Denpasar, baliilu.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali yang diwakili Komisi I pada Senin, 3 Februari 2025 menerima Kesatuan Penyelamat Tanah Adat atau Kepet Adat Jimbaran yang menyampaikan aspirasi terkait tanah Hak Milik 130 orang yang tergabung dalam lima kelompok Desa Adat Jimbaran yang dikuasai sejumlah Perusahaan Terbatas (PT), yang kini mengajukan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) terhadap sejumlah Perusahaan dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali.
Acara yang berlangsung di wantilan Kantor DPRD Bali ini diterima Wakil Ketua III DPRD Bali Putu Nova Suwi Putra didampingi Ketua Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Budiutama, SH bersama anggota lainnya serta dari pihak eksekutif hadir Kabag Hukum Setda Provinsi Bali dan perwakilan dari BPKAD Provinsi Bali.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Komisi I Budiutama memberi kesempatan kepada Kepet Adat Jimbaran untuk menyampaikan aspirasi. Tiga perwakilan dari Kepet Adat Jimbaran diantaranya I Wayan Bulat, S.H. sebagai penerima Mandat/Koordinator Warga, I Nyoman Wirama, S.H. sebagai Koordinator Kuasa Hukum dan Bendesa Adat Jimbaran menyampaikan aspirasi.
I Wayan Bulat selaku Perwakilan Kelompok Penerima Mandat menyampaikan bahwa pihaknya telah mengajukan Gugatan Perbuatan Melanggar Hukum atau Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) terkait proses perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas lahan/tanah seluas 280 hektar pada tahun 2010 di Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali diduga dilakukan secara melawan hukum. Sebab, ketika diperpanjang, sebagian besar lahan tersebut dalam kondisi terlantar.
“Adanya penyalahgunaan Surat Keputusan Presiden, Menteri, Gubernur Bali dan pejabat lainnya, bahwa lahan tersebut akan digunakan untuk sarana-prasarana kegiatan multilateral yang diselenggarakan pada tahun 2013. Namun, hingga saat ini di lokasi itu tidak ada pembangunan sebagaimana dimaksud,” ucapnya.
Untuk itu, lanjutnya patut diduga perpanjangan HGB dipaksakan, karena sebelumnya ada Surat Penetapan Indikası Tanah Terlantar oleh Badan Pertanahan Nasional, sehingga sepatutnya tanah tersebut dikembalikan kepada pemilik hak-hak lama, bukan justru diperpanjang SHGB.
“Dapat kami sampaikan juga, bahwa kami sedang menempuh upaya hukum Perdata dan Pidana dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat,” kata Wayan Bulat.
Dikatakan lima Perwakilan Kelompok (Class Action) Desa Adat Jimbaran yang tergabung dalam Kepet Adat Jimbaran terdiri dari Penyakap, Waris Penyakap, Pemilik Lama, Krama Desa Adat, dan Krama Subak.
Sementara itu, lanjutnya sejumlah PT yang digugat oleh 5 Perwakilan Kelompok adalah PT JH, PT CTS, Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali, dan PT BR (Greenwoods Group) serta Kantor Pertanahan Kabupaten Badung.
Kuasa Hukum Penggugat, I Nyoman Wirama, S.H., menyebutkan duduk persoalan dalam mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum/ Perwakilan Kelompok ini adalah pada tahun 1994, saat Pemerintah melakukan pembebasan lahan dengan alasan, untuk kepentingan umum.
Namun, pembebasan lahan tersebut dilakukan dengan cara-cara represif dan kekerasan serta menggunakan aparatur negara. Menariknya, pembebasan lahan dengan kekerasan yang awalnya dikatakan untuk kepentingan umum, ternyata ditumpangi kepentingan bisnis pribadi.
Anehnya lagi, lahan para Penggugat yang dibebaskan, justru diterbitkan sejumlah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).

TERIMA ASPIRASI: DPRD Bali yang diwakili Komisi I pada Senin, 3 Februari 2025 saat menerima aspirasi Kepet Adat Jimbaran yang berlangsung di wantilan Kantor DPRD Bali. (Foto: gs)
Sementara, Bendesa Adat Jimbaran I Gusti Made Rai Dirga mengatakan sesungguhnya tanah-tanah di Jimbaran semua adalah tanah kerajaan yang silih berganti dikusai oleh Kerajaan Badung dan Mengwi. Terakhir kali apa yang kita warisi adalah Pura Kahyangan Jagat Ulun Suwi yang didirikan oleh Kerajaan Mengwi. Karena Mengwi adalah kerajaan agraris semua pura ada pekawisan-nya atau sanan-nya. Dalam Awig-awig Desa Adat Jimbaran disebutkan Pura Ulun Suwi memiliki tanah seluas 25 ha yang diyakini karena sampai tahun 1980-an para penggarap masih menyerahkan hasil garapannya kepada desa adat untuk memenuhi aci di Pura Ulun Suwi.
Kemudian tanah garapannya dikuasi oleh negara maka terjadi perubahan mendasar karena adanya petiis sejumlah 35 juta yang diberikan kepada desa adat oleh PT CTS pada tahun 1994. ‘‘Bagi kami ini tidak adil karena saat itu nilai tanah di Jimbaran sekitar 7 juta per are. Kalau 35 juta ekuivalen dengan 5 are. Tapi yang dikuasai PT CTS hampir mencapai 200 hektar. Kami sempat meminta peta bidang apa dasarnya penguasaan tanah itu. Sebagai desa adat kami kecewa ternyata sudah terjadi perubahan dari PT CTS ke PT JH yang lebih panjang yang tidak koordinasi dengan desa adat. Inilah yang kami pertanyakan karena tahun 2000 ketika memperbaiki Pura Ulun Suwi kami kewalahan karena pura sangat besar tetapi pekawisan-nya tidak ada dan tanggung jawabnya 100 persen kami Desa Adat Jimbaran,’’ beber Rai Dirga.
Setelah mendengar aspirasi, Ketua Komisi I DPRD Bali Nyoman Budiutama menyampaikan terimakasih dan memberikan apresiasi kepada Kepet Adat Jimbaran yang kehadirannya menyampaikan aspirasi dengan tenang, aman dan lancar. Budiutama mengatakan bahwa terkait masalah asal-usul tanah yang disampaikan ia menyarankan agar dilengkapi dengan dokumen-dokumen resmi. Pihaknya selanjutnya akan mengkaji dan segera memanggil pihak-pihak terkait yang dipermasalahkan yang disebutkan seperti investor dan dari Badan Pertanahan Provinsi Bali.
‘’Kita segera akan sikapi. Intinya begitu oke apalagi ini kan sudah masuk proses persidangan. Mudah-mudahan dalam waktu dekat kami akan mengadakan rapat dengan pihak-pihak yang bapak ajukan dalam aspirasi,’’ ujar Budiutama.
Wakil Ketua III DPRD Bali Putu Komang Sewi Putra menegaskan bahwa tugas dari rumah rakyat ini adalah menerima aspirasi dan juga memberikan yang terbaik untuk masyarakat. ‘’Dan mudah-mudahan bapak ibu bisa menghasilkan sebuah solusi yang terbaik untuk masyarakat,’’ ucapnya.
Pesan-pesan juga disampaikan oleh anggota dewan di antaranya I Ketut Tama Tenaya yang kini sebagai Ketua Bapemperda DPRD Bali yang menyarankan agar dokumen disiapkan apa yang dibutuhkan Komisi I karena akan segera memanggil pihak-pihak seperti investor, BPN, Kanwil Pertanahan, Biro Hukum, BPKAD semua harus duduk bersama untuk menyelesaikan kasus ini. Bila perlu sampai ke Kementerian harus jalan dan DPRD Bali harus mengawal ini. Pertemuan ini, katanya akan dilaporkan kepada Pj. Gubernur dan Gubenur Bali terpilih.
‘‘Mudah-mudahan tetap solid berjuang jangan mengenal lelah dan kuncinya bersatu aparat, desa adat, desa dinasnya jangan ada yang pro-kontra untuk berjuang untuk anak cucu,‘‘ ujarnya. (gs/bi)