&A sebagai judul awal lalu mengubah menjadi Mozachiko yang mengisahkan seorang Moza yang tampil culun. Perjuangan Moza untuk mendapatkan Chiko sia-sia. Moza pergi mencampakkan Chiko, namun Chiko sadar kalau Moza sangat berarti dalam hidupnya. Tiba-tiba Moza muncul dengan penampilan yang jauh berbeda. Justru Chiko meminta Moza kembali dan berubah menjadi cewek yang dikenal dulu. ‘’Semoga cerita Moza dan Chiko membekas di hati pembaca, memberi pesan yang positif untuk kita semua,’’ tutur Poppi Pertiwi yang kini siap-siap menyelesaikan dua novel berikutnya. (gs)
TINJAU LATIHAN: Ibu Putri Suastini Koster, saat secara langsung meninjau latihan kelompok Teater Angin di SMA Negeri 1 Denpasar, Selasa (8/7). (Foto: Hms Pemprov Bali)
Denpasar, baliilu.com – Komitmen kuat terhadap pelestarian dan pengembangan seni budaya Bali kembali ditunjukkan oleh Ibu Putri Suastini Koster, yang secara langsung meninjau latihan kelompok Teater Angin di SMA Negeri 1 Denpasar, Selasa (8/7). Kehadiran Ibu Putri tidak sekadar sebagai istri Gubernur Bali, tetapi juga sebagai pendiri Teater Angin, bersama salah satu pendiri lainnya, Ibu Ayu Rasmini.
Dalam suasana hangat yang berlangsung di Aula SMAN 1 Denpasar, Ibu Putri mengungkapkan rasa bangganya melihat semangat berkesenian yang terus tumbuh di kalangan pelajar. Ia mengenang masa-masa aktifnya di dunia teater sebagai bagian penting dalam perjalanan hidupnya.
“Dulu saya diberi ruang untuk belajar dan berproses di dunia teater. Sekarang, saya ingin memberi ruang dan menjadi contoh. Teater telah memberikan saya pengalaman lahir dan batin,” ungkapnya dengan penuh emosi.
Lebih dari sekadar seni pertunjukan, menurut Ibu Putri, teater merupakan media ampuh untuk membentuk karakter, melatih kepekaan sosial, mengenali berbagai sisi kemanusiaan, dan mengasah ingatan serta keberanian. Ia juga mendorong para siswa untuk melangkah lebih jauh dengan menulis naskah sendiri dan mengembangkan kreativitas pertunjukan secara menyeluruh.
Sebagai bentuk dukungan nyata, Ibu Putri bersama Gubernur Bali memberikan bantuan apresiasi senilai Rp 65 juta kepada kelompok Teater Angin. Dana tersebut diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas produksi, memperluas wawasan seni, dan membangun kolaborasi lebih luas, termasuk dengan stasiun TVRI yang direncanakan akan menjadi mitra tayang bagi komunitas teater lokal.
“Saya ingin bisa berkolaborasi dengan anak-anak muda. Selain mengisi diri dengan ilmu, pengalaman dalam seni juga penting untuk membentuk karakter dan jati diri,” tutupnya, sebelum menyaksikan langsung latihan anak-anak Teater Angin.
Kunjungan ini tidak hanya menjadi momen apresiasi, tetapi juga menjadi simbol harapan bahwa dunia seni di Bali akan terus hidup melalui generasi muda yang tekun, kreatif, dan penuh semangat. (gs/bi)
PELUNCURAN BUKU: Ketua TP PKK Provinsi Bali Ny. Putri Suastini Koster, menghadiri peluncuran buku "Semua Karena Nirankara?" karya Andre Syahreza di Sutasoma Lounge, The Meru Sanur, pada Jumat (21/3/2025). (Foto: Hms Pemprov Bali)
Denpasar, baliilu.com – Ketua TP PKK Provinsi Bali Ny. Putri Suastini Koster, menghadiri peluncuran buku “Semua Karena Nirankara?” karya Andre Syahreza di Sutasoma Lounge, The Meru Sanur, pada Jumat (21/3/2025). Peluncuran karya ber-genre fiksi ini ditandai dengan penyerahan hard cover buku “Semua Karena Nirankara?” dari Andre Syahreza kepada Ny. Putri Koster.
Ny. Putri Koster, yang juga dikenal sebagai penggiat sastra, menyambut baik karya yang terinspirasi dari novel fenomenal “Sukreni Gadis Bali” karya Anak Agung Pandji Tisna. “Ini menarik, karena Ibu juga mengikuti proses syuting di Lovina saat Sukreni Gadis Bali difilmkan,” ucapnya.
Ia merasa bangga melihat anak muda yang menekuni dunia sastra. “Benang merah dari peluncuran buku ini adalah memastikan bahwa penulisan konvensional tidak terhenti, sehingga tradisi keaksaraan di Bali tetap terjaga,” terangnya. Perempuan yang juga dikenal sebagai penekun puisi ini berpesan agar para penulis tidak berhenti berkarya. “Masih banyak hal yang bisa digali dari budaya Bali untuk diangkat dalam karya sastra,” ungkapnya.
Secara khusus, Putri Koster berpendapat bahwa buku “Semua Karena Nirankara?” patut diapresiasi karena mengusung tema perempuan. Ia berharap adaptasi Sukreni ke Nirankara mampu mengharmoniskan ruang tradisi dan modernitas. Lebih dari itu, ia menekankan pentingnya menggambarkan perempuan secara autentik. “Bukan bermaksud menjelekkan, tetapi perempuan masa kini harus belajar memahami apa yang seharusnya ia lakukan,” tandasnya sembari menambahkan bahwa perempuan adalah kekuatan (power) atau sakti bagi laki-laki.
Pada kesempatan itu, perempuan yang dikenal sebagai penyair ini juga mendorong kemunculan talenta baru di bidang sastra yang mengikuti jejak Andre Syahreza. Untuk mewadahi karya sastra, ia menyampaikan bahwa Pemprov Bali memiliki ajang Festival Bali Jani, yang telah berjalan selama lima tahun. “Melalui ajang ini, kita mendorong anak muda untuk menghasilkan karya yang sesuai dengan perkembangan zaman. Selanjutnya, jika Pusat Kebudayaan Bali telah rampung, akan digelar Bali International Book Fair. Karena kita sebagai tuan rumah, harus ada karya dari penulis lokal,” sebutnya.
Mengakhiri sambutannya, Putri Koster menyampaikan selamat atas terbitnya karya Andre Syahreza. Ia juga memuji sikap terbuka Andre yang secara jelas mencantumkan bahwa karyanya terinspirasi dari Sukreni Gadis Bali. “Teruslah berkarya dan berikan pencerahan bagi masyarakat,” pesannya.
Sementara itu, Andre mengungkapkan bahwa novel pertamanya ini ia rancang untuk Generasi Z. “Dari segi kebahasaan, ringan. Ini memang bukan karya untuk sastrawan, tetapi bagi mereka yang baru memasuki dunia sastra,” tambahnya. Dengan demikian, sastra tidak lagi terkesan berat dan menakutkan. “Agar bisa berkembang, karya sastra harus terasa lebih ringan,” ujarnya.
Sebagai informasi, novel “Semua Karena Nirankara?” merefleksikan interaksi sosial yang dipengaruhi oleh motif ekonomi, dorongan nafsu, dan relasi kuasa. Cerita bermula dari kehidupan Ni Made Ayu Nirankara, seorang wanita muda pemilik Kafe Bara. Bersama suaminya yang telah berumur, ia menyusun skenario tak lazim demi menarik lebih banyak pengunjung ke kafe mereka yang sepi di Bali Utara. Rencana mereka pun mengundang berbagai persoalan terkait asmara. Cerita semakin penuh teka-teki dengan kehadiran Tala, seorang gadis lugu nan cantik, yang direkrut menjadi pramusaji di Kafe Bara. Keberadaannya membuat eskalasi cerita semakin dramatis dan membara.
Peluncuran novel “Semua Karena Nirankara?” dihadiri oleh sejumlah penulis nasional, termasuk Dee Lestari dan Henry Manampiring. (gs/bi)
PELESTARIAN: Disbud Badung bersama tim saat melaksanakan kegiatan pelestarian naskah kuno (lontar) di Griya Semara Kencana, Desa Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal, Badung, Jumat (19/7/2024). (Foto: Hms Diskominfo Badung)
Badung, baliilu.com – Pemerintah Kabupaten Badung melalui Dinas Kebudayaan menggelar Konservasi Lontar di Griya Semara Kencana, Desa Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal, Badung, Jumat (19/7/2024). Kegiatan pelestarian dan perlindungan terhadap keberadaan naskah-naskah kuno atau lontar ini dilakukan agar kekayaan budaya tersebut tetap lestari dan terlindungi secara fisik dari kerusakan.
Kepala Bidang Sejarah Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung Ni Nyoman Indrawati menjelaskan, program tersebut sudah terlaksana sejak tahun 2012 hingga kini. Menurutnya, naskah kuno atau sering disebut manuskrip merupakan salah satu objek Pemajuan Kebudayaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali.
Dijelaskan lebih lanjut kegiatan pelestarian naskah kuno tersebut menyasar sepuluh lokasi yang tersebar di enam kecamatan di Kabupaten Badung. Pihaknya mengatakan sejak tahun 2012 sampai akhir tahun 2023 jumlah lontar yang terdata sebanyak 3.200 cakepan lontar. Pihaknya menyebut lontar dalam kondisi baik berjumlah 2.462 cakepan lontar, dan dalam kondisi kurang baik berjumlah 736 cakepan lontar.
Terkait ada beberapa lontar yang kondisinya kurang baik ia turut prihatin. “Kondisi kurang baik ini cukup memprihatinkan, lontar yang ada di masyarakat perlu kita gali, perlu kita lestarikan. Karena lontar ini merupakan salah satu sumber sejarah, sumber ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu tidak bisa kita nilai dengan rupiah, dan bila itu sampai hilang akan banyak ilmu pengetahuan akan lenyap tidak turun ke generasi berikutnya. Melalui kegiatan ini, kami berharap sosialisasi kami ini bisa sampai kepada masyarakat,” ujarnya.
Beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh tim Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung berkolaborasi dengan Penyuluh Bahasa Bali seperti, membersihkan lembaran lontar dengan menggunakan cairan alami yang terbuat dari tanaman sereh, kemudian konservasi serta penyusunan katalog lontar.
Disinggung mengenai penyelamatan naskah kuno atau lontar, Dinas Kebudayaan telah melakukan berbagai upaya seperti mereproduksi atau menyalin ulang terhadap beberapa lontar yang dinilai layak untuk dikoleksi oleh Dinas Kebudayaan. Dari hasil reproduksi, lontar-lontar tersebut selanjutnya didigitalisasi agar masyarakat luas menjadi lebih mudah untuk mengakses informasi yang tersimpan dalam lontar melalui perangkat teknologi.
Ke depan pihaknya menekankan agar masyarakat lebih terbuka dalam memberikan informasi dan data-data kepada Pemerintah Kabupaten Badung melaui Dinas Kebudayaan, jika di wilayahnya ada tersimpan naskah kuno atau lontar. Selain itu, jika ada masyarakat yang ingin naskah kuno atau lontarnya dirawat agar dapat menghubungi Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung.
“Kegiatan ini akan berkelanjutan dengan menyasar lokus-lokus baru. Jika kami tidak menemukan lokus baru, kami akan menyempurnakan kembali ataupun kita mengkonservasi secara berkala lontar-lontar yang ada di masyarakat. Sehingga akan terus menambah data dan informasi sejarah yang kita miliki di Kabupaten Badung,‘‘ imbuhnya. (gs/bi)