Denpasar, baliilu.com
– Berbagai elemen di seluruh dunia saat ini sedang berjibaku untuk mendukung
percepatan penanganan Covid-19. Berbagai upaya telah dilaksanakan guna
memaksimalkan pencegahan. Pun demikian, diperlukan dukungan semua pihak,
utamanya masyarakat sehingga pencegahan dapat dimaksimalkan. Langkah
sederhananya dengan menerapkan protokol kesehatan dengan menggunakan masker,
jaga jarak dan rajin cuci tangan.
Ahli Epidemiologi Universitas Udayana Prof. Dr. dr. DN
Wirawan MPH saat diwawancarai Kamis (16/7-2020) menjelaskan pengalaman di
banyak negara di dunia menunjukkan bahwa protokol kesehatan yang paling susah
diatur oleh pemerintah dan diikuti oleh masyarakat adalah kerumunan manusia,
hal ini baik kerumuman kegiatan ekonomi, sosial, agama, dan lain sebagainya.
“Kerumunan ekonomi yang agak menonjol di Denpasar, Bali
maupun Indonesia adalah kerumunan di pasar tradisional baik kerumunan antar
pedagang maupun pembeli, termasuk pasar tumpah dan pedagang bermobil, kondisi
ini wajib mendapatkan perhatian serius, karena adaptasi kebiasaan normal era
baru bukan berarti normal seperti dahulu sebelum ada Covid-19, ada protokol
kesehatan yang harus tetap diterapkan dengan disiplin dan harus menjadi
perhatian bersama, tidak bisa seperti dulu lagi,” jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskan, untuk pasar tradisional, pasar
tumpah dan pedagang bermobil hambatan utamanya adalah karena ruang atau tempat
yang sangat terbatas sedangkan jumlah pedagang sangat banyak. Ini adalah
kendala atau hambatan yang paling pelik dicarikan jalan keluarnya. Dengan
demikian protokol kesehatan yang paling sulit adalah mengatur jarak antarpedagang
dan juga pembeli.
“Terlebih dengan dinyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 bisa
menular melalui udara, maka jarak antar pedagang dan juga pembeli harus lebih
jauh dari yang ditetapkan selama ini,” ulasnya.
Pihaknya mengakui tidak mudah membuat keseimbangan antara
aspek ekonomi dan aspek kesehatan. Bila ruang yang tersedia cukup memadai maka
pengaturan jarak antar pedagang akan lebih mudah. Bila tambahan ruang tidak
memungkinkan maka satu-satunya jalan keluar adalah dilakukan pengaturan oleh
pemerintah, termasuk jika pemerintah menyediakan lokasi yang tidak melanggar
aturan yang berlaku, semisal perda atau aturan hukum lainnya.
Di beberapa tempat di Indonesia, jarak antar-pedagang diisi
pembatas atau partisi. Protokol kesehatan lainnya yang lebih mudah
diimplementasikan adalah mengawasi secara terus menerus pemakaian masker dan face shiled (pelindung muka) bagi
pedagang maupun pembeli.
“Berbagai kebijakan pasti menimbukan pro dan kontra, tetapi
bila tidak diatur maka kerumunan akan tetap terjadi dan wabah Covid-19 tidak
akan ada akhirnya dan masalah yang dihadapi seluruh masyarakat Bali akan
semakin lama karena matinya sektor pariwisata sebagai tumpuan utama
perekonomian Bali hingga saat ini,” jelasnya.
Wirawan menyarankan pengaturan yang bisa dilakukan oleh
pemerintah adalah dengan mencarikan tempat bagi pedagang tumpah dan pedagang
bermobil dan mengatur mereka secara bergiliran untuk berjualan sehingga jumlah
pedagang menjadi lebih sedikit sehingga jarak mereka bisa diatur menjadi lebih
renggang.
“Cara kedua adalah dengan melakukan surveilens di
pasar-pasar tradisional yaitu melakukan test Covid-19 secara berkala sehingga
segera bisa diketahui bila ada pedagang yang terinfeksi virus SARS-CoV-2,
selain cara-cara di atas, saya belum melihat solusi lainnya,” pungkasnya. (*/eka)