Denpasar, baliilu.com
– Orangtua dari zaman ke zaman selalu dituntut untuk terus mendidik anak mereka
sesuai dengan perkembangan terkini. Begitu juga di era informasi 4.0 yang serba
mengandalkan teknologi ini, maka orangtua juga dituntut untuk selalu
mempelajari teknologi agar mampu mengimbangi dan menuntun anak-anak mereka.
Demikian disampaikan Ny. Putri Koster dalam acara webminar
yang diselenggarakan Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI), Minggu (12/7-2020)
di Denpasar.
Dalam acara yang menghadirkan pembicara Prof. IBG Yudha
Triguna, MS, seorang dosen dan Guru Besar Universitas Hindu Indonesia (Unhi)
tersebut, pendamping orang nomor satu di Bali itu juga mengatakan saat ini
anak-anak telah mengenal gadget saat masih dalam kandungan.
“Bayangkan saat kandungan orangtua sudah mengenalkan gadget
dengan mendengarkan musik, baru lahir juga sudah kenal gadget dan beranjak
besar dengan gadget,” jelasnya kepada para peserta seminar.
Sehingga menurutnya anak-anak pada masa ini sangat gampang
mempelajari teknologi. Untuk mengimbangi hal itu serta mengontrol, tentu orangtua
juga harus mempelajari teknologi dengan cermat.
Berikutnya, ia mengatakan selain begitu pentingnya
teknologi, namun para orangtua juga tidak boleh melupakan disiplin dan etika
sebagai pondasi yang kuat karakter anak. “Karena bagaimana pun pentingnya
teknologi, jika si anak tidak bisa bijaksana menggunakannya, maka akan
berbahaya. Etika itulah akar dari kehidupan anak-anak kita, dan sebagai orangtua
kita harus merawat akar tersebut,” tuturnya.
Lebih lanjut, Ny. Putri Koster juga mengharapkan agar para
orangtua menjadikan anak-anak sebagai teman, dan mengkomunikasikan segala hal
dengan komunikasi dua arah secara logis.
“Ini bukan saatnya kita mengajarkan anak-anak dengan ancaman
atau tahayul-tahayul, mereka sudah pintar, dan menurut perkembangan zaman
segala hal harus ada penjelasan logisnya,” terangnya.
Akan tetapi, meskipun saat ini perkembangan teknologi begitu
pesat, namun tidak boleh melupakan akar budaya sebagai orang Bali. Dia
menjabarkan hal tersebut bisa dimulai dengan hal-hal kecil seperti istilah khas
masyarakat Bali.
“Kita bisa sebut ninik,
biyang, pekak dan lain-lain. Tidak perlu mengadopsi istilah luar,”
sebutnya.
Bahkan hal tersebut telah menjadi konsen Gubernur Koster dalam
melestarikan adat dengan menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana
Adat Bali dan Pergub Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan
Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali.
Ny. Putri Koster juga mengajak para orangtua milenial untuk
selalu mengajarkan kepercayaan diri dalam artian positif kepada anak-anaknya.
“Jangan sampai ada kata-kata yang menghilangkan kepercayaan diri anak-anak,
seperti kamu bodoh atau kamu tidak bisa. Terus kembangkan bakat dan kepercayaan
diri mereka,” ujarnya mengingatkan.
Karena ia meyakini, jika sudah ada kepercayaan diri dari
keluarga, maka anak-anak akan mempunyai kepercayaan diri dalam pergaulan dan
mengaplikasikan nilai-nilai agama lebih baik lagi.
Sementara Prof. IBG Yudha Triguna, MS sepakat dengan Ny.
Putri Koster bahwa dalam mendidik anak di era milenial ini memang perlu
pendekatan secara logis serta komunikasi dua arah.
Di samping itu ia juga menekankan orangtua milenial harus
mengajarkan anak-anaknya untuk berpikir kritis serta bisa mencari solusi akan
setiap permasalahan yang dihadapi. “Anak-anak sekarang harus diajarkan untuk
selalu berpikir kritis dan menangkap peluang yang ada di sekitarnya,” imbuhnya.
Dalam hal mengajar di rumah, pada era ini menurutnya orangtua
sudah harus meninggalkan sistem lama. Orangtua harus mampu menciptakan kondisi
yang dinamis dan strategis dalam mengkomunikasikan segala hal dengan anak-anak.
“Jangan selalu posisikan orangtua di atas dalam mengajar anak anak. Sejatinya
kita bisa sejajar dan mempelajari suatu hal bersama,” ujarnya.
Orangtua juga diharapkan bisa mengajarkan untuk menata
keperluan anak sejak dini serta pupuk sikap pemimpin. Karena kelak kedua hal
tersebut akan diperlukan dalam lingkungannya. (*/gs)