Karangasem, baliilu.com – Bandesa Madya MDA Karangasem Ketut Alit Suardana menyampaikan terkait wacana revisi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 yang akan digagas oleh para pihak dan siapa pun itu, haruslah disikapi secara tegas, lugas, dan bertanggung jawab oleh desa adat dan majelis desa adat.
‘’Sepatutnya desa adat dan majelis desa adat menggagas Penandatanganan Petisi Tolak Revisi oleh 1.493 desa adat dan majelis desa adat terhadap rencana Revisi Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali secara bersama-sama dan bersatu, agar wacana tersebut tidak membias jauh dan menimbulkan kegaduhan kontraproduktif di Bali,’’ terang Alit Suardana kepada baliilu, Sabtu (9/1).
Alit Suardana yang juga Bandesa Desa Adat Liligundi ini menguraikan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, sejak ditetapkan dan diundangkan 28 Mei 2019, belum genap berumur 2 tahun. Namun bagi krama desa adat, desa adat, majelis desa adat, tokoh-tokoh desa adat yang aktif dalam aktivitas pemberdayaan desa adat, dirasakan telah membawa perubahan fundamental dalam tata kelola, tata laksana, serta tata keuangan dan ekonomi adat ke arah yang lebih maju, transparan, dan akuntable.
Ia juga menjelaskan Perda ini juga telah membawa perspektif- prospektif yang maju, berpengharapan, partisipatif, nondiskriminatif, nonfeodal, berkemajuan, dan mandiri dari patronisasi desa adat, majelis desa adat era lama menuju desa adat, majelis desa adat era baru yang tercapainya desa adat yang visioner, maju, sejahtera, dan mandiri. Lebih jelas lagi ke depan desa adat dengan majelis desa adat menjadi bermartabat, berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan tetap berkepribadian dalam kebudayaan.
Alit Suardana juga menegaskan bahwa Perda 4/2019 tentang Desa Adat di Bali bukanlah rangkaian naskah yang tiba-tiba turun dari langit atau serpihan wahyu dari malaikat. Namun merupakan spirit perjuangan para pejuang- pejuang desa adat dan tokoh-tokoh desa adat yang merasa peduli, prihatin, dan muak terhadap perlakuan desa adat yang selama ini terpinggirkan, terkucilkan, lemah, terkotak-kotak, terpecah-belah, tidak memiliki kepercayaan diri, termarginalisasi oleh kebijakan yang terstruktur, sistemik, dan masif, hingga kelak diharapkan dipunahkan, kini dibangkitkan kesadaran kolektifnya untuk memasuki gerbang baru menuju desa adat dan majelis desa adat yang memiliki harkat martabat dan kehormatan yang sepatutnya.
Dinamika dan dialektika tentang desa adat, ungkap Alit Suardana, sejatinya tetap sengit dan tak pernah mengenal lelah, apalagi kalah, sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. ‘’Rupanya rasa igau dan kegundahan hati siapa pun itu juga belum mampu bernapas lega dan secara kesatria berlapang dada menerima fakta bahwa desa adat dan majelis desa adat kini dengan adanya Perda 4 Tahun 2019 telah mulai mampu bangun, beranjak, dan berjalan menyongsong cahaya pengharapan untuk menjadikan desa adat dan majelis desa adat yang lebih baik dan terbaik,’’ kata Alit.
Alit menengarai wacana norma dalam naskah peraturan daerah oleh beberapa pihak dianggap syarat konflik, syarat kepentingan, bersifat memihak, dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu, rupanya nafsu kesadaran untuk bersama satya-wirang terhadap desa adat dan majelis desa adat telah dikalahkan oleh arogansi jabatan dan kekuasan.
‘’Dengan diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 hingga saat ini belum satu desa adat pun dari 1.493 desa adat di Bali atau belum satu majelis adat pun dari 57 majelis desa adat kecamatan, 9 majelis desa adat kabupaten/kota apalagi Majelis Desa Adat Provinsi Bali yang secara sah, legal, dan resmi menyatakan menentang atau tidak menyetujui diberlakukannya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali,’’ ungkapnya.
Fakta yang tersaji justru sebaliknya. Kata Alit, seluruh desa adat bersama majelis desa adat dengan penuh semangat mengimplementasikan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 ini yang mampu memberi berjuta pengharapan menuju desa adat dan majelis desa adat yang lebih baik dan lebih terhormat.
‘’Oleh karena itu, wacana revisi Perda 4/2019 yang akan digagas oleh para pihak dan siapa pun itu haruslah disikapi secara tegas, lugas, dan bertanggung jawab oleh desa adat dan majelis desa adat secara bersama-sama dan bersatu, agar wacana tersebut tidak membias jauh dan menimbulkan kegaduhan kontraproduktif di Bali, ‘’ pungkasnya. (gs)