RESPONSIF: Ketua DPRD Bangli I Wayan Diar, STT Par dan I Komang Carles, SE serta Ketua PHRI BPC Bangli DR. I Ketut Mardjana usai rapat dengar pendapat yang menelorkan rekomendasi penundaan tarif retribusi di kawasan Kintamani.
Bangli, baliilu.com
– Sehubungan dengan surat bersama perihal permohonan penundaan tarif retribusi
masuki kawasan Kintamani yang dilayangkan Asosiasi Perusahaan Perjalanan
Indonesia (Asita) Bali, Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali, dan
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) BPC Bangli kepada Bupati Bangli tertanggal 14 Februari
2020, yang ditembuskan kepada DPRD Bangli, mendapat respons cepat justru dari
wakil rakyat di Bangli.
Senin, 2 Maret 2020, DPRD Bangli mengundang para pelaku wisata
baik Asita Bali, HPI Bali, PHRI BPC Bangli dalam acara rapat dengar pendapat
yang dipimpin langsung Ketua DPRD Bangli I Nyoman Diar, SST Par, didampingi
Wakil Ketua I Komang Carles, SE, Ketua Komisi II I Ketut Mastrem, Ketua Komisi
III Drs. I Made Natis, MM, I Dewa Gede Suamba Adnyana, SS, SH, Ir. I Nengah
Wasana, Ir. I Gede Tindih, I Ketut Suastika, SH dll.
ASITA DAN PHRI: Sampaikan perkembangan terakhir sutuasi pariwisata di Kintamani
Sementara itu dari pihak Asita, HPI, dan PHRI hadir Ketua PHRI Bangli DR. I Ketut Mardjana, Sekretaris Asita Putu Winastra, Wayan Mantik, Rena, Wayan Winurjaya, Ketut Putranata dll.
Dari rapat dengar pendapat yang berlangsung lebih dari 2
jam, baik pemaparan dari Asita dan PHRI maupun tanggapan dari anggota Dewan mencapai
keputusan bahwa DPRD Bangli segera akan menerbitkan rekomendasi terkait penundaan
tarif retribusi masuki kawasan Kintamani.
DR. I KETUT MARDJANA: Ketua PHRI BPC Bangli
Ketut Mardjana yang berkesempatan sebagai pembicara pertama mewakili PHRI Bangli begitu lugas menyampaikan perihal surat yang dilayangkan kepada Bupati yang sampai saat ini belum mendapat tanggapan. Mardjana menegaskan inti dari surat tersebut pertama, permohonan penundaan pemberlakuan kenaikan tarif retribusi memasuki daerah pariwisata Geopark Batur dan mengkoordinasikan serta mengkonsolidasikan berbagai jenis pungutan yang ada guna menghilangkan kesan mahalnya berpariwisata ke Bangli.
Kedua, meminta Pemkab Bangli menunda pelaksanaan Perbup
37/2019 sampai dengan kondisi pariwisata Bangli kembali kondusif. Ketiga, meminta
Pemkab mengkaji secara hukum penerapan tiket
masuk yang dilaksanakan di jalan raya Denpasar Singaraja melalui Kintamani, serta
keempat, meminta kepada Pemkab Bangli agar setiap kebijakan yang diambil lebih
berpihak kepada pertumbuhan ekonomi rakyat.
Adapun alasan permohonan penundaan tarif retribusi itu, Mardjana
memaparkan sehubungan dengan situasi pariwisata khususnya Bali termasuk
pariwisata Bangli yang saat ini sangat terpuruk sebagai akibat merebaknya virus
corona.
Berbagai langkah sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali
dalam rangka mengantisipasi wabah virus
corona di Bali. Seperti menyiapkan rumah sakit, pelayanan isolasi, termasuk mengeluarkan
surat edaran 556/488/III/Dispar, 27 Januari 2020 yang isinya menghimbau kepada pengusaha
hotel/akomodasi di Bali untuk tidak mengenakan beaya pembatalan kepada agen
perjalanan/wisatawan China. Begitu juga uang muka yang telah dibayarkan oleh
agen perjalanan wisatawan China, kepada hotel/akomodasi tidak dihanguskan karena
pembatalan.
Menyikapi kondisi pariwisata yang sangat memprihantinkan ini,
Pemerintah Pusat pun telah mengambil kebijakaan strategis dalam bentuk insentif
dan stimulus ekonomi. Menteri Perhubungan pada 25 Februari 2020 menegaskan mulai
1 Maret 2020 diberlakukan diskon tiket pesawat sebesar 50 persen ke 10
destinasi wisata di Indonesia termasuk Bali. Begitu juga Menteri Keuangan pada 26
Februari 2020 mengeluarkan kebijakan pembebasan pajak hotel dan restoran selama
6 bulan ke depan, di 10 destinasi wisata, termasuk Bali. Selanjutnya untuk
mengkonvensasi ini pemerintah akan menggelontorkan tambahan anggaran di APBN
kurang lebih sebesar Rp 500 milyar untuk sektor pariwisata, Rp 260 milyar untuk
Angkasa Pura I dan II dan Rp 100 milyar untuk Airnav.
Di tengah gencarnya Pemerintah Pusat dan Provinsi Bali dalam
mengatasi dampak negatif virus corona terhadap pariwisata, juga memberikan insentif
dan stimulus ekonomi dalam upaya mengamankan ekonomi bangsa, sangat disayangkan
Pemkab Bangli sampai saat ini belum mengeluarkan suatu kebijakan yang diharapkan
mampu menyelamatkan pariwisata di Kabupaten Bangli. Bahkan sebaliknya tetap
melaksanakan Perbup 37 Tahun 2019 tentang tarif retribusi yang efektif berlaku
sejak 1 Januari 2020.
Persoalan yang sama juga dikemukakan Putu Winastra, wakil dari Asita Bali. Di mana Winastra menyebutkan Asita memiliki 401 biro perjalanan full member yang membidangi 11 pangsa pasar. Karena itu ia berharap agar pemerintah dalam mengambil kebijakan khususnya di sektor pariwisata agar selalu berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Asita. Karena Asita satu-satunya yang membuat paket wisata sampai ke pelosok-pelosok Bali. ‘’Asita sebagai biro perjalanan yang punya tamu yang kemudian dibawa oleh rekan HPI,’’ ujar Winastra seraya mengingatkan bahwa saat ini 80 anggota biro perjalanana China sudah tutup dan tidak bisa membayar gaji karyawan. Persoalan-persoalan klise seperti penataan parkir, penataan lingkungan, status Bangli yang tidak mempunyai kawasan wisata sehingga tidak ada pengaturan zone juga mengemuka dari pembicara Wayan Mantik, Rena, Winurjaya, dan Putranata.
I KETUT MASTREM: Ketua Komisi 2
Sementara itu, I Ketut Mastrem mendapat kesempatan pertama memberikan tanggapan. Mastrem mengakui dalam kunjungannya diam-diam beberapa hari liburan Kuningan, mengamati di beberapa restoran yang biasanya full mobil kemarin sampai siang hanya ada 3 mobil di parkiran. Ia merasa miris dan menyebut ini bencana pariwisata. Dalam istilah pribadinya, bahwa Pemkab sepatutnya menerapkan konsep suka-duka, saat ramai ikut menikmati begitu juga saat turun ikut juga merasakan. Karena itu, menyikapi kondisi yang terjadi di lapangan, Mastrem menyatakan siap menerbitkan rekomendasi.
WAKIL RAKYAT: Memberikan tanggapan terkait Rapat Dengar Pendapat
Bahkan Ketut Suastika, SH dari Komisi 3 menegaskan terkait tarif retribusi yang melonjak, Dewan agar segera menggelar rapat kerja. ‘’Kalau perlu besok,’’ begitu Suastika seraya menyebutkan tidak layak retribusi naik tanpa ada peningkatan pelayanan. Ia juga mengingatkan bahwa keputusan daerah wajib ada rekomendasi. Dasar kebijakan harus jelas, kalau tentang retribusi semestinya pelaku wisata yang diajak ngobrol.
Hal yang sama juga dilontarkan I Made Natis. Ia menegaskan melihat
kondisi yang terjadi saat ini perlu ada sinergi yang bagus antara komponen pariwisata,
DPRD, dan pemerintah. ‘’Kami sangat perhatian dan setuju DPRD melakukan kajian
dan menerbitkan rekomendasi penundaan retribusi. Sepakat tarif ditunda untuk memberikan
ruang untuk berbenah. Dan semoga cepat pulih dan kembali menggeliat,’’ ujar
Natis.
Terkait fakta pariwisata yang disampaikan PHRI dan Asita, ungkap
Ketua DPRD Bangli I Wayan Diar, STT Par, begitu juga tanggapan dari anggota
Dewan, maka DPRD Bangli akan segera menerbitkan rekomendasi penundaan tarif retribusi
di Kintamani. Paling tidak selaku wakil rakyat, dari fakta itu dibuat kebijakan
sebagai salah satu fungsi DPRD, namun yang eksekusinya adalah pak Bupati. ‘’Tetapi
saya juga memohon ayok kita buka selebar-lebarnya terkait yang terjadi di bangsa
ini khususnya masalah pariwisata di Bangli. Dengan hormat segera bisa
mengevaluasi terkait tarif retribusi di Kintamani,’’ tegas anggota DPRD Bangli
4 periode ini.
I WAYAN DIAR, STT Par: Ketua DPRD Bangli yang cepat merespons keluhan masyarakat pariwisata
Diar menegaskan, yang terpenting dan mendesak saat ini adalah bagaimana mengevaluasi terkait dengan retribusi di Kintamani. Bagaimana menarik kembali wisatawan yang sedang lesu ini bisa datang ke Kintamani. Terlebih lagi rujukannya sudah jelas, dimana pemerintah pusat memberikan insentif, bebas pajak. Tapi dengan rujukan itu, pemerintah daerah mesti harus bersama-sama berpikir kebangsaan. ‘’Nanti saya akan serahkan rekomendasi DPRD Bangli itu karena rapat dengar pendapat dihadiri pimpinan dan anggota,’’ ujar Diar.
Diar mengaku seberapa kuat rekomendasi lembaga DRPD itu, tidak
bisa menjamin. Kalau memang kita paham betul pemerintahan ini terdiri dari eksekutif
dan legeslatif maka kita bersama-sama jadinya. Dan itu kalau mau bagus. Kalau pincang,
selamanya tidak bisa ngebut, jalan. Maka akan butuh waktu yang lebih lama
sampai ke tujuan.
Mardjana menyambut gembira keputusan DPRD Bangli yang bakal
menerbitkan rekomendasi terkait kenaikan tarif retribusi di kawasan Kintamani. Sekiranya rekomendasi itu tidak diikuti oleh
bupati, tentu ini kurang keberpihakan bupati kepada rakyat. (GS)
Objek wisata Pantai di Buleleng. (Foto: Hms Buleleng)
Buleleng, baliilu.com – Target kunjungan wisatawan pada tahun 2025 dipatok sebesar 1,7 juta orang, yang terdiri dari 1 juta wisatawan domestik dan 700.000 wisatawan mancanegara. Suksesnya pencapaian target ini sangat bergantung pada pengembangan destinasi wisata baru yang dapat menawarkan pengalaman berbeda bagi para pengunjung. Demikian disampaikan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng Gede Dody Sukma Oktiva Askara, di ruang kerjanya, Jumat (7/2).
Lebih lanjut dijelaskan beberapa desa wisata potensial di wilayah Buleleng kini tengah digali lebih dalam, seperti Desa Julah, Desa Mayong, serta kawasan wisata Batu Ampar di barat. Pihaknya berharap, dengan pengembangan lebih lanjut, desa-desa ini dapat menarik lebih banyak wisatawan, tidak hanya dari Bali, tetapi juga dari luar daerah, dengan menyediakan pengalaman wisata yang unik dan menarik.
“Kabupaten Buleleng kini tengah fokus pada pengembangan daya tarik wisata untuk mendukung perkembangan sektor pariwisata di Bali Utara. Pengembangan daya tarik wisata baru menjadi kunci untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Buleleng,” ucapnya.
Ditambahkan, Turyapada Tower yang memanfaatkan keindahan alam dan budaya lokal, juga menjadi salah satu daya tarik wisata yang tengah dikembangkan. Dody mengungkapkan bahwa destinasi ini diharapkan dapat menjadi tambahan pilihan wisata yang lebih variatif, mendukung pertumbuhan ekonomi daerah, serta meningkatkan minat wisatawan.
Sementara itu, untuk mendukung pengembangan destinasi wisata ini, pembangunan infrastruktur dan konektivitas kawasan wisata juga menjadi perhatian serius. Salah satunya adalah perencanaan master plan untuk pengembangan kawasan wisata Pantai Binaria Lovina. Dinas Pariwisata Buleleng juga tengah bekerja untuk mengoptimalkan konektivitas kawasan wisata melalui konsep “Triple B” (Bali Utara, Bali Barat, dan Banyuwangi), yang akan mempermudah akses wisatawan ke beberapa destinasi unggulan.
Dengan pengembangan daya tarik wisata yang menarik dan mendukung infrastruktur yang lebih baik, dirinya berkomitmen untuk menjadikan Buleleng sebagai destinasi unggulan yang mampu menarik perhatian wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
“Kami optimistis dapat mencapai target 1,7 juta wisatawan dengan berbagai strategi promosi yang telah dirancang, mengikuti tren global yang menunjukkan peningkatan minat masyarakat untuk berwisata,” pungkas Dody. (gs/bi)
FGD: Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Buleleng saat menggelar FGD Desa Wisata Julah, Strategi Baru Jadikan Desa Tertua di Bali Destinasi Unggulan, di ruang pertemuan Kantor Desa Julah, Selasa (3/12). (Foto: Hms Buleleng)
Buleleng, baliilu.com – Desa Julah Kecamatan Tejakula, Buleleng-Bali, salah satu desa tertua di Bali, kembali menjadi sorotan dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Buleleng, Selasa (3/12).
Bertempat di ruang pertemuan Kantor Desa Julah, diskusi yang dipimpin langsung oleh Kepala Dispar Buleleng, Gede Dody Sukma Oktiva Askara, menghasilkan sejumlah strategi baru untuk mengembangkan potensi desa sebagai destinasi wisata unggulan.
Kadis Dody mengungkap bahwa Desa Julah disebut memiliki berbagai potensi wisata yang luar biasa. Kekayaan budaya seperti seni tari tradisional, kerajinan lokal, dan ritual adat menjadi daya tarik utama. Selain itu, panorama alam berupa persawahan hijau, pegunungan asri, serta lanskap pedesaan yang tenang menawarkan pengalaman wisata alam yang autentik. Sebagai salah satu desa tertua, nilai sejarah Desa Julah juga menyimpan cerita unik yang dapat menarik minat wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Meskipun demikian, beberapa kendala seperti infrastruktur yang kurang memadai, seperti akses jalan yang sulit dan minimnya fasilitas pendukung wisata, menjadi penghambat utama. “Promosi Desa Julah yang masih terbatas juga membuat desa ini kurang dikenal luas. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wisata dinilai perlu ditingkatkan agar manfaat pariwisata dapat dirasakan secara merata,” ujar Dody yang dikutip dari laman bulelengkab.go.id.
Melalui diskusi yang intens, beberapa langkah strategi disepakati untuk menjadikan Desa Julah destinasi unggulan, seperti perbaikan infrastruktur, paket wisata kreatif, promosi digital, pemberdayaan masyarakat dan.pelestarian lingkungan.
Sebagai tindak lanjutnya, akan dibentuk tim kerja yang melibatkan masyarakat, pemerintah desa, dan pihak terkait. Tim ini akan menyusun rencana pengembangan desa wisata yang dapat disampaikan kepada pemerintah dan pihak sponsor.
Mantan Camat Buleleng itu optimistis bahwa Desa Julah memiliki potensi besar untuk berkembang menjadi destinasi wisata unggulan yang berkelanjutan. “Desa Julah tidak hanya menyimpan kekayaan budaya dan alam, tetapi juga sejarah panjang yang dapat menarik wisatawan. Dengan strategi yang tepat, desa ini dapat menjadi ikon wisata baru di Bali,” ujarnya.
Dengan semangat dan kolaborasi yang terjalin, Desa Julah siap menata langkah menuju masa depan pariwisata yang lebih cerah, menjadikannya kebanggaan baru bagi Buleleng. (gs/bi)
DEWI SITA: Peluncuran program "Dewi Sita" oleh Walikota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara, Jumat (29/11) di Wantilan Pura Sakenan, Desa Adat Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan. (Foto: Hms Dps)
Denpasar, baliilu.com – Walikota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara, meluncurkan program Desa Wisata Serangan Terintegrasi (Dewi Sita) di Wantilan Pura Sakenan, Desa Adat Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Jumat (29/11). Program ini bertujuan mengembangkan Desa Serangan sebagai destinasi wisata unggulan yang berkelanjutan, mengintegrasikan pelestarian budaya, keseimbangan ekosistem, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Program “Dewi Sita” merupakan implementasi Proyek Perubahan Diklat PKN Tk II Angkatan ke-29 Provinsi Bali di Desa Wisata Serangan untuk mengembangkan destinasi wisata berkelanjutan. Melalui pendekatan berbasis lingkungan, ekonomi sirkular, dan pelestarian sumber daya alam, program ini bertujuan meningkatkan kesadaran, pemahaman, dan partisipasi masyarakat serta para pemangku kepentingan dalam membangun pariwisata yang inklusif dan ramah lingkungan.
Peluncuran program ini dihadiri oleh Sekretaris Daerah Kota Denpasar, Ida Bagus Alit Wiradana, sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Denpasar, Plt. Camat Denpasar Selatan, Ni Komang Pendawati, Lurah Serangan, Ni Wayan Sukanami, Bendesa Adat Serangan, I Nyoman Gede Pariatha, Penglingsir Puri Agung Kesiman Anak Agung Ngurah Kusuma Wardhana, dan berbagai elemen masyarakat.
Dalam sambutannya, Walikota Jaya Negara menekankan pentingnya kolaborasi dan inovasi untuk mewujudkan Desa Wisata Serangan sebagai destinasi unggulan yang mengedepankan pelestarian budaya lokal, keseimbangan ekosistem, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
“Dewi Sita bukan hanya program pengembangan pariwisata, tetapi juga upaya untuk memastikan keberlanjutan ekonomi masyarakat, kelestarian lingkungan, dan pelestarian adat serta budaya Desa Serangan. Ini adalah langkah nyata menuju transformasi pembangunan pariwisata berkelanjutan yang dapat menjadi model bagi desa-desa lainnya,” ujar Walikota Jaya Negara.
Disampaikan pula, program “Dewi Sita” mencakup berbagai inisiatif, seperti pengelolaan kawasan wisata berbasis masyarakat, promosi paket wisata ramah lingkungan, dan pelibatan UMKM lokal dalam mendukung ekonomi sirkular. Walikota Jaya Negara mengharapkan, program ini dapat meningkatkan daya tarik Desa Serangan sebagai destinasi wisata yang unik sekaligus menjaga harmoni antara manusia, budaya, dan alam.
Acara peresmian ditandai dengan penekanan tombol dan diiringi dengan pertunjukan seni budaya, penyerahan sembako serangkaian HUT Radio Publik Kota Denpasar, mencerminkan semangat gotong-royong dalam membangun desa wisata yang kreatif dan berkelanjutan.
Sementara, Kadis Pariwisata Kota Denpasar, Ni Luh Putu Riyastiti serta mewakili project leader Program Dewi Sita menyampaikan, bahwa terdapat sepuluh Program Inovatif dalam Dewi Sita. Yakni Paruman Dewi Sita oleh Dinas Perkim dengan penyediaan rumah layak huni untuk masyarakat Serangan, mendukung konsep pro-poor tourism. Selaras Dewi Sita oleh Dinas Sosial, melalui Sekolah Keluarga Harapan untuk memberdayakan perempuan melalui kurikulum khusus dan pelatihan SDM.
Di samping itu terdapat pula Lekas Bisa Wujudkan Dewi Sita oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, membangun Pariwisata berbasis komunitas untuk memanfaatkan potensi lokal. Sigap Dewi Sita oleh Dinas Damkar dan Penyelamatan sebagai mitigasi risiko kebakaran dengan menempatkan unit damkar di Desa Serangan. Makin Dekat Makin Bersih Dewi Sita oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan melalui peluncuran bank sampah dan pengelolaan lingkungan yang ramah lingkungan. Pasikian Dewi Sita oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, adalah Pemetaan Konflik untuk menciptakan keamanan di lingkungan multikultural.
Tarian Gaya Pesona Dewi Sita oleh Dinas Kebudayaan sebagai inventarisasi cagar budaya sebagai potensi wisata edukatif. Pilar Dewi Sita dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sebagai literasi dan digitalisasi keuangan untuk transparansi pengelolaan desa. Dewi Sita Berseri oleh Dinas Pariwisata sebagai penguatan regulasi, branding, dan infrastruktur pariwisata. Rindu Dewi Sita oleh Dinas Kominfos yakni Interoperabilitas data untuk memantau perkembangan pariwisata melalui aplikasi DPS.
Sebagai capaian dan komitmen, Desa Wisata Serangan yang sebelumnya meraih predikat Terbaik III Desa Wisata Rintisan Tingkat Nasional (2023) kini diarahkan menjadi model desa wisata mandiri dan maju. Dengan dukungan dari seluruh pihak, program ini diharapkan membawa transformasi besar untuk menjadikan Desa Serangan sebagai ikon pariwisata berkelanjutan di Bali. “Harmoni antara manusia, budaya, dan alam adalah inti dari Dewi Sita,” tutup Riyastiti. (eka/bi)