Denpasar, baliilu.com
– Sebagai bapak pendiri bangsa (founding father), oleh rakyat Indonesia Ir.
Soekarno lebih dikenal dengan nama Bung Karno. Namun, sang Proklamator
Kemerdekaan RI ini juga diketahui sebagai seorang wartawan. Demikian terungkap
dalam sebuah obrolan bersama para jurnalis saat peringatan Hari Lahir Bung
Karno ke-119 di Museum Agung Bung Karno Renon Denpasar, Sabtu (6/6-2020).
Pembina Yayasan Kepustakaan Bung Karno Gus Marhaen
mengatakan, Ir. Soekarno memiliki pengalaman dan kesan yang istimewa terhadap
profesi wartawan.
“Persatuan Wartawan Indonesia lahir atas restu Bung
Karno. Jaman Bung Karno juga tak ada pembredelan terhadap karya-karya
jurnalistik,” ungkap Gus Marhaen yang menggunakan peci ala Putra sang
Fajar.
Gus Marhein menjelaskan peran wartawan di era presiden
pertama RI ini sangat strategis. Setiap kegiatan wartawan seperti pelatihan
seminar, simposium dan workshop, tokoh penggali Pancasila ini selalu hadir
memberikan sambutan dan semangat dalam orasinya.
“Menulis itu gampang tapi memahami itu yang sulit.
Menjadi wartawan itu harus berkualitas dan berintegritas,” demikian
kutipan pidato Bung Karno yang masih kuat dalam ingatan Gus Marhaen.
Ia menambahkan pesan orator ulung tersebut pada Kongres
Wartawan Tahun 1947 di Solo Jawa Tengah, dimana insan pers memberi gelar
kehormatan “Wartawan Agung” , karena dalam sejarah perjuangan pernah
menjadi wartawan Koran Pemandangan dan Redaktur Pelaksana Koran Jawa Sentota.
“Dedikasi Bung Karno kepada bangsa dan negara, baik
dalam pemikiran maupun karya dan perjuangannya sangat luar biasa. Tidak heran
rakyat Indonesia menyebut beliau sang Proklamator, Bapak Bangsa, dan juga
sering disebut penyambung lidah rakyat Indonesia. Implementasi dari ajaran Bung
Karno adalah Pancasila dengan mengedepankan asas gotong-royong,” ungkap Gus Marhein seraya menegaskan jika eka
sila gotong-royong dibumikan maka selesai republik ini.
Selanjutnya awak media yang hadir di museum berarsitektur
Bali didominasi bata merah ini diajak berkeliling hingga ke lantai 2, melihat
ribuan koleksi dokumen kuno semasa perjuangan kemerdekaan RI tahun 1945 dan
dijelaskan tentang benda-benda bersejarah terkait dengan Bung Karno. Di museum
ini ada sekitar 1.450.000 eksemplar buku, 1.145 lukisan, dan jutaan foto-foto
berukuran besar dan kecil.
Lebih lanjut dijelaskan, Soekarno dilahirkan di Surabaya
pada tanggal 6 Juni 1901. Ia merupakan anak dari pasangan Raden Soekemi
Sosrodihardjo dan Nyoman Rai Serimben dari Singaraja, Kab. Buleleng, Bali.
Lahir dengan nama Koesno, Soekarno kecil kerap menderita sejumlah penyakit.
Kedua orangtuanya lantas memutuskan untuk mengganti namanya menjadi Karno atau
Soekarno. “Bung Karno akhirnya tumbuh menjadi seorang ksatria kuat
bagaikan tokoh-tokoh legendaris dalam lakon-lakon dan pertunjukan wayang
Bharata Yudha serta Ramayana,” pungkas Gus Marhaen. (*/gs)