Thursday, 27 March 2025
Connect with us
https://www.baliviralnews.com/wp-content/uploads/2022/06/stikom-juni-25-2022.jpg

BUDAYA

Lindungi Pura, Pratima dan Simbol Keagamaan, Gubernur Koster Terbitkan Pergub Nomor 25 Tahun 2020

BALIILU Tayang

:

de
GUBERNUR KOSTER, Membacakan Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2020 tertanggal 10 Juli 2020.

Denpasar, baliilu.com – Dalam rangka meningkatkan  sradha  dan  bhakti  sesuai dengan  ajaran agama Hindu, menjaga kemuliaan tempat-tempat suci agama Hindu, guna mewujudkan visi pembangunan daerah  Nangun Sat Kerthi Loka Bali  melalui  Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru, Gubernur Bali Wayan Koster Jumat (10/7-2020) menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2020 untuk melakukan pelindungan terhadap pura, pratima, dan simbol keagamaan umat Hindu.

‘’Pelindungan pura, pratima, dan simbol keagamaan umat Hindu dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan kesucian pura, pencurian  pratima, dan penyalahgunaan simbol keagamaan, mencegah dan menanggulangi kerusakan, pengerusakan, pencurian, penodaan, dan penyalahgunaannya secara niskala-sakala,’’ ungkap Gubernur Koster saat konfrensi pers di Gedung Gajah Jaya Sabha, Denpasar Jumat (10/7-2020). Hadir pada kesempatan tersebut Bandesa Agung Majelis Desa Adat Provinsi Bali Penglingsir Puri Agung Sukahet, Ketua PHDI Provinsi Bali I Gusti Ngurah Sudiana, Sekda Bali Dewa Made Indra, Kadis Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali, dan penyarikan MDA I Ketut Sumarta.

Gubernur Koster menandaskan, Pergub 25/2020 bertujuan untuk mewujudkan pelindungan pura,  pratima,  dan simbol keagamaan berlandaskan aturan hukum secara terpadu dan bersifat niskala-sakala, memfasilitasi pencegahan dan menanggulangi kerusakan, pengerusakan, pencurian, penodaan, dan penyalahgunaan pura, pratima, dan simbol keagamaan umat Hindu secara niskala-sakala.

Dikatakan pelindungan pura,  pratima, dan simbol keagamaan dilakukan dengan cara inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, penyelamatan, dan publikasi.

Gubernur memaparkan, dalam hal pelindungan pura, pura meliputi Pura Sad Kahyangan  merupakan pura utama tempat pemujaan Hyang Widhi Wasa  dalam segala manifestasinya yang terletak di 9 (sembilan) penjuru mata angin di Bali.

Pura Dang Kahyangan merupakan pura tempat pemujaan Hyang Widhi Wasa dalam segala manifestasinya berkaitan dengan perjalanan orang-orang suci di Bali. Pura  Kahyangan Jagat  merupakan pura umum sebagai tempat pemujaan Hyang Widhi Wasa dalam segala manifestasinya. Pura Kahyangan Desa merupakan pura yang disungsung dan diempon  oleh desa adat. Pura  Swagina  merupakan pura yang  penyungsung  dan  pengempon-nya terikat dalam ikatan swagina pada profesi yang sama. Pura Kawitan merupakan pura yang pemuja (penyiwi-nya) terikat oleh ikatan leluhur berdasarkan garis keturunan purusa/pewaris. Sanggah/merajan merupakan tempat persembahyangan keluarga.

Baca Juga  Update Covid-19 (13/7) di Bali, Pasien Sembuh terus Meningkat Tercatat 97 Orang

Dikatakan Gubernur, pengamanan pura dilakukan untuk mencegah kerusakan, pengerusakan, penodaan, dan penyalahgunaan  pura.  Pengamanan pura dilakukan oleh pengempon pura bekerjasama dengan desa adat dan perangkat  daerah. Pengamanan pura dilakukan dengan melestarikan keberadaan pura yang memiliki nilai sejarah dan/atau tinggalan terduga cagar budaya.  Pelestarian dilakukan secara proaktif oleh  pengempon  atau masyarakat dengan melaporkan keberadaan pura yang memiliki nilai sejarah dan/atau tinggalan terduga cagar budaya  kepada instansi yang  terkait.  Setiap orang beragama Hindu dapat ikut serta dalam melakukan pengamanan pura setelah mendapat persetujuan dari pengempon pura, desa adat dan perangkat daerah. Pemeliharaan pura dilakukan untuk mencegah  cuntaka atau sebel, kerusakan, alih fungsi, dan/atau musnahnya pura. 

Pemeliharaan pura dilakukan dengan cara  mencegah cuntaka/sebel;  menjaga nilai kesucian pura;  menggunakan tri mandala pura sesuai fungsi keagamaan, pendidikan, dan sosial  budaya; menjaga keanekaragaman  arsitektur  pura;  menjaga lingkungan pura yang bersih, sehat, hijau, dan indah; dan  menggunakan sarana dan prasarana yang tidak berasal dari plastik sekali  pakai.

Cuntaka  atau  sebel  dicegah dengan  cara  melarang setiap orang yang dalam keadaan cuntaka atau  sebel memasuki pura; melarang setiap orang yang tidak berhubungan langsung dengan suatu upacara, persembahyangan,  piodalan dan/atau kegiatan pelindungan pura memasuki pura;  dan memasang  papan pengumuman mengenai larangan.

Penyelamatan pura dilakukan dengan cara revitalisasi dan restorasi. Revitalisasi dilakukan dengan cara membangun atau memelihara kembali pura yang telah atau hampir hilang, sekurang-kurangnya dengan cara menggali atau mempelajari kembali berbagai data pura yang telah atau hampir hilang; mewujudkan  kembali pura yang telah atau  hampir  hilang;  dan  mendorong kembali penggunaan dan fungsi  pura  yang  telah atau hampir hilang. Restorasi dilakukan dengan cara mengembalikan atau memulihkan pura ke keadaan semula. Ditegaskan, tempat ibadah umat beragama lain  juga mendapat hak pelindungan.

Baca Juga  Libatkan PKK, Kelurahan Sesetan Gelar Sosialisasi dan Pasang Stiker Wajib Masker

Perihal tentang pelindungan pratima, gubernur memaparkan pratima berupa pecanangan  merupakan perwujudan (pelawatan) Ida Bhatara/Dewa Dewi sesuai dengan nama dan fungsi pura, berupa Singa Ghana, Bawi Serenggi, Mina, Macan Bersayap, dan sejenisnya. Arca merupakan perwujudan (pelawatan)  Ida Bhatara/Dewa Dewi sesuai dengan nama dan fungsi pura dengan bahan logam mulia, batu mulia, kayu prabhu, uang kepeng berupa Bhatara/Dewa Dewi.  Wahana  merupakan kendaraan (pelinggihan)  Ida Bhatara/Dewa Dewi sesuai dengan yang dipuja.

Pengamanan  pratima  dilakukan untuk mencegah kerusakan, pengerusakan, dan pencurian  pratima.  Untuk mencegah kerusakan dilakukan dengan  cara merawat  pratima  secara berkelanjutan  niskala-sakala;  dan  menempatkan pratima  pada tempat yang  sesuai.  Untuk mencegah pengerusakan dan pencurian dilakukan dengan cara menjaga keberadaan pratima dengan menggunakan sarana tradisional dan/atau modern; dan menempatkan pratima di rumah salah  seorang pengempon atau pemangku sesuai tradisi setempat.

Pemeliharaan  pratima  dilakukan untuk  mencegah  kerusakan dan mempertahankan kesucian  pratima.  Pemeliharaan  pratima  dilakukan dengan cara:  merawat  pratima  sesuai bentuk dan  fungsinya; memfungsikan  pratima sesuai perwujudan serta situs; dan menjaga nilai kesucian pratima.

Penyelamatan  pratima  dilakukan dengan cara revitalisasi dan restorasi. Revitalisasi dilakukan dengan cara membuat kembali  pratima  sesuai dengan bentuk, fungsi, dan makna  semula.  Restorasi dilakukan dengan cara mengembalikan atau memulihkan pratima sesuai dengan keadaan dan kondisi semula.

Tentang pelindungan simbol keagamaan umat Hindu, Gubernur menjelaskan simbol keagamaan  umat Hindu  meliputi aksara  suci,  gambar,  istilah dan ungkapan keagamaan; arca, prelingga; wahana; dan uperengga.

Aksara suci paling sedikit  meliputi:  omkara;  krakah  modre;  tri  aksara; panca aksara; dan dasa aksara.  Gambar paling sedikit meliputi:  Acintya;  gambar  Dewata Nawa Sanga;  dan gambar Dewa Dewi.

Baca Juga  Sosialisasi Pilwali, Rai Iswara Ajak Masyarakat Sukseskan Tahapan Pilkada 2020

Istilah dan ungkapan keagamaan merupakan  istilah dan ungkapan keagamaan yang diyakini mengandung makna kesucian sesuai dengan sastra agama. Arca merupakan simbol Dewa Dewi.  prelingga  merupakan perwujudan Dewa Dewi yang terbentuk secara alami. Wahana merupakan bentuk kendaraan Dewa Dewi. Uperengga merupakan perlengkapan upacara keagamaan.

Pengamanan simbol keagamaan dilakukan untuk mencegah kerusakan, pengerusakan, pencurian, penodaan, dan penyalahgunaan simbol keagamaan. Pengamanan simbol keagamaan dilakukan dengan cara menggunakan simbol keagamaan secara baik dan benar, menjaga simbol keagamaan untuk mencegah kerusakan, pengerusakan,  pencurian, penodaan, dan penyalahgunaan,  dan  melaporkan pengerusakan, pencurian, penodaan, dan penyalahgunaan simbol keagamaan kepada perangkat daerah dan/atau aparat hukum.

Pemeliharaan simbol keagamaan dilakukan untuk mencegah kerusakan, penodaan, dan penyalahgunaan simbol  keagamaan.  Pemeliharaan simbol keagamaan dilakukan dengan  cara memfungsikan simbol keagamaan sebagaimana  mestinya,  menjaga nilai kesucian simbol keagamaan,  dan merawat simbol keagamaan.

Penyelamatan simbol keagamaan dilakukan dengan cara revitalisasi dan restorasi.  Revitalisasi dilakukan dengan cara membangun atau membuat kembali simbol keagamaan yang telah atau  hampir musnah paling sedikit dengan  cara  menggali  atau mempelajari kembali berbagai data simbol keagamaan yang telah atau hampir  musnah;  mewujudkan kembali simbol keagamaan yang telah atau hampir musnah; dan  mendorong kembali penggunaan simbol keagamaan yang telah atau hampir  musnah.  Restorasi dilakukan dengan cara mengembalikan atau memulihkan simbol keagamaan ke kondisi dan keadaan semula. (gs)

Advertisements
nyepi dprd badung
Advertisements
iklan fisioterapi
Advertisements
itb stikom
Advertisements
iklan

BUDAYA

Upacara Melasti, Sucikan Diri Sebelum Perayaan Hari Raya Nyepi

Published

on

By

melasti pura jagatnatha buleleng
Pura Agung Jagatnatha Buleleng saat melakukan upacara melasti pada Selasa (25/3). (Foto: Hms Buleleng)

Buleleng, baliilu.com – Menjelang perayaan Hari Raya Nyepi di Bali pada umumnya, Buleleng pada khususnya, masyarakat beragama Hindu biasanya menggelar berbagai rangkaian upacara. Salah satunya upacara melasti.

Upacara melasti biasanya dilakukan sebelum perayaaan Hari Raya Nyepi yang bertujuan untuk wujud kebersamaan dan ketulusan umat dalam menyucikan diri sebelum memasuki Catur Brata Penyepian.

Ritual ini pun terbilang cukup mengundang banyak masyarakat yang mengikutinya dengan berjalan kaki dari lokasi upacara sampai dengan pantai di tempat daerah itu sendiri.

Pada Nyepi Tahun Caka 1947, Pura Agung Jagatnatha Buleleng saat ini melakukan upacara melasti yang dihadiri langsung Bupati Buleleng, I Nyoman Sutjidra bersama Wakil Bupati Buleleng, Gede Supriatna yang didampingi OPD lingkup Pemkab Buleleng, tokoh masyarakat dan pengempon Pura Agung Jagatnatha Buleleng, pada Selasa (25/3).

Pelaksanaan dari melasti kali ini dimulai dari mendak Ida Bhatara di Catus Pata tepatnya depan Pura Agung Jagatnatha, selanjutnya dilakukan mekalayas di jeroan, kemudian diiring ke Segara Buleleng.

Sesampai di Pura Segara, prosesi dilanjutkan dengan mengusung Ida Bhatara turun ke laut untuk menyentuh air laut yang biasa dikatakan Mekekobok sebagai simbol penyucian, kemudian dilanjutkan dengan rangkaian pecaruan serta persembahyangan bersama, dan kembali lagi ke Pura Agung Jagatnatha untuk dilanjutkan mesineb ke tempat pesucian.

Adapun rute yang dilaluinya, dari Pura Agung Jagatnatha Buleleng Jln. Pramuka lanjut Jln. Ponegoro, Jln. Erlangga sampai di Eks pelabuhan Buleleng. (gs/bi)

Advertisements
nyepi dprd badung
Advertisements
iklan fisioterapi
Advertisements
itb stikom
Advertisements
iklan
Baca Juga  Sidang Paripurna DPRD Denpasar, Seluruh Fraksi Setujui Pertanggungjawaban APBD 2019
Lanjutkan Membaca

BUDAYA

Wawali Arya Wibawa Hadiri ‘’Upakara Melaspas’’ dan ‘’Pasupati Pratima’’ di Pura Dalem Sudha Sidakarya

Published

on

By

wawali arya wibawa
HADIRI UPAKARA: Wakil Walikota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa saat menghadiri Upakara Melaspas dan Pasupati Pratima, Pacanangan dan Sri Sedana di Pura Dalem Sudha, Desa Adat Sidakarya, bertepatan dengan Rahina Soma Kliwon, Wuku Wariga, Senin (23/3). (Foto: Hms Dps)

Denpasar, baliilu.com – Wakil Walikota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa menghadiri Upakara Melaspas dan Pasupati Pratima, Pacanangan dan Sri Sedana di Pura Dalem Sudha, Desa Adat Sidakarya, bertepatan dengan Rahina Soma Kliwon, Wuku Wariga, Senin (24/3). Upakara tersebut dilaksanakan setelah proses perbaikan serta renovasi tuntas dilaksanakan.

Hadir dalam kesempatan tersebut, Ketua Komisi III DPRD Kota Denpasar, I Wayan Suadi Putra, Kabag Kesra Setda Kota Denpasar, Ida Bagus Alit Surya Antara, Plt. Camat Denpasar Selatan, Komang Pendawati, serta krama Desa Adat Sidakarya. Dalam kesempatan tersebut, Wawali Arya Wibawa turut mengikuti proses silih asih serangkaian upakara tersebut.

Bendesa Adat Sidakarya, I Ketut Suka saat diwawancarai menjelaskan bahwa Upakara Melaspas dan Pasupati Pratima, Pacanangan dan Sri Sedana di Pura Dalem Sudha, Desa Adat Sidakarya ini dilaksanakan setelah proses perbaikan tuntas dikerjakan. Dimana, upakara melaspas dan pasupati ini dilaksanakan guna melengkapi rangkaian proses agar Ida Bhatara kembali berstana di Pratima dan Pacanangan tersebut.

Dikatakannya, upakara ini merupakan wujud sradha dan bhakti krama Desa Adat Sidakarya kepada Ida Bhatara Sesuhunan. Hal ini tentunya diharapkan dapat memberikan anugerah kesejahteraan, kesehatan serta kemakmuran bagi seluruh krama desa.

“Semoga melalui upacara ini krama Desa Adat Sidakarya selalu dalam lindungan Tuhan, dan diberikan anugerah kemakmuran serta kerahayuan,” ujarnya.

Wakil Walikota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa dalam kesempatan tersebut mengatakan, Upakara Melaspas dan Pasupati Pratima, Pacanangan dan Sri Sedana di Pura Dalem Sudha, Desa Adat Sidakarya ini merupakan momentum bagi seluruh masyarakat untuk selalu eling dan meningkatkan srada bhakti kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa. Sehingga menjadi sebuah momentum untuk menjaga keharmonisan antara parahyangan, palemahan, dan pawongan sebagai impelementasi dari Tri Hita Karana.

“Dengan pelaksanaan upakara ini mari kita tingkatkan rasa sradha bhakti kita sebagai upaya menjaga harmonisasi antara parahyangan, pawongan, dan palemahan sebagai impelementasi Tri Hita Karana,” ujar Arya Wibawa. (eka/bi)

Baca Juga  Presiden Serahkan Bantuan Dana Bergulir untuk Koperasi, Tiga di Antaranya dari Bali

Advertisements
nyepi dprd badung
Advertisements
iklan fisioterapi
Advertisements
itb stikom
Advertisements
iklan
Lanjutkan Membaca

BUDAYA

Desa adat Manistutu Gelar Ngaben Massal, Diikuti 55 Sawa

Published

on

By

ngaben desa manistutu
HADIRI UPACARA: Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan, saat menghadiri Upacara Pitra Yadnya Pengabenan lan Memukur Kolektif Kusa Pernawa yang berlangsung di Desa Adat Manistutu, Kecamatan Melaya, pada Rabu (19/3/2025). (Foto: Hms Jembrana)

Jembrana, baliilu.com – Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan, turut serta menghadiri Upacara Pitra Yadnya Pengabenan lan Memukur Kolektif Kusa Pernawa yang berlangsung di Desa Adat Manistutu, Kecamatan Melaya, pada Rabu (19/3/2025). Upacara yang penuh makna ini juga meliputi kegiatan Atma Wedana Nyekah Massal, diikuti oleh 55 sawa yang melaksanakan mukur dan mungkah, sedangkan untuk ngelungah diikuti 59 peserta.

Dalam kesempatan tersebut, Bendesa Desa Adat Manistutu I Wayan Reden menyampaikan rasa terima kasih kepada pemerintah daerah, khususnya kepada Bupati Jembrana, atas dukungan yang telah diberikan. “Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan, sehingga upacara ini bisa berjalan dengan lancar. Semua ini juga berkat dukungan dari Bapak Bupati Jembrana,” ujarnya.

Sementara itu, Bupati Kembang Hartawan memberikan apresiasi tinggi kepada krama Desa Adat Manistutu atas semangat persatuan yang mereka tunjukkan dalam melaksanakan upacara tersebut. “Saya menghargai semangat kebersamaan yang ditunjukkan oleh krama desa dalam melaksanakan Upacara Pitra Yadnya ini. Semoga prosesi ini terlaksana dengan ikhlas yang tulus,” katanya.

Lebih lanjut, Bupati Kembang berharap agar semua keluarga yang terlibat dalam upacara ini dapat melaksanakan rangkaian acara dengan penuh rasa tanggung jawab sebagai wujud bhakti kepada leluhur. “Saya berharap rangkaian upacara ini dapat berjalan dengan lancar, serta memberikan manfaat bagi kita semua, sesuai dengan harapan bersama,” tambah. (gs/bi)

Advertisements
nyepi dprd badung
Advertisements
iklan fisioterapi
Advertisements
itb stikom
Advertisements
iklan
Baca Juga  Presiden Serahkan Bantuan Dana Bergulir untuk Koperasi, Tiga di Antaranya dari Bali
Lanjutkan Membaca