Denpasar, baliilu.com
– Gubernur Bali Wayan Koster menekankan pentingnya generasi penerus bangsa
untuk memperingati hari lahirnya Bung Karno setiap tanggal 6 Juni yang pada
tahun 2020 ini memasuki usia 119 tahun.
Hal itu diungkapkan dalam acara pembukaan Bulan Bung Karno
yang ditandai dengan Seminar Secara Daring (Webinar) memperingati hari lahirnya
Bung Karno di Ruang Rapat Gedung Gajah, rumah jabatan Gubernur Bali, Jaya
Sabha, Denpasar, Sabtu (6/6-2020).
“Kita bertanggung jawab untuk mewarisi ide dan gagasan Bung
Karno yang memang sangat relevan dalam mengisi gerak dinamika pembangunan
Indonesia dan Bali pada khususnya,” kata Gubernur Koster.
Menurut Gubernur asal Sembiran ini, tanggal 6 Juni adalah
momentum penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Hari itu
diperingati sebagai hari lahirnya Bapak Pendiri Bangsa sekaligus Proklamator
Indonesia. “Dalam perjalanan sejarahnya, beliau mampu memimpin pergerakan
rakyat Indonesia dalam menghadapi penjajahan. Mampu mengantarkan bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang merdeka, bangsa yang berdaulat dan bangsa yang
memiliki satu tujuan untuk bernegara,” jelas Gubernur Koster dalam Webinar
bertajuk Aktualisasi Trisakti Bung Karno dalam Menyongsong Bali Era Baru
tersebut.
Pria yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini melanjutkan
bahwa cita-cita dan gagasan Bung Karno dituangkan dalam nilai-nilai Pancasila
yang digali dari bumi Indonesia. “Nilai-nilai tersebut dituangkan dalam
Pembukaan UUD 1945 yang kemudian menjadi cita-cita luhur sebagai bangsa yang
merdeka dan berdaulat. Pancasila menjadi ideologi dan pandangan hidup bangsa
Indonesia yang terus hidup di tengah-tengah bangsa yang bergerak maju setelah
kemerdekaannya,” urai mantan anggota DPR RI ini.
Ide-Ide dan gagasan Bung Karno itu menurut Gubernur Koster
yang paling dikenal dan sangat penting untuk bangsa Indonesia adalah ajaran
Trisakti Bung Karno. Ajaran yang mampu membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa
yang kuat. “Trisakti Bung karno diimplementasikan melalui Pola Pembangunan
Nasional Semesta Berencana (PPNSB) untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat
secara politik, berdikari (berdiri diatas kaki sendiri) secara ekonomi dan
berkepribadian dalam kebudayaan,” ucapnya.
Ide dan gagasan Bung Karno ini lanjut Gubernur Koster, harus
terus digelorakan dan dibumikan kepada generasi penerus bangsa Indonesia agar
selalu ingat dan memahami sejarah dengan benar.
Ketua Umum PDI Perjuangan, Ibu Megawati Soekarnoputri,
menjadikan Bali sebagai percontohan pelaksanaan Pola Pembangunan Semesta
Berencana, sejak tahun 2016. Ini merupakan ide dari Bapak Prananda Prabowo,
putra Ibu Megawati, yang menjabat sebagai Kepala Pusat Analisa dan Pengendali
Situasi Partai, dimana beliau menilai bahwa Bali memiliki syarat politik,
historis, dan sosiologis sebagai laboratorium politik guna merealisasikan ide,
gagasan, dan cita-cita Bung Karno untuk Indonesia Raya. Oleh karena itu, Pola
Pembangunan Semesta Berencana telah dijadikan sebagai konsep dan pendekatan
pembangunan yang dituangkan dalam visi pembangunan daerah “Nangun Sat Kerthi
Loka Bali” menuju Bali Era Baru. Visi tersebut, oleh Gubernur Bali, Wayan
Koster dituangkan dalam Perda Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2005-2025
dan Perda Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2018-2023.
Visi menuju Bali Era Baru itu, merupakan suatu era yang
ditandai dengan tatanan kehidupan baru; Bali yang Kawista, Bali kang tata-titi tentram kerta raharja, gemah ripah
lohjinawi, yakni tatanan kehidupan holistik yang meliputi 3 (tiga) dimensi
utama yaitu: dimensi pertama, bisa menjaga keseimbangan alam, krama, dan kebudayaan
Bali, genuine Bali; dimensi kedua, bisa memenuhi kebutuhan, harapan, dan
aspirasi krama Bali dalam berbagai aspek kehidupan; dan dimensi ketiga,
merupakan manajemen resiko atau risk management, yakni memiliki kesiapan
yang cukup dalam mengantisipasi munculnya permasalahan dan tantangan baru dalam
tataran lokal, nasional, dan global yang akan berdampak secara positif maupun
negatif terhadap kondisi di masa yang akan datang.
Guna melaksanakan visi tersebut, diperlukan politik
legislasi yaitu sebanyak 36 peraturan yang meliputi sebanyak 13 peraturan daerah
dan 23 peraturan gubernur. Sampai saat ini, telah diselesaikan sebanyak 8 peraturan
daerah, 3 rancangan peraturan daerah dalam proses fasilitasi di Kemendagri, dan
2 rancangan peraturan daerah yang sedang diproses oleh DPRD Bali. Selain itu,
telah ditetapkan dan diberlakukan sebanyak 23 Peraturan Gubernur Bali.
Peraturan ini diperlukan sebagai dasar hukum untuk menata pembangunan Bali
secara fundamental dan konfrehensif untuk mewujudkan Trisakti Bung Karno.
Munculnya pandemi Covid-19 saat ini, perlu dimaknai sebagai
suatu momentum untuk menuju keseimbangan baru dalam rangka menata pembangunan
Bali dengan menerapkan tatanan kehidupan baru sesuai visi “Nangun Sat Kerthi
Loka Bali”. Dalam konteks Covid-19, Gubernur Bali telah menerapkan ajaran Bung
Karno mengenai konsep gotong-royong, dengan membentuk Satgas Gotong-Royong
berbasis desa adat, yang terbukti sangat efektif dalam menghimpun kekuatan
masyarakat secara bersama-sama dalam menangani pencegahan Covid-19.
Namun, Gubernur juga mengingatkan untuk tidak berhenti hanya
dalam lingkup seminar-seminar dan kegiatan seremonial semata. “Jauh lebih
penting untuk memberikan makna, dengan merealisasikan ide, gagasan, dan
cita-cita Bung Karno.
Tri Sakti Bung Karno dalam Visi ‘’Nangun Sat Kerthi Loka Bali’’
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, AA Gede Oka
Wisnumurti yang hadir selaku narasumber menyebut gagasan berdikari yang
dicetuskan Bung Karno dalam pidato kenegaraannya di tahun 1964 sangat relevan
dengan keberadaan lembaga desa adat. “Bung Karno tegas menyatakan Indonesia
tidak condong ke kapitalis atau komunis dalam (era, red) perang dingin, namun
punya ideologinya sendiri yakni Pancasila. Bahwa Indonesia bukan boneka, bahkan
bukan kacung, kita negara merdeka dan bisa menentukan nasib kita sendiri,”
jelasnya.
Ideologi tersebut lebih dipertajam lagi melalui visi
pembangunan Bali “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” oleh Gubernur Koster yang
tercermin melalui penguatan desa adat dengan makin diperkuat lewat Perda Nomor
4 Tahun 2019. “Desa adat dalam tata kelolanya punya kemandirian yang luar
biasa, hampir seperti negara. Ada nilai-nilai yang sangat dihormati, kebijkan,
program kerja, kultur, pola hubungan sosial dan seterusnya. Desa adat jadi
model untuk kedaulatan di bidang politik, basis ideologi yang kuat untuk
mewujudkan cita-cita kebangsaan dan kesejahteraan bersama,” urai Ketua Yayasan
Kesejahteraan Korpri Bali ini.
Dalam kesempatan selanjutnya narasumber kedua Prof. I Wayan
Suparta mengatakan untuk mewujudkan Trisakti Bung Karno yakni berdikari secara
ekonomi maka terlebih dahulu mesti berdaulat pangan di tingkat desa.
“Kedaulatan adalah sebuah sikap yang dipilih Bung Karno untuk tidak mau
dipimpin pihak lain. Indonesia punya kekayaan berlimpah dan kemerdekaannya
dibangun dari kemandirian,” tegas akademisi Pertanian Universitas Udayana ini.
Pangan menurut Prof. Suparta adalah modal dasar yang bisa
mempengaruhi berbagai sektor mulai dari ekonomi hingga politik. “Tidak mungkin
orang lapar bicara politik, bicara ekonomi, dan desa adalah ujung tombak
pangan. Sumber daya alam dan masyarakat desa-lah yang berperan dalam perspektif
kedaulatan pangan tersebut,” katanya.
Bali menurut Prof. Suparta sejatinya sudah menjalankan hal
tersebut sejak dahulu dan bahkan sudah berakar sebagai suatu kearifan lokal.
“Hanya saja kultur pertanian Bali tergerus revolusi hijau lewat penyeragaman
varietas, pupuk, pestisida dan sebagainya. Hasilnya petani kita juga sangat
bergantung dan kehilangan kedaulatannya,” sesalnya.
Hal ini yang menurutnya perlu dibangkitkan kembali dan
sebetulnya telah terlihat dalam visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” yang di
dalamnya terkandung pula poin-poin mengenai kedaulatan pangan. “Dan harus
disadari pula, kultur pertanian di Bali tak hanya melulu soal pangan dan
ekonomi tapi juga memberikan vibrasi unik dan eksotis yang bisa mengundang
orang untuk berkunjung ke Bali,” terangnya.
Terkait kebudayaan, Wayan ‘Kun’ Adnyana sebagai narasumber
selanjutnya menyebut budaya sebagai suatu kepribadian membuat kita sebagai
bangsa terhormat dan sejajar dengan bangsa lainnya. “Narasi-narasi kecil sudah
dicontohkan Bung Karno. Contohnya penggunaan peci sebagai identitas bangsa,
atau dengan tegas menyebut ibundanya yang berasal dari Bali sebagai sosok yang
menurunkan darah seni, merupakan sebuah ikhtiar untuk lebih terhormat dan
berdaulat, khususnya di bidang budaya,” papar akademisi yang juga Kadis Kebudayaan
Provinsi Bali ini.
Bali menurut Kun Adnyana, melalui Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan menunjukkan komitmen untuk secara
sistematis menjaga dan menguatkan kebudayaan Bali. “Budaya di sini berperan
membentuk jatidiri, integritas, dan kompetensi kita dalam lingkup kebudayaan
dunia, asas yang sangat sukarnois dan pancasilais. Sebagai sumber pembangunan
karakter, norma masyarakat dari hulu ke hilir, sekala dan niskala,” katanya.
“Kita juga sedang membangun suatu database kebudayaan Bali dengan mengakomodasi
19 objek kebudayaan untuk menjaga ‘varietas’ kebudayaan kita,” pungkasnya.
Dalam webinar yang diikuti 100 peserta, nampak pula Wakil
Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, Ketua DPRD Bali Nyoman Adi
Wiryatama, Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra dan sejumlah kepala
OPD di lingkup Pemprov Bali. (*/gs)