Denpasar, baliilu.com – Menanggapi spanduk yang dibentangkan warga masyarakat yang bernuansa menolak rencana pembuatan karantina di sebuah lokasi, Ketua Satgas Penanggulangan Corona Virus Disease (Covid-19) Provinsi Bali Dewa Made Indra sangat menyesalkan sikap masyarakat atau sebagian masyarakat yang melakukan penolakan kepada anak-anak kita sendiri. ‘’Tetapi saya tidak menyalahkan masyarakat, saya mengambil posisi bahwa masyarakat belum mendapatkan pemahaman yang baik, yang utuh tentang Covid-19,” terang Dewa Made Indra menjawab pertanyaan awak media saat konferensi pers, Kamis petang (2/4-2020) di Kantor Kominfos Provinsi Bali, Renon Denpasar.
Dewa Indra mengatakan kepada seluruh masyarakat Bali bahwa para pekerja kapal pesiar (ABK) ini adalah anak-anak
kita. Semuanya
adalah anak-anak kita. Mereka adalah orang-orang yang mencari pekerjaan di luar negeri karena kita tidak
menyediakan lapangan kerja yang cukup kepada mereka. ‘’Seandainya saja Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten/Kota bisa menyediakan
lapangan kerja yang cukup dengan penghasilan yang cukup, saya yakin anak-anak kita tidak akan pergi sampai bekerja jauh
meninggalkan orang tuanya, meninggalkan adiknya bahkan meninggalkan nenek dan kakeknya,’’ ujar Dewa Indra.
Ditegaskan para ABK adalah orang-orang yang bekerja tangguh. Pemerintah menyebut sebagai pahlawan devisa. Mereka juga adalah penopang ekonomi keluarga, mereka adalah orang yang
juga mengambil inisiatif untuk menyelamatkan ekonomi masyarakat Bali dengan
bekerja di luar. Selama ini mereka dibanggakan oleh keluarganya, oleh para orangtuanya
bahkan oleh orang kampung karena mereka bisa mendapatkan pekerjaan di luar
negeri.
Tetapi
hari ini, ungkap Dewa Indra, ketika ada wabah Covid-19, ada sebagian warga masyarakat yang kurang menerima dengan baik
anak-anak kita itu. ‘’Saya ingin mengatakan mereka adalah pahlawan devisa, mereka adalah penopang
ekonomi keluarga, mereka adalah orang-orang yang berinisiatif sendiri mencari pekerjaan
demi banyak orang di Bali. Ketika peristiwa ini terjadi seharusnya kita dengan penuh kesadaran nurani menyambut uluran
tangan anak-anak kita yang pulang. Mereka pulang karena situasi yang tidak memungkinkan mereka untuk
bekerja. Mereka
itu adalah anak kita yang kehilangan pekerjaannya, kalau mereka kehilangan pekerjaannya maka bisa
dipastikan pendapatan mereka untuk
menopang keluarga juga hilang,’’
ujar Dewa Indra.
Ditegaskan kembali, mereka bukan penyakit, mereka juga bukan
pembawa penyakit. Seharusnya masyarakat kita memahami bahwa mereka itu bukan orang lain. ‘’Sesungguhnya saya
sangat menyesalkan sikap masyarakat atau sebagian masyarakat yang melakukan
penolakan kepada anak-anak kita sendiri.Tetapi saya tidak menyalahkan masyarakat, saya mengambil posisi
bahwa masyarakat belum mendapatkan pemahaman yang baik, pemahaman yang utuh
tentang Covid-19,’’ ujar Dewa
Indra.
Dewa Indra menjelaskan
penularan Covid-19 bukan melalui udara tetapi medianya adalah dahak yang keluar dari
mulut, yang
keluar dari hidung mengenai orang-orang dekat, orang yang berada dalam jarak dekat, orang yang terkena itu
tidak memakai masker, tidak rajin mencuci tangan.
Tetapi kalau kita
sedang berada dalam jarak yang jauh, kita rajin mencuci tangan, memakai masker, apalagi kalau orang yang sakit itu sudah menggunakan masker maka tidak
menyebar kemana-mana.
Sesungguhnya, kata Dewa Indra sekali lagi mereka bukan penyakit
dan pembawa penyakit. Hasil tes yang dilakukan selama ini yang dilaksanakan di Bandara Ngurah
Rai maupun tempat karantina negatif,
hanya 1-2 orang yang positif. ‘’Mengapa mereka kita
tolak, karena
karantina bukan
tempat untuk orang-orang yang sakit,
melainkan tempat
untuk menampung anak-anak sementara. Sambil menunggu yang akan kami lakukan, kami memperlakukan anak-anak itu dengan
sebaik-baiknya, baik saat
penjemputan di bandara mengantar ke tempat karantina, kami berikan makanan dan hasil
tes yang diberikan untuk dibawa pulang supaya mereka tidak ditolak oleh
masyarakat. Sekali
lagi, mereka
bukan siapa-siapa, tapi anak-anak kita sendiri,’’
ungkap Dewa Indra.
Dewa Indra menegaskan
karantina bukan tempat orang-orang sakit. Begitu ditemukan positif
akan dibawa
ke rumah sakit. Karantina itu adalah tempat untuk menampung sementara karena mereka
pulang dari luar negeri semuanya sudah membawa health certificate yang menyatakan telah dites
kesehatannya dan dinyatakan negatif.
Tetapi karena kita ingin meyakinkan bahwa mereka
betul-betul sehat, kita harus menjaga maka kami melakukan tes meskipun dari segi regulasi sebenarnya
tidak diatur.
Selain itu, karantina
itu sudah tertutup dengan tembok yang dijaga petugas. Jika masyarakat merasa
khawatir,
takut tentu Satgas sangat memahami, tetapi jangan masuk ke tempat karantina. Bayangkan saja kalau masyarakat di sekitar
karantina merasa takut, bagaimana dengan Satgas dengan
petugas-petugas yang berada di dalam karantina untuk
memberikan pelayanan kepada anak-anak kita, membersihkan tempat tidurnya, memasang sprei, menyiapkan makan, membuang sampahnya, melakukan tes. ‘’Kalau saja itu bisa menyebar dengan udara lebih dulu petugas kami yang kena, bukan masyarakat yang berada di luar. Jadi kalau takut, khawatir jangan masuk ke
tempat karantina, tapi tidak bijak untuk melakukan penolakan karena itu anak kita,’’ imbaunya.
Dewa Indra kemudian membayangkan misalnya ABK
yang pulang itu adalah anak dari warga masyarakat yang melakukan penolakan, apa yang dipikirkan. Di Bali selalu diajarkan
tentang tat twam asi, kamu adalah saya. ‘’Saya
ingin menanyakan di mana itu semua. Jadi mari kita pahami dengan benar siapa anak buah kapal atau pegawai
kapal pesiar ini. Mereka bukan orang siapa-siapa, mereka anak-anak, tidak baik kalau kita menolak mereka. Mereka
juga bukan membawa penyakit. Virusnya tidak akan menyebar ke udara lalu menjangkiti orang-orang yang
jauh. Kalau
begitu cara kerja virus tentu saja petugas yang terkena lebih dulu, tentu TNI Polri yang menjaga pintunya dulu kena,’’ ujar Dewa Indra.
Bahwa
ada sebagian masyarakat yang kemudian melakukan penolakan dengan memasang
spanduk, bagi Dewa Indra karena pemahaman yang kurang lengkap terhadap Covid-19. ‘’Mudah-mudahan
penjelasan saya ini melengkapi pemahaman warga masyarakat kita yang melakukan penolakan dengan
tambahan informasi yang saya sampaikan. Mari kita lapang dada untuk menerima. Ini adalah musibah, tidak baik kalau kita
ingin selamat sendiri. Karantina bagian dari upaya untuk menyelamatkan seluruh masyarakat Bali,’’ harapnya.
Terkait TKI yang pulang dari Malaysia terdampar di Kepulauan Riau, Pemerintah Provinsi Bali sudah
melakukan komunikasi dengan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Luar
Negeri,
Kementerian Sosial dan juga Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Sekarang ada dua kelompok arus besar yang pulang. Pertama adalah
ABK (anak
buah kapal)
pada umumnya bekerja di kapal pesiar,
kemudian yang kedua adalah TKI (tenaga kerja Indonesia).
Kedua
kelompok ini mempunyai karakteristik yang berbeda. ABK bekerja dalam satu perusahaan yang besar
kapal pesiar. Mereka yang bekerja di sebuah perusahaan besar mereka sudah sangat ketat
menerapkan protokol Covid-19. Para ABK yang pulang ini sudah ditangani oleh manajemen kapal pesiar itu
dengan sebaik-baiknya. Mereka dikarantina 14 hari di kapal pesiar. Setelah itu dilakukan tes
untuk memastikan mereka negatif. Setelah dinyatakan negatif mereka
diberikan sertifikat kesehatan oleh otoritas yang berwenang di negara itu kemudian dikoordinasikan
dengan kantor Perwakilan Republik Indonesia.
Berarti mereka ini sebenarnya adalah kelompok yang aman karena
mereka
bekerja di perusahaan yang mengikuti protokol kesehatan dengan baik.
TKI pada umumnya tidak punya dokumen kesehatan. Mereka ini
bekerja sebagai pembantu rumah tangga, asisten rumah tangga, ada yang bekerja di perkebunan
kelapa sawit, dll. Kelompok TKI ini tidak bekerja dalam
perusahaan besar sehingga mereka ini tidak ada yang mengurus karantinanya, pemeriksaan kesehatannya, memberikan sertifikatnya. Inilah yang sekarang
pulang. ‘’Kami tentu sudah mengantisipasinya. Namun TKI asal Bali relatif aman karena sedikit sekali,’’ ujarnya.
Dari
dua kelompok ini, Bali justru menghadapi kepulangan besar untuk ABK, tapi untuk TKI belum ada informasi meskipun kami tetap memonitor. Tapi bagi daerah-daerah
lain Sumatera, Jawa dan NTB, arus pulang yang besar itu adalah
TKI.
Terkait Presiden memutuskan mengizinkan mudik lebaran, Dewa
Indra menandaskan kebijakan Pemerintah Provinsi Bali mengikuti arah kebijakan nasional. Kalau memang kebijakannya
sekarang mengijinkan mudik maka tentu Pemerintah Provinsi Bali akan mengantisipasinya dengan baik. Salah satu yang diperkuat pasti akan
melakukan rapid test.
Tetapi
bagi Bali arus masuk tampaknya tidak terlalu besar, yang terjadi sebaliknya arus keluar. Bagi daerah lain arus
masuknya bisa menjadi besar.
‘’Karena itu kebijakan
pemerintah pusat mengijinkan mudik
dampaknya bagi Bali tidak terlalu signifikan, yang terjadi justru
adalah arus keluar,’’ pungkas Dewa
Indra. (*/gs)