Denpasar, baliilu.com
– Terkait Raperda tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Bali Tahun
2020-2050 (RUED-P) yang disampaikan Gubernur Bali Wayan Koster 29 Juni lalu, menjadi
salah satu topik agenda pembahasan dalam sidang paripurna ke-8 DPRD Bali, yang
dihadiri Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, Senin (6/7) di
Gedung DPRD Bali, mendapat pandangan umum dari lima (5) fraksi DPRD Bali.
Fraksi PDIP melalui Made Budastra memberikan pandangan bahwa
Raperda RUED-P ini merupakan produk hukum yang memuat dokumen perencanaan
energi daerah, yang dibuat dengan mengedepankan pengunaan Energi Bersih
bertujuan agar Bali menjadi mandiri energi, berkelanjutan, dan berkeadilan
dengan tetap mendukung tujuan nasional yaitu secara bertahap dan pasti untuk
meningkatkan energi baru terbarukan, yang saat ini hanya 0,4% akan meningkat
menjadi 11,15% pada tahun 2025 dan menjadi 20,10% pada tahun 2050.
Budastra mengatakan Raperda RUED-P ini bertujuan untuk
membangun sistem energi yang mandiri, berkeadilan, dan berkelanjutan dengan
mengedepankan pemanfaatan Energi Bersih di daerah Bali demi menjaga kesucian
dan keharmonisan alam Bali berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal pulau Bali.
Selain itu fraksi PDI Perjuangan sangat setuju dengan pembentukan lembaga
non-struktural ini yang dapat diberi nama “Bali Mandiri Energi “,
dengan mempertimbangkan betapa strategis tugas dan fungsinya untuk Kemandirian
Energi dan Ketahanan Energi di Bali ke masa depan, minimal dalam 30 tahun umur
perencanaan Raperda ini.
Dikatakan RUED-P disusun berdasarkan Pasal 18 Undang- Undang
Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, dan Pasal 16 ayat (5) Peraturan Presiden
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Umum Energi Nasional. RUED-P
merupakan sebuah dokumen perencanaan energi Bali Tahun 2020-2050 yang mengatur
penerapan dan pengelolaan Energi Bersih di Bali. RUED- P sebagai dokumen
perencanaan energi Bali yang pertama kali dibuat di Indonesia, bertujuan untuk
menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali sesuai dengan visi “Nangun Sat
Kerthi Loka Bali” dalam mewujudkan pulau Bali yang bersih, hijau, indah,
dan berkelanjutan dengan membangun sistem energi bersih yang ramah lingkungan
yang dijiwai falsafah Tri Hita Karana yang bersumber dari nilai-nilai kearifan
lokal Sat Kerthi dalam satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola, dan satu
tata kelola. Sehingga fungsinya untuk Kemandirian Energi dan Ketahanan Energi
di Bali ke masa depan, minimal dalam 30 tahun umur perencanaan Raperda ini.
Kemandirian Energi adalah terjaminnya ketersediaan energi
dengan memanfaatkan semaksimal mungkin potensi dari sumber daya dalam negeri.
Sedangkan Ketahanan Energi adalah suatu kondisi terjaminnya ketersediaan
energi, akses masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam
jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan
hidup. Adapun tugas dan fungsi lembaga non-struktural ini adalah melaksanaan
sebaik-baiknya Kebijakan Energi Daerah, dimana RUED-P Bali dilaksanakan dengan
mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan
Energi Nasional (KEN).
Fraksi Golkar melalui Wayan Gunawan memberikan tanggapan bahwa
RUED-P harus memberikan perlindungan terhadap pemanfaatan tenaga kerja lokal
dan mengawasi serta membatasi penggunaan tenaga kerja asing seperti yang selama
ini terjadi di Celukan Bawang, Buleleng. Selain itu RUED-P harus mengantisipasi
dan menghindarkan terjadinya konflik kepentingan yang bermuara pada pro -kontra
seperti pada wacana pemanfaatan energi panas bumi (PLTP) Bedugul beberapa waktu
lalu.
Ketut Juliarta dari Fraksi Gerindra dalam tanggapannya mengatakan
legal drafting khususnya penyebutan “tempat” Rancangan Perda
ditetapkan menjadi Perda, antara Rancangan Perda P2 APBD Tahun 2019 dibanding
Rancangan Perda RUED-P Tahun 2020-2050, berbeda satu sama lain. Menyebut :
“Ditetapkan di Denpasar”, sedangkan pada RUED P Tahun 2020-2050
menyebut : “Ditetapkan di Bali”. Demikian halnya dengan tempat
pengundangan Perda dimaksud. Ketentuan Penutup pada P2 APBD Tahun 2019 hal
penyebutan tempat ini telah diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yakni tempat sesuai nama Ibu Kota
Daerah Provinsi/ Ibu Kota Daerah Kabupaten/Kota, bukan nama Provinsi/ bukan
nama Kabupaten /Kota.
Tanggapan Fraksi Demokrat yang dibacakan oleh Komang Nova
Sewi Putra mengatakan secara Legal drafting Raperda yang terdiri dari 9 Bab dan
12 Pasal ini sudah sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh UU No.12 Tahun 2011
tentang Pedoman Tata Cara Penyusunan Peraturan Perundang- undangan. Fraksi
Partai Demokrat memandang Raperda ini sebagai tiang pancang Rencana Pembangunan
Pusat Enegi Daerah khususnya daerah Bali sehingga diharapkan Raperda ini
merupakan produk hukum yang memuat dokumen perencanaan energi daerah, pertama
kali di Indonesia yang dibuat dengan mengedepankan penggunaan Energi Bersih
bertujuan agar Bali menjadi mandiri energi, dan tidak bergantung kepada daerah
lain, maka Fraksi Partai Demokrat memandang langkah Gubernur sudah sangat
progresif dan responsif dalam rangka menjawab dan menyikapi isu-isu kelangkaan
dan krisis energi utamanya energi listrik di Bali, maka untuk itu Fraksi Partai
Demokrat memberikan apresiasi kepada Gubernur seraya menyatakan setuju
diajukannya Rapreda ini untuk dibahas.
Bahwa selain itu demi menjaga kesucian Pulau Bali salah
satunya melalui upaya ketersediaan energi yang ramah lingkungan adalah suatu
keharusan bagi Pemerintah Provinsi Bali untuk segera mewujudkan rencana
pembangunan energi daerah melalui penetapan Raperda RUED-P Tahun 2020-2050,
sesuai perintah/amanat Pasal 18 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang
Energi dan Pasal 16 ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Umum Energi Nasional.
Untuk itu Fraksi Demokrat mendorong agar pembahasan Raperda
ini dilakukan secara maksimal dengan melibatkan pihak terkait dan pemangku
kepentingan guna mendapat masukan dari berbagai sumber demi sempurnanya Raperda
yang sedang dibahas. Namun di sisi lain belum dilihat adanya pengaturan tentang
ketentuan sanksi pada Raperda ini, untuk itu Fraksi Partai Demokrat menyarankan
agar ketentuan sanksi dimasukan dalam Raperda ini. Fraksi Partai Demokrat juga
menyarankan agar Perda-Perda yang terkait dengan Raperda RUED-P yang sedang
dibahas seperti Perda RTRWP, Perda Zonasi, Perda Rencana Pembangunan Industri
Provinsi Bali Tahun 2020-2040 dan yang lainnya agar dijadikan pertimbangan
untuk dimasukan dalam aspek landasan Yuridis. Maka berdasarkan atas
alasan-alasan yang kami sampaikan diatas, Fraksi Partai Demokrat paling
terdepan menyatakan setuju dan mendukung agar Pembahasan Raperda ini
dilanjutkan untuk selanjutnya bisa ditetapkan menjadi Perda.
Fraksi Nasdem-PSI-Hanura yang dibacakan oleh I Wayan Arta dalam
tanggapannya RUED-P, pihaknya menyambut gembira akhirnya apa yang
dicita-citakan tahun-tahun sebelumnya terkait energi terbarukan di Provinsi
Bali bisa segera diimplementasikan. Sebagaimana kita semua ketahui, isu soal
energi terbarukan ini sudah berkembang sejak beberapa tahun lalu, baik di
tingkat nasional maupun lokal, bahkan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sudah
menerbitkan Perda Nomor 15 Tahun 2018 tentang Energi Terbarukan.
Langkah-langkah Pemerintah Provinsi Bali dalam beberapa
tahun terakhir terus mencanangkan isu soal energi terbarukan sebagaimana yang
dicita-citakan dalam visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola
Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru. Pemerintah Provinsi Bali
juga sudah mengeluarkan Peraturan Gubermur Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang
Bali Energi Bersih dan Pergub Bali Nomor 48 Tahun 2019 tentang Penggunaan
Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai, Isu soal energi terbarukan
adalah hal yang tak bisa dihindari dan harus dilaksanakan, mengingat kondisi
kelistrikan di Bali bisa dikatakan dalam kondisi “tidak aman” berdasar
data tahun 2019, kapasitas terpasang dari seluruh pembangkit di Bali adalah
sebesar 1.440,85 megawatt (MW) dengan rincian kabel laut sebesar 400 MW, PLTU
Celukan Bawang sebesar 426 MW, PL.IG Pesanggaran 201,60 MW sedangkan PLT EBT sebesar
2,4 MW dan sisanya adalah PLT BBM (Gilimanuk, Pemaron dan Pesanggaran) sebesar
410,85 MW. Sementara Daya Mampu yang dihasilkan sebesar 927,20 MW, mengingat bahwa
pembangkit dengan bahan bakar BBM pada posisi (tidak dioperasikan, kecuali
dalam keadaan darurat), sedangkan beban puncak tertinggi dicapai sebesar 920
MW, sehingga apabila dibandingkan dengan daya mampu maka kondisi cadangan
kelistrikan Bali hanya 0,77% dan ini masuk kategori sangat kritis, mengingat
cadangan aman adalah minimal 30 % dari beban puncak. (*/gs)