Jika pemedek berkeinginan masuk ke utama mandala Pura Luhur Catur Kanda Pat Sari Pengideran Dewata Nawa Sangha di Jalan Antasura Banjar Pondok Peguyangan Kaja Denpasaar lewat pintu pemedal belakang atau dari arah timur, maka pemedek akan melewati rumah Jro Dewa Niang Mangku, pengempon tunggal pura yang dikenal memiliki struktur bangunan yang unik, berbeda dari pura-pura yang ada di Bali.
Rumah yang
demikian sederhana itu hanya didiami satu keluarga, Dewa Made Suci, Jro Dewa
Niang Mangku dan putranya Dewa Rai Anom. Hanya keluarga inilah yang kini masih
menjadi pengempon setelah ditinggal meninggal
beberapa keluarganya.
Ada tiga
buah pura yang harus dirawat setiap hari yakni Pura Luhur Catur Kanda Pat Sari,
Pura Kawitan yang berada di sebelah timur rumah Jro Mangku dan linggih Bhatara Ibu berupa padma di jaba Pura Dalem Penataran. Hari demi hari Jro Mangku dan keluarga tak
kenal lelah untuk menunaikan kewajiban sebagai pengempon. Bahkan beban terasa berat pun dikerjakan di hari-hari
penting seperti purnama, tilem, atau kajeng kliwon.
PELINGGIH: Mengikuti pengideran Dewata Nawa Sanga
Utamanya saat piodalan di Pura Luhur Catur Kanda Pat Sari yang berlangsung mulai nemu anggara kasih setelah Nyepi yang merupakan piodalan di perantenan, nemu purnama piodalan Hyang Siwa Luhur Kanda Pat Sari lanjut nemu tilem piodalan di tetamanan dan perantenan. ‘’Sudah seringkali kami ngebon bahan-bahan upakara agar piodalan bisa berlangsung,’’ ujar Jro Dewa Niang Mangku, yang didampingi suami dan putranya. Sebagai gambaran satu hari saja saat purnama, Jro Dewa Niang Mangku mesti menghabiskan 1.500 canang.
Terlebih lagi suaminya Dewa Made Suci kini dalam kondisi kurang sehat. Berbagai macam penyakit menggerogoti tubuhnya. Dari penyakit infeksi jantung, radang paru, hingga pembengkakan ginjal di bagian kanan. Begitu juga putranya yang masih dalam kondisi kurang stabil. Syukur jaminan kesehatan nasional cukup membantu proses pengobatan mereka.
MELUKAT: Di depan pelinggih Hyang Brahma biasanya Jro Mangku Niang melakukan pengelukatan
Tidak saja keluarga Jro Dewa Niang Mangku yang terus mengalami musibah, keanehan-keanehan juga terjadi di Banjar Pondok. Seperti peristiwa kematian beruntun, hubungan warga yang kurang harmonis dll yang kemudian menuntun warga Banjar Pondok memohon petunjuk. Akhirnya dikabulkan dengan nangiang kembali Sesuhunan Ratu Mas Meketel mepelawatan rangda yang diiringi tari Legong Dedari yang sempat selama 60 tahun tidak pernah napak pertiwi. Sudah dua kali sesuhunan Ratu Ayu Mas Meketel napak pertiwi pada April 2018 dan September 2019.
Sejak
itulah, pelan-pelan warga masyarakat dari berbagai tempat datang ngaturang
punia. Termasuk raja Solo yang ikut menyumbang ketika melakukan pemugaran pelinggih namun tidak mengubah bentuk
aslinya. Dari pihak pemerintaah kota Denpasar pun juga memberikan sumbangan
yang digabungkan dengan bantuan masyarakat sehingga berdiri balai pesandekan sebagai tempat peristirahatan
pemedek.
Pura Luhur Catur
Kanda Pat Sari dengan sesolahan Legong Dedarinya kini semakin dikenal
masyarakat. Tidak saja oleh warga setempat tetapi juga dari berbagai daerah
Bali, Semarang, Madura, Jawa sampai Kalimantan.
Mereka
datang dengan tujuan beragam. Ada untuk tujuan melukat, bermeditasi, memohon pengobatan, memohon anak, atau
memohon dibukakan saudara empat yang ada dalam diri.
Jro Dewa
Niang Mangku mengatakan biasanya para pemedek
datang pada hari purnama. Jika datang untuk melukat,
banten yang mesti dibawa pejati
dengan 1 bungkak nyuh gadang dan 5 bungkak
nyuh gading jika yang melukat satu
keluarga. Cukup 1 nyuh gadang dan nyuh gading jika sendirian. Sarana banten dilengkapi bunga tunjung merah,
tunjung putih, tunjung ungu, cempaka putih dan cempaka kuning. Dengan sejumlah
dupa sesuai jumlah pengurip dewata nawa sanga.
Proses pengelukatan akan dilakukan di depan pelinggih
Hyang Brahma menghadap ke pelinggih utama
Hyang Siwa. Jika ada suami istri memohon anak, maka permohonannya ditujukan
kepada Sri Begawan yang berupa pelawatan
arca Begawan yang ada di sisi tenggara pelinggih
utama Hyang Siwa.
Saat-saat
hari baik khususnya purnama, imbuh Jro
Mangku, biasanya pemedek banyak yang
melakukan meditasi di pelataran pura. Mereka suntuk duduk semalaman. Di Pura
Luhur ini juga ada sebuah patung untuk memohon hujan atau penerangan. ‘’Kami
tidak pernah memberitahu, tetapi mereka datang,’’ ujar Jro Mangku dalam bahasa
Bali.
Kehadiran para pemedek memang cukup membantu Jro Dewa Niang Mangku dan keluarga dalam menjalankan kewajiban sebagai pengempon tunggal. Tetap merawat dan menjaga keharmonisan alam semesta melalui sujud bakti ke hadapan Hyang Bhatara di Pura Luhur Catur Kanda Pat Sari Pengideran Dewata Nawa Sangha. Namun seiring umur yang semakin menua tentu akan semakin berat beban yang harus dipikul, di tengah suami yang sakit dan putra tunggalnya yang belum jua menemukan jodoh. (Balu1)
Pura Agung Jagatnatha Buleleng saat melakukan upacara melasti pada Selasa (25/3). (Foto: Hms Buleleng)
Buleleng, baliilu.com – Menjelang perayaan Hari Raya Nyepi di Bali pada umumnya, Buleleng pada khususnya, masyarakat beragama Hindu biasanya menggelar berbagai rangkaian upacara. Salah satunya upacara melasti.
Upacara melasti biasanya dilakukan sebelum perayaaan Hari Raya Nyepi yang bertujuan untuk wujud kebersamaan dan ketulusan umat dalam menyucikan diri sebelum memasuki Catur Brata Penyepian.
Ritual ini pun terbilang cukup mengundang banyak masyarakat yang mengikutinya dengan berjalan kaki dari lokasi upacara sampai dengan pantai di tempat daerah itu sendiri.
Pada Nyepi Tahun Caka 1947, Pura Agung Jagatnatha Buleleng saat ini melakukan upacara melasti yang dihadiri langsung Bupati Buleleng, I Nyoman Sutjidra bersama Wakil Bupati Buleleng, Gede Supriatna yang didampingi OPD lingkup Pemkab Buleleng, tokoh masyarakat dan pengempon Pura Agung Jagatnatha Buleleng, pada Selasa (25/3).
Pelaksanaan dari melasti kali ini dimulai dari mendak Ida Bhatara di Catus Pata tepatnya depan Pura Agung Jagatnatha, selanjutnya dilakukan mekalayas di jeroan, kemudian diiring ke Segara Buleleng.
Sesampai di Pura Segara, prosesi dilanjutkan dengan mengusung Ida Bhatara turun ke laut untuk menyentuh air laut yang biasa dikatakan Mekekobok sebagai simbol penyucian, kemudian dilanjutkan dengan rangkaian pecaruan serta persembahyangan bersama, dan kembali lagi ke Pura Agung Jagatnatha untuk dilanjutkan mesineb ke tempat pesucian.
Adapun rute yang dilaluinya, dari Pura Agung Jagatnatha Buleleng Jln. Pramuka lanjut Jln. Ponegoro, Jln. Erlangga sampai di Eks pelabuhan Buleleng. (gs/bi)
HADIRI UPAKARA: Wakil Walikota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa saat menghadiri Upakara Melaspas dan Pasupati Pratima, Pacanangan dan Sri Sedana di Pura Dalem Sudha, Desa Adat Sidakarya, bertepatan dengan Rahina Soma Kliwon, Wuku Wariga, Senin (23/3). (Foto: Hms Dps)
Denpasar, baliilu.com – Wakil Walikota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa menghadiri Upakara Melaspas dan Pasupati Pratima, Pacanangan dan Sri Sedana di Pura Dalem Sudha, Desa Adat Sidakarya, bertepatan dengan Rahina Soma Kliwon, Wuku Wariga, Senin (24/3). Upakara tersebut dilaksanakan setelah proses perbaikan serta renovasi tuntas dilaksanakan.
Hadir dalam kesempatan tersebut, Ketua Komisi III DPRD Kota Denpasar, I Wayan Suadi Putra, Kabag Kesra Setda Kota Denpasar, Ida Bagus Alit Surya Antara, Plt. Camat Denpasar Selatan, Komang Pendawati, serta krama Desa Adat Sidakarya. Dalam kesempatan tersebut, Wawali Arya Wibawa turut mengikuti proses silih asih serangkaian upakara tersebut.
Bendesa Adat Sidakarya, I Ketut Suka saat diwawancarai menjelaskan bahwa Upakara Melaspas dan PasupatiPratima, Pacanangan dan Sri Sedana di Pura Dalem Sudha, Desa Adat Sidakarya ini dilaksanakan setelah proses perbaikan tuntas dikerjakan. Dimana, upakara melaspas dan pasupati ini dilaksanakan guna melengkapi rangkaian proses agar Ida Bhatara kembali berstana di Pratima dan Pacanangan tersebut.
Dikatakannya, upakara ini merupakan wujud sradha dan bhakti krama Desa Adat Sidakarya kepada Ida Bhatara Sesuhunan. Hal ini tentunya diharapkan dapat memberikan anugerah kesejahteraan, kesehatan serta kemakmuran bagi seluruh krama desa.
“Semoga melalui upacara ini krama Desa Adat Sidakarya selalu dalam lindungan Tuhan, dan diberikan anugerah kemakmuran serta kerahayuan,” ujarnya.
Wakil Walikota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa dalam kesempatan tersebut mengatakan, Upakara Melaspas dan Pasupati Pratima, Pacanangan dan Sri Sedana di Pura Dalem Sudha, Desa Adat Sidakarya ini merupakan momentum bagi seluruh masyarakat untuk selalu eling dan meningkatkan srada bhakti kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa. Sehingga menjadi sebuah momentum untuk menjaga keharmonisan antara parahyangan, palemahan, dan pawongan sebagai impelementasi dari Tri Hita Karana.
“Dengan pelaksanaan upakara ini mari kita tingkatkan rasa sradha bhakti kita sebagai upaya menjaga harmonisasi antara parahyangan, pawongan, dan palemahan sebagai impelementasi Tri Hita Karana,” ujar Arya Wibawa. (eka/bi)
HADIRI UPACARA: Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan, saat menghadiri Upacara Pitra Yadnya Pengabenan lan Memukur Kolektif Kusa Pernawa yang berlangsung di Desa Adat Manistutu, Kecamatan Melaya, pada Rabu (19/3/2025). (Foto: Hms Jembrana)
Jembrana, baliilu.com – Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan, turut serta menghadiri Upacara Pitra Yadnya Pengabenan lan Memukur Kolektif Kusa Pernawa yang berlangsung di Desa Adat Manistutu, Kecamatan Melaya, pada Rabu (19/3/2025). Upacara yang penuh makna ini juga meliputi kegiatan Atma Wedana Nyekah Massal, diikuti oleh 55 sawa yang melaksanakan mukur dan mungkah, sedangkan untuk ngelungah diikuti 59 peserta.
Dalam kesempatan tersebut, Bendesa Desa Adat Manistutu I Wayan Reden menyampaikan rasa terima kasih kepada pemerintah daerah, khususnya kepada Bupati Jembrana, atas dukungan yang telah diberikan. “Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan, sehingga upacara ini bisa berjalan dengan lancar. Semua ini juga berkat dukungan dari Bapak Bupati Jembrana,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Kembang Hartawan memberikan apresiasi tinggi kepada krama Desa Adat Manistutu atas semangat persatuan yang mereka tunjukkan dalam melaksanakan upacara tersebut. “Saya menghargai semangat kebersamaan yang ditunjukkan oleh krama desa dalam melaksanakan Upacara Pitra Yadnya ini. Semoga prosesi ini terlaksana dengan ikhlas yang tulus,” katanya.
Lebih lanjut, Bupati Kembang berharap agar semua keluarga yang terlibat dalam upacara ini dapat melaksanakan rangkaian acara dengan penuh rasa tanggung jawab sebagai wujud bhakti kepada leluhur. “Saya berharap rangkaian upacara ini dapat berjalan dengan lancar, serta memberikan manfaat bagi kita semua, sesuai dengan harapan bersama,” tambah. (gs/bi)