Denpasar, baliilu.com – Pemerintah Provinsi Bali, melalui Ketua
Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Bali menyampaikan
perkembangan penanganan Corona Virus Disease (Covid-19) di Provinsi Bali Sabtu (4/7-2020) petang terjadi
penambahan kasus positif sebanyak 91 orang. Mereka terdiri dari 1 orang WNA dan 90 orang WNI (2 orang imported case dan 88 orang transmisi
lokal). Jumlah kumulatif pasien positif sebanyak 1.797 orang.
Sedangkan jumlah pasien yang telah
sembuh mencapai 937 orang. Pada
hari ini bertambah 24 orang WNI. Mereka terdiri dari 2 orang imported case dan 22
orang transmisi lokal.
Jumlah pasien yang meninggal sebanyak 18 orang terdiri dari 16 orang WNI dan 2 orang WNA. Jumlah pasien positif dalam perawatan (kasus aktif) 842 orang yang berada di 14 rumah sakit, dan dikarantina di Bapelkesmas, UPT Nyitdah, Wisma Bima, Hotel Ibis, Hotel Gran Mega dan BPK Pering.
Dewa Indra yang juga selaku Sekda Bali menyampaikan
melalui siaran persnya bahwa jumlah angka positif di Bali sebagian besar masih
didominasi oleh transmisi lokal,
secara kumulatif sejumlah 1.427 orang.
Hal ini berarti masih ada masyarakat yang tidak mengindahkan atau melakukan
upaya-upaya pencegahan Covid-19, seperti pemakaian masker, mencuci tangan, physical distancing dan lainnya. Untuk
itu, sekali lagi, dalam menekan kasus transmisi lokal maka masyarakat harus
sadar dan disiplin dalam melakukan upaya pencegahan virus ini.
Berdasarkan Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2020 tanggal 26 Juni
2020 tentang Perubahan Atas Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2020 tentang Kriteria
dan Persyaratan Perjalanan Orang Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju
Masyarakat Produktif dan Aman Corona
Virus Disease 19 (Covid-19), dengan ini disampaikan beberapa penyesuaian kriteria
dan persyaratan pelaku perjalanan sebagai berikut:
a. Setiap individu yang melaksanakan perjalanan orang wajib menerapkan dan mematuhi protokol kesehatan yaitu pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan sebagai kriteria perjalanan orang;
b. Persyaratan perjalanan orang dalam
negeri:
1). Setiap individu yang melaksanakan
perjalanan orang dengan kendaraan pribadi bertanggung jawab atas kesehatannya
masing-masing, serta tunduk dan patuh pada syarat dan ketentuan yang berlaku;
2). Setiap individu yang melakukan perjalanan
orang dengan transportasi umum darat, perkeretaapian, laut dan udara harus
memenuhi persyaratan: i). Menunjukkan identitas diri (KTP atau tanda pengenal
lainnya yang sah); ii). Menunjukkan surat keterangan uji test PCR dengan hasil
negatif atau surat keterangan uji rapid-test
dengan hasil non-reaktif yang berlaku 14 hari pada saat keberangkatan. iii). Menunjukkan
surat keterangan bebas gejala seperti influenza (influenza-like illness) yang dikeluarkan oleh dokter rumah sakit/puskesmas
bagi daerah yang tidak memiliki fasilitas tes PCR dan/atau rapid-test.
3). Persyaratan perjalanan orang dalam
negeri dikecualikan untuk perjalanan orang komuter dan perjalanan orang di
dalam wilayah/kawasan aglomerasi.
c. Persyaratan perjalanan
orang kedatangan dari luar negeri:
1). Setiap individu yang
datang dari luar negeri harus tunduk dan patuh pada syarat dan ketentuan yang
berlaku: i). Setiap individu yang datang dari luar negeri harus melakukan PCR test
pada saat ketibaan, bila belum melaksanakan dan tidak dapat menunjukkan surat
hasil PCR test dari negara kedatangan; ii). Pemeriksaan PCR test perjalanan
orang kedatangan luar negeri dikecualikan pada PLBN (Pos Lintas Batas Negara)
yang tidak memiliki peralatan PCR, dengan melakukan rapid test dan menunjukkan surat keterangan bebas gejala seperti influenza (influenza-like illness) serta
dikecualikan untuk perjalanan orang komuter yang melalui PLBN dengan menunjukkan
surat keterangan bebas gejala seperti influenza
(influenza-like illness) yang dikeluarkan oleh dokter rumah sakit/otoritas kesehatan.
2). Selama waktu tunggu
hasil pemeriksaan PCR Test, setiap orang wajib menjalani karantina di tempat
akomodasi karantina khusus yang telah disediakan oleh pemerintah; atau
3). Memanfaatkan
akomodasi karantina (hotel/penginapan) yang telah mendapatkan sertifikasi
penyelenggaraan akomodasi karantina Covid-19 dari Kementerian Kesehatan;
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES/382/2020 tentang Protokol Pengawasan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri di Bandar Udara dan Pelabuhan Dalam Rangka Penerapan Kehidupan Masyarakat Produktif dan Aman terhadap Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Terkait hal ini, disampaikan hal sebagai berikut:
a. Seluruh penumpang dan awak alat angkut moda transportasi udara dan laut baik pribadi maupun umum dalam melakukan perjalanan dalam negeri harus dalam keadaan sehat dan menerapkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian COVID-19 antara lain menggunakan masker, sering mencuci tangan pakai sabun atau menggunakan hand sanitizer, menjaga jarak satu sama lain (physical distancing), menggunakan pelindung mata/wajah, serta menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
b. Selain menerapkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian COVID-19 pada angka 1, penumpang dan awak alat angkut yang akan melakukan perjalanan dalam negeri harus memiliki: 1) surat keterangan hasil pemeriksaan RT-PCR negatif yang berlaku paling lama 14 (empat belas) hari atau surat keterangan hasil pemeriksaan rapid test antigen/antibodi nonreaktif yang berlaku paling lama 14 (empat belas) hari, sejak surat keterangan diterbitkan; dan 2) kartu kewaspadaan sehat atau Health Alert Card (HAC).
c. Surat keterangan pemeriksaan RT-PCR atau surat keterangan pemeriksaan rapid test penumpang dan awak alat angkut yang melakukan perjalanan dalam negeri diterbitkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah dan swasta yang ditetapkan oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota.
d. Dalam hal dinas kesehatan kabupaten/kota belum menetapkan fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat menerbitkan surat keterangan pemeriksaan RT-PCR dan surat keterangan pemeriksaan rapid test, pemeriksaan RT-PCR atau pemeriksaan rapid test dapat dilakukan di: i) rumah sakit rujukan Penyakit Infeksi Emerging (PIE) tertentu atau laboratorium pemeriksa COVID-19, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan; ii) rumah sakit atau klinik yang bekerja sama dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan yang melaksanakan pelayanan penerbitan International Certificate of Vaccination (ICV); atau iii) rumah sakit/laboratorium lain milik pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
e. Kartu kewaspadaan kesehatan atau Health Alert Card (HAC) diperoleh dengan mengunduh aplikasi electronic Health Alert Card (eHAC) melalui Google Play/ App Store atau dengan mengakses melalui inahac.kemkes.go.id, dan diisi pada saat keberangkatan baik secara elektronik maupun nonelektronik.
f. Pada saat pembelian tiket pesawat dan/atau kapal, penumpang yang akan melakukan perjalanan dalam negeri wajib menunjukkan surat keterangan hasil pemeriksaan RT-PCR negatif atau surat keterangan hasil pemeriksaan rapid test antigen/antibodi nonreaktif kepada pihak maskapai/operator pelayaran/agen perjalanan secara elektronik maupun non elektronik, dan telah mengunduh aplikasi electronic Health Alert Card (eHAC) serta telah mengisinya.
g. Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan di bandar udara atau pelabuhan keberangkatan melakukan kegiatan : i) pemeriksaan suhu tubuh terhadap penumpang dan awak alat angkut; ii) validasi surat keterangan hasil pemeriksaan RT-PCR negatif atau surat keterangan hasil pemeriksaan rapid test antigen/antibodi nonreaktif milik penumpang dan awak alat angkut, dengan cara membubuhkan paraf dan stempel di sudut kanan atas; dan iii) memastikan kartu kewaspadaan kesehatan atau Health Alert Card (HAC) secara elektronik maupun non elektronik telah diisi oleh penumpang atau awak alat angkut.
h. Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan di bandar udara atau pelabuhan kedatangan melakukan kegiatan: i) pemeriksaan suhu tubuh terhadap penumpang dan awak alat angkut; dan ii) verifikasi kartu kewaspadaan kesehatan atau Health Alert Card (HAC) elektronik maupun non elektronik yang dibawa oleh penumpang.
i. Dinas kesehatan daerah provinsi/kabupaten/kota dapat mengakses informasi kedatangan pelaku perjalanan dalam negeri yang melalui bandara atau pelabuhan ke wilayahnya melalui aplikasi electronic Health Alert Card (eHAC).
Untuk
itu dimohon pengertian masyarakat untuk mematuhi peraturan dan lebih baik tetap
di tempat. Masyarakat Bali yang akan mudik lebih baik mempertimbangkannya.
Pengetatan ini tidak hanya dilakukan Pemprov Bali namun juga pemerintah daerah
lain juga melakukan hal yang sama. Untuk itu sebaiknya tidak mudik tetap di
tempat. Begitu pula krama Bali yang ada di luar daerah khususnya di daerah yang
melakukan PSBB atau daerah zona merah dimohon agar tetap di tempat jangan dulu
pulang ke Bali. Kepulangan krama Bali bisa berdampak negatif pada anda, keluarga
dan masyarakat Bali, karena kita tidak tahu jika kita terinfeksi atau tidak sampai dilakukan tes. Untuk itu masyarakat Bali
diminta tetap tinggal di tempat dulu kecuali
ada hal yang sangat penting atau mendesak.
Mengingat transmisi lokal Covid-19 memperlihatkan kecenderungan meningkat
dalam beberapa hari terakhir, maka diminta kepada seluruh warga masyarakat,
para tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh politik, dan semua elemen
masyarakat untuk bersatu padu menguatkan disiplin kita semua dalam penerapan
protokol pencegahan Covid-19 yakni selalu menggunakan masker, rajin mencuci
tangan dengan sabun di air mengalir, menjaga jarak, menghindari keramaian,
melaksanakan etika batuk/bersin, melakukan penyemprotan disinfektan pada tempat
yang tepat, menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh kita. Semakin kita disiplin
dalam pelaksanaan pencegahan ini maka transmisi lokal penyebaran Covid-19 pasti
bisa kita hentikan.
‘’Untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19, kami
minta semua elemen masyarakat membantu dan bekerjasama dengan petugas
survailans Dinas Kesehatan dalam melaksanakan tracing contact untuk menemukan siapa pun yang pernah kontak dekat
dengan orang yang positif Covid-19 sehingga kita bisa menangani lebih awal
orang-orang yang berisiko terinfeksi Covid-19 guna mencegah penyebaran
berikutnya kepada orang lain,’’ ujar Dewa Indra. (gs)
Jakarta, baliilu.com – Ketua DPR RI Puan Maharani memberi perhatian serius terhadap gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di Bali belakangan ini. Puan meminta pemerintah segera bertindak nyata untuk mengantisipasi terjadinya badai PHK yang lebih besar lagi di Pulau Dewata.
“Gelombang PHK yang juga melanda daerah pariwisata seperti Bali menjadi bukti bahwa sektor ketenagakerjaan di Indonesia sedang rapuh. Kita berharap Pemerintah bisa segera bertindak nyata menyelamatkan para tenaga kerja kita,” kata Puan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/6/2025).
Sebelumnya, sekitar 100 pekerja di sektor pariwisata di Bali mengalami PHK sejak awal 2025. Laporan PHK terhadap 100 pekerja dari salah satu hotel besar di Badung itu terjadi akibat lesunya kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition).
Terbaru, sebanyak 70 karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia juga terkena PHK. Pabrik yang berlokasi di Desa Werdi Bhuwana, Kecamatan Mengwi, Badung, Bali, itu dipastikan tutup mulai 1 Juli 2025.
Puan menilai, gelombang PHK di Bali merupakan cermin nyata kerapuhan struktur ketenagakerjaan nasional, khususnya di daerah-daerah yang sangat bergantung pada sektor tertentu.
“Kita tidak bisa menganggap gelombang PHK di Bali yang semakin melebar hanya sebagai kasus sporadis. Badai PHK terjadi karena adanya sebab-akibat. Pemerintah harus bisa menjawab tantangan ini,” tegas perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
“Gelombang PHK bisa berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Baik karena industri yang melemah, maupun karena menurunnya daya beli masyarakat akibat ribuan pekerja kehilangan mata pencaharian,” imbuh Puan dikutip dari laman dpr.go.id.
Puan melihat hingga saat ini belum terlihat mekanisme konkret dan terukur dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk merespons PHK massal yang semakin meluas.
“Termasuk belum ada skema pelatihan ulang (reskilling) yang siap dijalankan dan dukungan bagi pekerja yang di-PHK lalu memutuskan menjadi wirausaha kecil maupun pekerja di sektor informal,” ucap mantan Menko PMK tersebut.
Puan pun menilai, PHK yang kini merambah dari sektor manufaktur ke sektor pariwisata menunjukkan ketidaksiapan sistem ketenagakerjaan nasional dalam menghadapi tekanan ekonomi.
“Bahkan daerah seperti Bali yang selama ini menjadi ikon pariwisata Indonesia, terkesan dibiarkan menghadapi krisis ini sendirian,” jelas Puan.
Oleh karena itu, Puan mendorong pemerintah pusat untuk segera membentuk Gugus Tugas Nasional Penanggulangan PHK, dengan prioritas daerah terdampak seperti Bali, Batam, dan kawasan industri lainnya.
“Penting juga mengevaluasi kebijakan efisiensi anggaran secara selektif. Efisiensi pastinya baik, tapi tetap juga harus mendukung ekonomi kerakyatan. Sektor seperti MICE yang memiliki multiplier effect tinggi tidak bisa disamakan dengan sektor belanja birokrasi biasa,” paparnya.
Selain itu, Puan juga meminta Pemerintah mengintegrasikan program Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Pariwisata, terutama dalam hal pelatihan digital, peralihan sektor kerja, dan penguatan UMKM berbasis pariwisata.
“Tentunya juga harus ada insentif khusus untuk sektor hospitality dan manufaktur yang terbukti menyerap banyak tenaga kerja di tingkat lokal,” terang Puan.
“Jangan biarkan narasi pertumbuhan ekonomi jadi bising di pusat, tapi hening di daerah. Jika negara gagal hadir di tengah krisis ketenagakerjaan ini, maka kepercayaan publik akan runtuh perlahan,” sambungnya.
Puan menekankan bahwa PHK bukan sekadar persoalan statistik semata, tetapi permasalahan sosial masyarakat yang berdampak pada kehidupan jutaan keluarga di Indonesia.
“Pemerintah harus segera membuktikan bahwa Negara tidak hanya pandai bicara di panggung konferensi, tetapi juga tanggap dalam melindungi pekerja yang kini kehilangan pekerjaan dan sebagian juga kehilangan harapan,” tutup Puan. (gs/bi)
TANDATANGANI KERJA SAMA: Gubernur Bali, Wayan Koster dan Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno menandatangani perjanjian pendahuluan tentang kerja sama jasa konsultasi dan pendampingan pembangunan prasarana dan sarana perkeretaapian di Provinsi Bali bertempat di Jaya Sabha, Denpasar pada Jumat (13/6). (Foto: Hms Pemprov Bali)
Denpasar, baliilu.com – Gubernur Bali, Wayan Koster dan Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno menandatangani perjanjian pendahuluan tentang kerja sama jasa konsultasi dan pendampingan pembangunan prasarana dan sarana perkeretaapian di Provinsi Bali bertempat di Jaya Sabha, Denpasar pada Jumat (13/6).
Koster menyampaikan bahwa Jakarta sudah sangat berpengalaman dan maju dalam pengelolaan transportasi umum termasuk Mass Rapid Transit atau Moda Raya Terpadu (MRT). Sehingga menurutnya wajar bagi Bali untuk berguru ke Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
“Kami senang sekali ada kerja sama dengan Jakarta khususnya dalam persiapan pendampingan program MRT ini bahkan kalau perlu Pemprov Jakarta carikan mitra untuk membangun Bali,” kelakar Gubernur berpartai Kepala Banteng tersebut.
Koster menjelaskan bahwa Pemprov Bali berkomitmen tinggi dalam memecahkan permasalahan kemacetan di Bali salah satunya melalui pembangunan MRT yang akan menghubungkan Bandara Ngurah Rai dengan daerah pariwisata lainnya di Bali.
“Kami sangat butuh fasilitas MRT ini karena di Bali pembangunan jalan di atas tidak boleh. Kiri-kanan sudah rapat, bukan sekedar rumah biasa tapi bagunan pura dan segala macam. Jadi satu-satunya cara adalah pembangunan ke bawah,” katanya.
Selain itu, Ia juga menyampaikan dari sisi bisnis, MRT Bali sangat menjanjikan karena target utama adalah wisatawan yang berlibur di Bali. Sehingga tidak memerlukan subsidi pemerintah daerah. Tinggal mencari investor yang siap mengingat investasi yang dibutuhkan tidak sedikit.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno memberikan dukungan penuh terhadap langkah progresif Pemerintah Provinsi Bali dalam mengembangkan sistem perkeretaapian perkotaan modern dan berkelanjutan.
“Kami menawarkan kerjasama teknis melalui MRT Jakarta yang kita miliki yang sudah memiliki pengalaman membangun dan mengelola sistem MRT. Memiliki kapabilitas dalam aspek perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan pengelolaan proyek MRT berbasis rel,” ungkap Rano Karno.
Namun ia juga mengingatkan bahwa pembangunan MRT tidak seperti membalikkan telapak tangan. Memerlukan waktu yang sangat panjang dengan biaya yang jauh lebih besar.
Diketahui PT MRT Jakarta menyatakan kesiapan untuk melakukan alih pengetahuan (knowledge transfer) dan berbagi praktik baik (best practices) kepada Pemerintah Provinsi Bali dan instansi terkait dalam bentuk workshop teknis, kunjungan studi dan pendampingan kolaboratif sebagai bentuk konkret kerja sama antar daerah dalam mewujudkan sistem transportasi publik yang efisien dan ramah lingkungan. (gs/bi)
RESMIKAN BALE KERTHA ADHYAKSA: Gubernur Bali, Wayan Koster, bersama Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Dr. Ketut Sumedana, meresmikan Bale Kertha Adhyaksa ditandai dengan pemukulan kulkul di Kota Denpasar, di Gedung Dharma Negara Alaya, Lumintang Denpasar, Jumat (13/6). (Foto: Hms Dps)
Denpasar, baliilu.com – Gubernur Bali, Wayan Koster, bersama Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Dr. Ketut Sumedana, meresmikan Bale Kertha Adhyaksa ditandai dengan pemukulan kulkul di Kota Denpasar, di Gedung Dharma Negara Alaya, Lumintang Denpasar, Jumat (13/6).
Hadir pula dalam acara tersebut Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara, Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa, Ketua DPRD Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Gede, Sekda Kota Denpasar, Ida Bagus Alit Wiradana, unsur Forkopimda Kota Denpasar, Ketua Majelis Desa Adat Kota Denpasar, I Gusti Agung Ketut Kartika, serta para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Jero Bendesa, Lurah, Kelian Banjar, Kepala Dusun (Kadus), dan seluruh elemen pemerintahan desa serta desa adat se-Kota Denpasar.
Dalam sambutannya, Gubernur Wayan Koster menyampaikan apresiasi tinggi atas terbentuknya Bale Kertha Adhyaksa sebagai tempat penyelesaian masalah di tingkat desa dan desa adat, dengan mengedepankan nilai kekeluargaan, musyawarah, mufakat, dan semangat paras-paros sarpanaya, bahwa semua bersaudara.
Ia menekankan bahwa Desa Adat di Bali merupakan warisan adiluhung yang hingga kini masih hidup dan dijalankan dengan tekun oleh masyarakat Desa Adat di Bali.
“Bali memiliki 1.500 desa adat dan merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang keberadaan desa adatnya masih utuh dan eksis dan mampu berperan dalam tatanan kehidupan masyarakatnya,“ imbuhnya.
Gubernur Koster juga menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Bali telah memperkuat eksistensi desa adat melalui Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. Perda ini memperluas fungsi, peran, dan kewenangan desa adat dalam menjalankan tugas-tugas sosial, kultural, dan bahkan administratif, termasuk penugasan dari pemerintah.
Hadirnya Bale Kertha Adhyaksa sebagai wahana integrasi antara hukum adat dan hukum nasional serta memberikan ruang penyelesaian masalah secara damai tanpa harus selalu bergantung pada jalur pengadilan. Pola ini mengedepankan nilai toleransi, kolaborasi, dan perdamaian, yang menjadi inti dari hukum adat Bali.
“Bale Kertha Adyaksa ini bukan hanya program Kejaksaan Tinggi Bali, tapi adalah kepentingan strategis Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, serta Desa Adat. Ini bentuk revitalisasi lembaga, penyelesaian masalah yang berakar pada kearifan lokal,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Kejati Bali Ketut Sumedana juga menyampaikan bahwa Kota Denpasar menjadi kota terakhir yang meresmikan Bale Kertha Adhyaksa. Bale Kertha Adhyaksa ini merupakan tempat penyelesaian masalah hukum di tingkat desa maupun desa adat. Selain itu tempat ini juga sebagai sarana edukasi dan pendampingan hukum.
Kejaksaan akan terus melakukan pendampingan di desa adat dan sekarang hanya memperluas serta memperluas ruang cakupannya, hingga betul-betul desa adat ini mandiri. Sehingga keberadaan Bale Kertha Adhyaksa akan mengurangi persoalan hukum yang masuk ke ranah pengadilan.
“Keadilan sejati itu lahir dari masyarakat. Jika masyarakat sudah teratur dan harmonis, jaksa dan hakim tidak akan dibutuhkan lagi, karena tidak semua masalah akan masuk ke pengadilan,” ujarnya.
Di akhir arahannya, Kepala Kejati Bali berharap Bali bisa tetap menjaga desa adatnya dan nantinya menjadi role model penegakan hukum berbasis adat di Indonesia bahkan di dunia. Bali harus tetap menjaga adat, tradisi dan budaya yang tumbuh dan berkembang di desa adat dan jangan sebaliknya kehilangan jati diri karena meninggalkan budaya sendiri dan meniru budaya luar. (gs/bi)