Denpasar, baliilu.com – Polda Bali melalui Ditreskrimsus berhasil mengungkap penyelundupan 1,8 ton daging ikan ilegal di Pelabuhan Gilimanuk pada 12 November 2024. Hal itu disampaikan oleh Kasubdit IV Ditreskrimsus AKBP Iqbal Sengaji S.I.K., M.Si., didampingi Kabagops AKBP Ns. Ni Nyoman Yuniartini S.Kep., Para Kanit dan Kasubid Penmas Bidhumas Polda Bali AKBP Ketut Ekajaya, S.Sos., M.H., saat konferensi pers di loby Ditreskrimsus Polda Bali pada Jumat (29/11/2024). Iqbal Sengaji menyampaikan, selain tupoksi, penindakan ini merupakan salah satu tindak lanjut Polri mendukung program Astacita Presiden RI.
Iqbal Sengaji memaparkan, untuk TKP terjadi di area pelabuhan Gilimanuk, Melaya, Jembrana, tepatnya di depan pos pemeriksaan. Saat itu polisi mengamankan satu pelaku berinisial SPR, laki-laki 36 tahun, alamat Dusun Gondosari Desa Tamansari Wuluhan Jember, Jatim.
Adapun kronologi kejadian, lanjut Iqbal Sengaji mengungkapkan, pada Selasa, 12 November 2024 sekitar pukul 02.45 Wita di area pelabuhan Gilimanuk Jembrana tepatnya di depan pos pemeriksaan, anggota Ditreskrimsus Polda Bali melakukan pengecekan dan menemukan seseorang berinisial SPR dan HNK, yang mana menurut keterangan dari SPR bahwa yang dikirim tersebut adalah ikan air laut berbagai jenis dan belut sawah dikirim dari Kabupaten Jember Jatim menuju Bali.
Dalam melakukan pengiriman tersebut menggunakan mobil Isuzu Pickup warna putih Nopol P 8323 GG, dan pada saat pengecekan ditemukan 1 (satu) lembar struk pembelian tiket penyeberangan kapal dari Ketapang-Gillimanuk.
Pada saat diintrogasi, SPR dan HNK tidak dapat menunjukkan sertifikat kesehatan dari ikan air laut berbagai jenis dan belut sawah yang dibawa. ‘’Akibat dari kejadian tersebut SPR dan HNK diamankan oleh pihak Ditreskrimsus Polda Bali untuk dilakukan proses pemeriksaan lebih lanjut,’’ ujarnya.
Iqbal Sengaji menjelaskan, modus operandi pelaku yakni untuk melakukan pengiriman daging ikan tersebut dengan menyewa kendaraan roda empat Isuzu pickup berwana putih Nopol P 8323 GG, mencari muatan dengan menghubungi para pemilik ikan. Selanjutnya menaikkan muatan-muatan daging ikan tersebut dengan jumlah total hampir 1,8 ton dan pada saat melaksanakan penyeberangan di pelabuhan Ketapang pelaku tidak menyerahkan sample ikan ke karantina Ketapang guna mengetahui kesehatan ikan yang dibawa pelaku.
Barang bukti yang diamankan yaitu 529 Kg ikan marlin; 546 Kg ikan mahi-mahi, 10 Kg ikan cakal, 27,5 Kg ikan tongkol, 14,5 Kg ikan cakalang, 5,5 Kg ikan barracuda, 161 Kg ikan kembung, 13 Kg ikan campuran, 24 Kg ikan kakap merah, 68,5 Kg ikan tenggiri, 55 Kg ikan kerapu, 199 Kg ikan gogokan, 90 Kg belut sawah, 1 box fiber berwarna biru, 15 box sterofoam berwarna putih, 1 buah terpal berwarna hijau, 1 buah terpal berwarna biru, 1 unit kendaraan roda empat nomor polisi P 8323 GG, merek/type isuzu/phr54u caain1 4×2 mt, jenis mobil barang, model pick up, warna putih, nomor rangka mhcphr54cpj539185, nomor mesin e539185, atas nama Yusuf Qomarul Huda, beserta STNK lembar 1 untuk wajib pajak dan kuncinya; 1 lembar struk pembelian tiket penyeberangan kapal dari Ketapang-Gillimanuk, 1 lembar tiket penyeberangan kapal dari Ketapang-Gilimanuk.
Pasal yang dipersangkakan kepada pelaku yakni Pasal 88 huruf A dan/atau huruf C jo. Pasal 35 ayat (1) huruf A dan/atau pasal 35 ayat (1) huruf C Undang-Undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2019 tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan; Pasal 88 huruf F : setiap orang yang: a. memasukkan atau mengeluarkan media pembawa dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak melengkapi sertifikat kesehatan dari tempat pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat bagi hewan, produk hewan, ikan, produk ikan, tumbuhan dan/atau produk tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1) huruf a; c. tidak melaporkan atau tidak menyerahkan media pembawa kepada pejabat karantina di tempat pemasukan dan tempat pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk keperluan tindakan karantina dan pengawasan dan/atau pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
‘’Adapun dampak yang ditimbulkan terhadap pengiriman ikan tanpa dilengkapi sertifikat karantina sangat berbahaya dari segi kesehatan, ikan yang akan dikirim dari Jawa ke Bali tersebut belum diketahui layak atau tidaknya ikan tersebut untuk dikomsumsi, serta dapat menyebabkan timbulnya penyakit apabila dikomsumsi dan dapat menyebarkan hama penyakit ikan karantina,’’ ungkap AKBP Iqbal. (gs/bi)