Denpasar,
baliilu.com – Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan Perda Nomor 3 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali telah mendapat persetujuan substansi
dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN
tanggal 20 Januari 2020, serta difasilitasi
dan persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri tanggal 8 Mei 2020, sebagai
jawaban atas Surat Gubernur Bali yang diajukan pada tanggal 28 Januari 2020.
‘’Dengan ditetapkannya Perda ini, Bali telah memiliki
pedoman penataan ruang secara umum, selanjutnya Pemerintah Kabupaten/Kota
se-Bali agar menyesuaikan Perda RTRW Kabupaten/Kota,’’ papar Gubernur Koster yang
didampingi Sekda Dewa Made Indra saat konferensi pers, Jumat (29/5-2020) siang
di gedung Jaya Sabha Denpasar.
Wayan Koster menyampaikan untuk mengatur pelaksanaan pembangunan
daerah Bali sesuai visi Nangun Sat Kerthi
Loka Bali memang sangat membutuhkan tata ruang yang baru sejalan dengan
penataan pembangunan Bali secara fundamental dan komprehensif.
Ditegaskan, seluruh pembangunan di wilayah Bali utama
yang di darat, laut, danau, sungai dan sumber air lainnya harus betul-betul menjadi
perhatian di dalam pelaksanaan pembangunan di Bali. Harus dikendalikan agar
tidak melanggar atau ‘’mematikan’’
bahkan menghentikan kearifan lokal.
Ke depan, pembangunan fasilitas pariwisata misalnya harus
betul-betul terkendali sesuai dengan tata ruang di mana boleh dimana tidak
boleh. Kalau boleh apa yang harus menjadi perhatian di wilayah itu. ‘’Dan ini harus
betul-betul menjadi komitmen bersama dari semua pihak,’’ ujarnya.
Gubernur Koster menegaskan, ke depan tidak boleh lagi ada
yang membangun hotel di pantai, di pesisir. Itu izinnya hanya untuk bangunan
hotel di wilayah tanah yang diizinkan, lantas kemudian seakan-akan menguasai
pantai yang ada di depannya. Bisa melebar jalur melasti ditutup sehingga masyarakat Bali yang harusnya melaksanakan
upacara melasti ke laut menjadi
terganggu. ‘’Ke depan hal-hal begini tidak boleh terjadi lagi,’’ tegas Gubernur
Koster seraya menyatakan tidak boleh meminggirkan, apalagi ‘mematikan’
kepentingan jalannya kearifan lokal di Provinsi Bali.
Gubernur Koster memaparkan Bali dengan luas 559.472,91 ha, terdiri dari 9 kabupaten/kota,
57 kecamatan, 716 desa/kelurahan, dan 1.493 desa adat. Bali tidak memiliki sumber
daya alam yang melimpah, namun memiliki
kekayaan dan keunikan adat istiadat, tradisi, seni dan budaya,
serta kearifan lokal yang
adiluhung sehingga menjadikan Bali sebagai pusat peradaban dunia (Padma Bhuwana).
Dengan kekayaan dan keunikan budaya tersebut, lanjut
Koster, Bali sangat dicintai dan dikenal oleh masyarakat dunia yang telah
mendorong tumbuhnya pariwisata di Bali secara dinamis serta berdampak pada kemajuan
pembangunan secara keseluruhan di Bali.
‘’Dinamika ini perlu diakomodasi dalam ruang wilayah Provinsi Bali agar
pembangunan dapat ditata secara fundamental dan komprehensif untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat,’’ papar Gubernur Koster.
Ruang atau wilayah Provinsi Bali merupakan komponen lingkungan hidup yang
bersifat terbatas dan tidak terperbaharui yang harus dimanfaatkan secara
berkelanjutan sebagai satu kesatuan ruang dalam tatanan yang dinamis
berlandaskan kebudayaan Bali sesuai dengan visi pembangunan daerah Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana
menuju Bali Era Baru.
Sejalan dengan kebutuhan tersebut, Gubernur Koster menegaskan
diperlukan Peraturan Daerah tentang RTRW yang mampu mengakomodasi dinamika kebutuhan tersebut
sehingga diperlukan perubahan Peraturan
Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali
Tahun 2009-2029.
Gubernur yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini menegaskan
penataan ruang wilayah Provinsi bertujuan mewujudkan Ruang wilayah Provinsi
yang berkualitas, aman, nyaman, produktif, berjati diri, berdaya saing, ramah
lingkungan, dan berkelanjutan sebagai pusat pengembangan pariwisata, pertanian,
dan industri berbasis budaya dijiwai oleh filosofi Tri Hita Karana yang
bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi dalam satu kesatuan wilayah, satu
pulau, satu pola, dan satu tata kelola.
Lebih jauh dikatakan, wilayah Provinsi mencakup Ruang
darat, Ruang laut, dan Ruang udara termasuk
Ruang di dalam bumi sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Khusus ruang laut diatur tersendiri dalam Perda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil yang sedang dalam proses
fasilitasi di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Perda tentang RTRW Provinsi Bali yang telah mendapat
persetujuan substansi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN tanggal 20 Januari 2020, serta difasilitasi
dan persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri tanggal 8 Mei 2020, muatannya
secara prinsip meliputi.
1). Tujuan kebijakan
dan strategi penataan ruang wilayah;
2). Rencana struktur ruang wilayah (a). Sistem perkotaan, (b). Sistem jaringan prasarana wilayah, mencakup: (1) Sistem jaringan transportasi: Rencana pembangunan lima ruas jalan TOL, Pembangunan jalan baru dan jalan Short Cut, Pengembangan Pelabuhan Benoa, Pembangunan Pelabuhan Baru dan Pelabuhan Segitiga Emas (Sanur, Nusa Penida, dan Nusa Lembongan), Pembangunan Jaringan Perkeretaapian, Pembangunan Bandar Udara Bali Utara; (2) Sistem jaringan energi meliputi Pengembangan pembangkit listrik (PLT) ramah lingkungan, Penggatian bahan bakar Gas untuk seluruh PLT, Pengembangan jaringan listrik Jawa-Bali melalui kabel bawah laut; (3) Sistem jaringan telekomunikasi meliputi: Peningkatan kehandalan telekomunikasi untuk mendukung Bali Smart Island; (4) Sistem jaringan sumber daya air meliputi: Pelindungan sumber air dengan konsep Sad Kerthi, Pendayagunaan sumber air yang harmoni untuk kebutuhan pertanian dan konsumsi, Penambahan waduk baru; (5) Sistem jaringan prasarana lingkungan dan prasarana lainnya meliputi: Pemerataan penyediaan air minum, Perluasan pengelolaan limbah terpusat, Pengelolaan sampah berbasis sumber dan pengurangan sampah plastik;
3). Rencana pola ruang wilayah meliputi: kawasan lindung dan kawasan budidaya; 4). Penetapan kawasan strategis provinsi; 5). Arahan pemanfaatan ruang wilayah; 6). Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah;
Dengan ditetapkannya Perda ini, Bali telah memiliki
pedoman penataan ruang secara umum, selanjutnya pemerintah kabupaten/kota se-Bali
agar menyesuaikan Perda RTRW kabupaten/kota.
‘’Dalam pelaksanaannya, saya akan mengawasi langsung
dengan menggunakan aparat yang ada. Saya tidak akan mentolerer pelanggaran
terhadap aturan yang telah kita keluarkan. Kalau tidak, Bali ini akan semakin
rusak ke depan. Saya komit untuk itu, tapi pelan-pelan tidak bisa langsung
tembak sekaligus,’’ ujar Koster.
Momentum munculnya kasus pandemi Covid-19 ini adalah
proses untuk menuju tahapan pelaksanaan Bali era baru. Inilah momentum untuk
menata keseluruhan aspek pembangunan di Bali dengan prinsip baru, dengan
pendekatan baru, dengan regulasi baru, dan juga dengan kebersamaan yang harus kita
jalankan di Bali. (gs)