LAHIR dari tempaan Yayasan Sanggar Seni Lukis Tradisional Wayang Kamasan I Nyoman Mandra yang berdiri awal tahun 1970-an, I Wayan Pande Sumantra punya kewajiban moral untuk menebarkan kembali benih ilmu yang sudah diraihnya ketika sang pendiri yayasan menuju alam surgawi.
Ketika Yayasan
Sanggar Seni Lukis Tradisional Wayang Kamasan Nyoman Mandra dilanjutkan oleh
salah satu putrinya, I Wayan Pande Sumantra yang tinggal di Banjar Pande juga
ikut membuka sanggar yang diberi nama Sanggar Rumah Wayang Sinar Pande.
Sanggar Rumah Wayang Sinar Pande didirikan 9 Februari 2019 tepat hari suci Tumpek Klurut. Ayah dua putra ini memberanikan diri membuka sanggar walaupun kemampuannya di bidang melukis belumlah memadai. ‘’Masih banyak belajar, masih melihat karya-karya terdahulu,’’ ujarnya merendah.
Sebagai putra Kamasan, ia merasa punya tanggung jawab moral untuk meneruskan warisan budaya seni lukis klasik wayang Kamasan. Tanpa memiliki modal yang cukup, Sumantra membuka sanggar lukis tanpa memungut beaya sepeser pun. Semua kebutuhan belajar seperti warna, kertas, kuas, pensil disiapkan oleh sanggar. Tidak saja Sumantra sendiri yang mengajar tetapi semua keluarga ikut terlibat. Maka ketika salah satu yang berhalangan, proses belajar mengajar di sanggar tetap jalan tiap Sabtu dan Minggu sore. ‘’Selain belajar di sanggar tidak menganggu pelajaran di sekolah juga mengalihkan perhatian anak-anak agar mengurangi bermain hp,’’ ujar Sumantra memberi alasan.
Sebagai jebolan sanggar lukis Nyoman Mandra, yang juga sekaligus pamannya, I Wayan Pande Sumantra telah menorehkan banyak prestasi sejak anak-anak hingga remaja. Pada tahun 1979, Sumantra meraih juara 2 lomba lukis di Jepang, juara 2 tahun 1982 lomba lukis di India, dan dua kali berurut-turut sebagai juara pertama gambar wayang tingkat Provinsi Bali tahun 1991-1992.
Di usia 9 bulan, sanggar Sinar Pande sudah menampung 19 murid yang berasal dari Kamasan, Gelgel dan Kota Semarapura, baik dari anak TK, SD dan SMP. Mereka diberi materi dari mengenal warna dan pewarnaan, pakem blok-bloknya di mana warna merah, kuning, dll. Kemudian membuat sket dan setelah belajar enam bulan maka anak-anak sudah dibiarkan membuat sket dan langsung mewarnai sendiri.
Di sela mengajar anak-anak, Sanggar Sinar Pande juga seringkali kedatangan tamu yang melakukan les privat. Seperti mahasiswa Singapura sebanyak 25 orang yang belajar melukis selama satu hari. Ada juga wisatawan yang belajar sambil menikmati masakan ala Bali. Begitu juga mahasiswa ISI Denpasar yang sering melakukan survey perihal melukis wayang Kamasan. Pada Oktober kemarin bertepatan dengan hari Musium Nasional, Dinas Kebudayaan menunjuk Sumantra mengajar membuat wayang Kamasan yang dihadiri siswa SD, SMP dan SMA.
Namun kesehariannya, Sumantra bersama keluarga terus berkarya. Melukis di atas kanvas, ada juga di atas topi, kipas, dan juga keben. ‘’Tidak cukup hanya mengandalkan dari lukisan di kanvas, kami juga berinovasi berkarya di atas kipas, keben dan juga topi yang pesanannya cukup melimpah,’’ ujar Sumantra.
Bahkan, untuk membuat kipas, keben dan topi yang bermotif lukisan kamasan, sanggar Sinar Pande bekerja sama dengan warga sekitar, khususnya kaum ibu-ibu. Setelah disket, biasanya mewarnai dilanjutkan oleh ibu-ibu. ‘’Biar sama-sama menikmati walau sedikit,’’ imbuh Sumantra.
Begitu juga dalam pewarnaan lukisan di kanvas, Sumantra menggunakan dua jenis warna. Acrylic dan warna alam dari pere yang kini sulit didapatkan karena sumber pere yang bagus di Serangan Denpasar sudah direklamasi. Warna acrylic jauh lebih cepat proses pengerjaannya dan dampak ekonominya cepat. Dibandingkan menggunakan pere yang akan memakan waktu lama. Kalau memang ada permintaan warna pere, Sumantra bisa menyanggupinya. ‘’Yang penting sebagai pelukis jujur, warna apa yang dipakai,’’ ungkap Sumantra.
Sanggar Sinar
Pande memang baru berumur 9 bulan dengan 19 murid yang selalu datang setiap
Sabtu dan Minggu. Namun denyutnya terus berdetak seiring kerinduan anak-anak
dan orangtuanya yang ingin melestarikan warisan budaya yang adi luhung. Di
tempat yang sederhana itu Sumantra membiarkan berjalan apa adanya, apa yang
dimiliki itulah yang ditebar seperti lukisan wayang Kamasan yang terus menyebar
dari rumah ke rumah, pura ke pura, museum ke museum, kolektor ke kolektor,
kantor ke kantor, hotel ke hotel hingga ke seantero dunia.
Tidak saja
karya lukisan wayang Kamanan yang begitu memikat penikmat seni tetapi di balik
itu ada pesan-pesan moral yang selalu hadir di antara kisah-kisah Mahabarata dan
Ramayana. *balu01
RAHINA TUMPEK WAYANG: Pemkot Denpasar upacara Persembahyangan bersama dalam rangka memperingati Rahina Tumpek Wayang di Pura Agung Jagatnatha Denpasar, Sabtu (18/1). (Foto: Hms Dps)
Denpasar, baliilu.com – Pemkot Denpasar menggelar upacara Persembahyangan bersama dalam rangka memperingati Rahina Tumpek Wayang di Pura Agung Jagatnatha Denpasar, Sabtu (18/1). Persembahyangan ini dilaksanakan sebagai wujud syukur serta memuja Tuhan dalam manifestasinya memberikan pencerahan kehidupan di dunia serta mampu membangkitkan daya seni dan keindahan.
Dimana persembahyangan ini dihadiri Plt. Asisten III Setda Kota Denpasar, I Wayan Sudiana bersama para pimpinan di lingkungan OPD Setda Kota Denpasar beserta unsur Forkopimda Kota Denpasar.
Rangkaian upacara diawali dengan sesolahan Wayang Lemah, diiringi suara kekidungan, upacara berlangsung khidmat yang dipuput Ida Pedanda Made Taman Dwija Putra.
Plt. Asisten III Setda Kota Denpasar, I Wayan Sudiana mengatakan, peringatan Hari Tumpek Wayang merupakan hari suci pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewa Iswara yang berfungsi untuk menerangi kegelapan, memberikan pencerahan kehidupan di dunia serta mampu membangkitkan daya seni dan keindahan.
Tumpek Wayang juga merupakan cerminan dimana dunia yang diliputi dengan kegelapan, manusia oleh kebodohan, keangkuhan, keangkaramurkaan.
Tumpek Wayang juga bermakna sebagai “Hari Kesenian”. Karenanya, secara ritual diupacarai (kelahiran) berbagai jenis kesenian seperti wayang, barong, rangda, topeng, dan segala jenis gamelan.
“Aktivitas ritual tersebut sebagai bentuk rasa syukur terhadap Sang Hyang Taksu sering disimboliskan dengan upacara kesenian wayang kulit, karena mengandung berbagai unsur seni atau teater total. Dalam kesenian ini, semua eksistensi dan esensi kesenian sudah tercakup,” ujarnya.
Pihaknya menambahkan, melalui peringatan Hari Tumpek Wayang diharapkan mampu menyeimbangkan alam semesta beserta isinya. Serta mampu memberikan kekuatan agar manusia senantiasa mulat sarira dan introspeksi diri. (eka/bi)
HADIRI KARYA: Bupati Nyoman Giri Prasta disambut warga saat menghadiri Karya Melaspas dan Mecaru Rsi Gana di Pura Dalem Kekeran Manik Gunung, Desa Adat Kekeran, Selanbawak, Marga, Tabanan, Selasa (14/1). (Foto: Hms Badung)
Tabanan, baliilu.com – Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta, turut serta prosesi Mendem Pedagingan serangkaian Karya Melaspas dan Mecaru Rsi Gana di Pura Dalem Kekeran Manik Gunung, Desa Adat Kekeran, Selanbawak, Marga, Tabanan, Selasa (14/1).
Hadir pada karya tersebut Anggota DPRD Kabupaten Badung I Wayan Regep, Anggota DPRD Kabupaten Tabanan, Perbekel Selambawak I Made Merta, Bendesa Adat Kekeran I Gede Nyoman Sabar Tangkas, tokoh masyarakat serta krama Desa Adat Kekeran Selanbawak.
Upacara ini dilaksanakan untuk penyucian Pelinggih Ida Bhatara, Pura Prajapati, Balai Kulkul, Apit Surang dan Jineng yang rampung dibangun dan direnovasi dengan dukungan hibah fisik dari Pemerintah Kabupaten Badung bernilai Rp 2,2 miliar dengan pengalokasian melalui Anggaran Induk Tahun 2024.
Usai melaksanakan mendem pedagingan dan melaksanakan persembahyangan, Bupati Giri Prasta, menyampaikan bahwa dirinya hadir di tengah-tengah masyarakat Desa Adat Kekeran Manik Gunung untuk ikut ngastiti bhakti dalam pelaksanaan karya di Pura Dalem lan Prajapati Kekeran Manik Gunung.
“Pemerintah Kabupaten Badung hadir membantu pembangunan Pura ingin memberikan yang terbaik kepada umat sedharma sehingga ke depan masyarakat tidak perlu lagi mengeluarkan iuran, cukup masyarakat gotong-royong untuk ngayah saja. Ini adalah salah satu contoh yang kita berikan untuk menjaga adat, agama, tradisi, seni dan budaya. Astungkara ini akan kami lakukan terus dengan membuat legacy bagi generasi penerus serta untuk meringankan beban masyarakat,” jelasnya.
Ia juga berpesan, menjadikan karya ini untuk memperkuat persatuan dan semangat kebersamaan dalam menjaga keluhuran adat dan budaya Bali. “Saya harapkan masyarakat harus bergotong-royong bersatu agar semua berjalan dengan baik dan lancar, astungkara masyarakat Desa Adat Kekeran, Selanbawak ini segilik, seguluk, selulung sebayantaka, gemah ripah loh jinawi, tata tentram kertha rahaja,” ujar Bupati Giri Prasta seraya berharap melalui upacara ini, masyarakat semua mendapatkan kerahayuan sekala dan niskala. (gs/bi)
HADIRI KARYA: Bupati Nyoman Giri Prasta serahkan punia saat menghadiri puncak Karya Melaspas Ageng di Pura Luhur Puseh Dasar, Desa Adat Senganan Kanginan, Penebel, Kabupaten Tabanan, Selasa (14/1). (Foto: Hms Badung)
Tabanan, baliilu.com – Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta, dalam upaya mendukung pelestarian adat, agama, tradisi, seni, dan budaya di Bali menghadiri puncak Karya Melaspas Ageng di Pura Luhur Puseh Dasar, Desa Adat Senganan Kanginan, Penebel, Kabupaten Tabanan, Selasa (14/1).
Upacara ini merupakan bagian dari rangkaian karya yang meliputi melaspas Bale Paruman Ida Bhatara, Bale Gong, Candi Bentar, Apit Surang, dan Balai Wantilan yang rampung dibangun dengan dukungan hibah fisik dari Pemerintah Kabupaten Badung senilai Rp 3,2 miliar dengan pengalokasian melalui Anggaran Induk Tahun 2024.
Sebagai wujud dukungan pribadinya, Bupati Giri Prasta juga menyerahkan punia sebesar Rp 15 juta untuk menunjang pelaksanaan karya, Rp 5 juta untuk penari pendet, dan Rp 5 juta untuk Sekaa Baleganjur.
Hadir mendampingi Bupati Badung, Ketua DPRD Tabanan I Nyoman Arnawa, anggota DPRD Badung I Wayan Regep, Perbekel Senganan I Wayan Sukarata, Bendesa Adat Senganan Kanginan I Nyoman Nasta beserta krama pengempon Pura.
Dalam sambrama wacananya, Bupati Giri Prasta menegaskan komitmennya untuk selalu mendukung keberlanjutan tradisi keagamaan dan sosial yang menjadi identitas utama masyarakat Bali. “Pelaksanaan KaryaMelaspas Ageng ini bukan sekadar ritual, tetapi juga memiliki nilai filosofis yang mendalam. Saya berharap fasilitas yang telah dibangun ini dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung kegiatan adat, sosial, dan budaya bagi masyarakat,” ungkapnya.
Bupati juga menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada seluruh masyarakat adat Desa Senganan Kanginan yang menunjukkan semangat gotong-royong dalam pelaksanaan karya besar ini. Ia menyebutkan bahwa semangat kebersamaan ini adalah warisan luhur nenek moyang yang harus senantiasa dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang. “Saya apresiasi atas dedikasi dan kerja keras seluruh krama adat di sini. Kita bersama telah menciptakan legacy yang bermanfaat bagi generasi penerus. Dengan adanya fasilitas ini, generasi mendatang dapat fokus pada pengembangan sisi ekonominya,” ujar Bupati Giri Prasta.
Bupati Giri Prasta juga menegaskan pentingnya kolaborasi lintas wilayah dalam menjaga keberlanjutan budaya Bali. Menurutnya, kerja sama antara Kabupaten Badung dan Kabupaten Tabanan dalam pembangunan ini merupakan wujud sinergi yang memberikan dampak positif nyata bagi masyarakat.
“Kami percaya bahwa pembangunan fisik harus diimbangi dengan pembangunan spiritual. Oleh karena itu, hibah ini kami berikan sebagai bentuk dukungan konkret agar masyarakat memiliki fasilitas yang layak dan mendukung pelaksanaan berbagai kegiatan adat dan budaya. Namun, saya juga mengingatkan pentingnya tanggung jawab bersama untuk merawat fasilitas yang telah dibangun ini,” tegasnya.
Selanjutnya, Giri Prasta juga berharap Karya Melaspas Ageng ini dapat menciptakan keseimbangan dan keharmonisan antara manusia, alam, dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. “Semoga karya ini memberikan kerahayuan, labda karya sida sidaning don, sagilik saguluk, tata tentrem kerta raharja. Mari kita jadikan untuk memperkuat persatuan dan semangat kebersamaan dalam menjaga keluhuran adat dan budaya Bali, kalau kita bersatu setengah perjuangan berhasil dan tidak bersatu maka setengah perjuangan akan gagal,” pungkasnya. (gs/bi)