Badung, baliilu.com – Kepala Inspektorat Provinsi Bali I Wayan Sugiada menegaskan pungli merusak sendi masyarakat dan negara. Pungli adalah pungutan di tempat yang sebenarnya tidak ada biaya dan tidak sesuai ketentuan, atau pungutan tanpa dasar hukum.
Karena itu dalam upaya
pencegahan, Tim Saber Pungli hadir untuk melakukan pencegahan
terjadinya pungli, dengan dasar hukum Instruksi Mendagri hingga Keputusan
Gubernur. Dan juga sesuai arahan
Presiden, dimana pemberantasan korupsi yang di dalamnya termasuk pungli jadi prioritas utama.
Hal itu dikatakan Sugiada saat Sosialisasi Saber Pungli Inspektorat Bali di Kabupaten Badung di ruang Kerta Gosana, Pusat Pemerintahan Badung, Kamis (12/3-2020) pagi. Kegiatan tersebut diinisiasi Tim Unit Pemberantasan Pungutan liar (UPP) Provinsi Bali bersinergi dengan UPP kabupaten/kota se-Bali.
Sugiada menegaskan ada 7 area yang rawan pungli. Di antaranya masalah perijinan, bansos dan hibah, kegiatan fiktif, jual beli jabatan, pendidikan, dana desa, serta pengadaan barang dan jasa. ‘’Unit pemberantasan pungutan liar ada sebagai upaya pencegahan, sedangkan tindakan lanjutan akan menjadi ranah kepolisian dan kejaksaan,’’ ujar Sugiada.
Sementara itu, Kadis Pemajuan Masyarakat Adat I GAK Kartika Jaya Seputra menyatakan penting
dipahami desa adat di Bali. Sekarang sudah ada landasan hukum lewat perda. Pemprov ingin menguatkan kembali desa
adat, menjadikannya sebagai subyek hukum hingga kucuran dana 122 desa adat di Badung juga termasuk.
‘’Desa adat kita, diakui negara lewat UUD 1945 Pasal 18 B yang mengakui
kesatuan hukum adat beserta hak-haknya. Dikuatkan Perda No. 4/2019. Sudah otonom sebenarnya ada wilayah, struktur pemerintahan, krama, harta,
dll. Desa adat berhak mengatur rumah tangganya, namun tetap sesuai peraturan perundangan,’’ ujarnya.
Desa adat, Jaya Seputra mengingatkan mohon diperhatikan
kewenangan dan tugasnya. Jangan malah sewenang-wenang mencampuradukkan kewenangan, mana yang patut dan
tidak. Pasal 24 dan 25 di Perda No. 4/2019 wajib dibaca dan dipahami. Kalau
tidak akan ada kecenderungan sewenang-wenang.
Lebih lanjut
dijelaskan, tentang dudukan (pungutan) harus ada
kesepakatan. Ada komunikasi yang dibangun desa adat dengan krama tamiu dan tamiu. Sedangkan dana punia adalah sumbangan sukarela. Ini adalah
pendapatan lain-lain desa adat yang pas.
Jaya Seputra juga
meminta agar membangun komunikasi yang baik dengan krama
tamiu. Berapa
besaran dan kepatutannya, tata kelola harus jelas, dibuat perarem jelas, petugas pemungut dudukan dengan identitas dan surat penugasan harus lengkap. Ke depan semua
awig-awig dan pararem harus didaftarkan ke dinas PMA,
setelah mendapat surat keterangan majelis desa adat.
Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa mengucapkan terimakasih
atas pelaksanaan kegiatan yang baik ini, agar bisa dimengerti dan
dijalankan oleh para perangkat desa, prajuru dan pihak lain yang terkait.
Melalui sosialisasi saber
pungli ini Pemkab Badung memperoleh tuntunan dalam
menyikapi pungli. Kepada pemerintah dan prajuru desa agar tidak melakukan pelanggaran.
‘’Masih banyak yang belum paham benar tentang apa yang disebut pungli.
Sering didengar, namun masih banyak yang belum mengerti secara utuh, apalagi
para prajuru kita di desa-desa. Mudah-mudahan bisa dijelaskan dengan baik, kepada para klian, perangkat
desa, yang sudah mengabdi di masyarakat,
ngayah, sama sekali tidak ada niatan
untuk melawan hukum. Adanya pelanggaran murni karena belum ada pengertian yang
baik,’’ terang Suiasa seraya
menambahkan lebih mengutamakan pencegahan dan pembinaan. (*/balu1)