SETELAH bertahun-tahun puluhan warga penganut Hindu di
Besowo Kepung dan juga di Pare Kediri Jawa Timur tidak bisa melaksanakan
kewajibannya sesuai dengan sastra agama yang diyakininya, kini warga Hindu di
Kediri mulai bangkit. Kebangkitan warga Hindu di Kediri tak lepas dari
keberadaan Pura Kerta Agung yang baru direhab, disusul temuan benda-benda sakral
seperti patung ganesha, lingga yoni, keris dll.
Bagaimana Pura Kerta Agung muncul, begitu juga warga Hindu
mulai bangkit di Pare dan Besowo, bermula dari Ida Pandita Mpu Yoga Nata dari
Griya Giri Kusuma Pangi Klungkung yang melakukan perjalanan ke wilayah Kediri.
Dalam sebuah perjalanan spiritual ke Kediri Jawa Timur sekitar
Juli 2019, Ida Pandita Mpu Yoga Nata kemalaman di sebuah wilayah di Pare Kediri.
Istirahat sejenak Ida Pandita bertanya kepada salah seorang warga bermaksud
menanyakan apakah ada sebuah pura, karena Ida Pandita bermaksud ingin sembayang
di pura. Dalam bathinnya, Ida Pandita ingin bertemu saudara tuanya yang ada di
Kediri.
‘’Tiyang sempat sampai dibelikan gado-gado oleh warga yang
menunjukkan jalan,’’ terang Ida Pandita yang akhirnya bermalam. Esok harinya
Ida Pandita sempat berbincang-bincang dengan seseorang yang bernama Gatot.
Gatot adalah warga Pare yang orangtuanya muslim tetapi
ibunya bernama Ni Nyoman Ranti asal Tiyingtali Karangasem. Dari perbincangan
yang tidak direncanakan itu, Gatot menuturkan dengan benderang pesan ibunya
sebelum menghembuskan nafas di pangkuannya. ‘’Tot, kamu sumbangkan tanah itu untuk
pembangunan pura agar areal pura lebih luas,’’ tutur Ida Pandita menirukan ucapan
Gatot tentang pesan ibunya.
Ni Nyoman Ranti pun akhirnya meninggal dan dikremasi.
Sepeninggal ibunya yang dikremasi, Gatot mengaku sering bermimpi diserahi tugas
untuk memelihara pura yang tidak jauh dari rumahnya.
Dalam perbincangan itu, Ida Pandita memberi saran agar
ibunya bisa berkomunikasi secara tidak langsung atau niskala. ‘’Tiyang beri
jalan agar membuat pelinggih kemulan.
Prosesi ibunya setidaknya ada kelanjutan, setelah ngaben lanjut memukur kemudian dewa prastista, nuntun, ngenteg linggih atau ngelinggihang,’’ terang Ida Pandita.
IDA PANDITA MPU YOGA NATA, Griya Giri Kusuma Pangi Klungkung.
Berselang beberapa pekan, tanpa diduga Gatot datang ke Griya Giri Kusuma bertemu Ida Pandita. Ibunya yang sudah tiada ikut menyertainya seolah ada ikatan bathin untuk datang bersama ke griya. Gatot ingin ibunya diupacarai sesuai ajaran Hindu, ngeroras, nuntun dan seterusnya. Bahkan Ida Pandita yang sempat ke India ikut mengajak dewa hyang-nya ke India.
Kelanjutannya setelah ngelinggihang,
Gatot membuat tempat suci. Bersama beberapa pemangku di Bali membawa pelinggih kemulan, taksu dan penunggun karang. Dalam satu hari empat
pelinggih sekaligus berdiri di rumahnya Gatot. Prosesi memukur atau ngeroras-nya
di Griya, lanjut diajak atau diingkupkan di Kediri. ‘’Kita pendem panca datu sekarang baru mulai ada hubungan niskala. Orang luar yang datang mesti permisi
pada yang punya tanah dan rumah,’’ ungkap Ida Pandita.
Tidak berselang lama, beberapa benda kemarat muncul seperti
patung ganesha, keris, lingga yoni, dll. Warga muslim yang menemukan di
beberapa lokasi tidak berani menyimpan dan akhirnya diserahkan dan disimpan
oleh Gatot untuk selanjutnya akan ditempatkan di Pura Kerta Agung yang
berdekatan dengan rumah Gatot jika kelak pura ini rampung.
Kehadiran pelinggih di rumah Gatot dan juga Pura Kerta Agung
dengan temuan benda-benda keramat itu membuat warga Hindu bangkit seperti di Besowo
Kepung yang berjumlah 44-an KK.
‘’Kita berencana mengadakan pengabenan massal pada awal Mei ini,
karena ada Covid-19 akhirnya batal, padahal alat-alat pengabenan sudah dikirim
ke Besowo tanpa dipungut biaya sepeser pun,’’ papar Ida Pandita seraya
mengatakan jika Covid-19 sudah mulai tenang, pengabenan bisa dilaksanakan Juli
atau Agustus dengan melibatkan 8 sulinggih.
Sebagai back-up kegiatan pengabenan massal ini, pada waktu Mahasabha
MGPPSR Pusat di Cekomaria tanpa diduga bertemu dengan Arya Weda Karna. ‘’Kita
mohon beliaunya memback up kegiatan saya di sana dalam rangka upacara ngaben massal
dan beliau menyarankan menyurati ke yayasannya,’’ ujar Ida Pandita yang juga
merencanakan pada 1 Oktober mengadakan upacara tegak karya, karena belum pernah ada karya besar sebelumnya, seraya
mengingatkan jangan terlena di Bali, karena
umat kita masih banyak di seberang.
Pura Kerta Agung berada di atas lahan 10 are, sudah dibangun
padma, apit lawang dengan gelung kuri yang dibawakan dari Bali. Saat
ini, jika ada acara melasti se-Kabupaten
Kediri pusat ngumpulnya di Pura tersebut. Di sana juga banyak warga yang pintar
membuat banten setelah belajar di Griya Giri Kusuma. Pinandita juga sudah mulai
banyak, begitu juga sulinggih. (gs)
Pura Agung Jagatnatha Buleleng saat melakukan upacara melasti pada Selasa (25/3). (Foto: Hms Buleleng)
Buleleng, baliilu.com – Menjelang perayaan Hari Raya Nyepi di Bali pada umumnya, Buleleng pada khususnya, masyarakat beragama Hindu biasanya menggelar berbagai rangkaian upacara. Salah satunya upacara melasti.
Upacara melasti biasanya dilakukan sebelum perayaaan Hari Raya Nyepi yang bertujuan untuk wujud kebersamaan dan ketulusan umat dalam menyucikan diri sebelum memasuki Catur Brata Penyepian.
Ritual ini pun terbilang cukup mengundang banyak masyarakat yang mengikutinya dengan berjalan kaki dari lokasi upacara sampai dengan pantai di tempat daerah itu sendiri.
Pada Nyepi Tahun Caka 1947, Pura Agung Jagatnatha Buleleng saat ini melakukan upacara melasti yang dihadiri langsung Bupati Buleleng, I Nyoman Sutjidra bersama Wakil Bupati Buleleng, Gede Supriatna yang didampingi OPD lingkup Pemkab Buleleng, tokoh masyarakat dan pengempon Pura Agung Jagatnatha Buleleng, pada Selasa (25/3).
Pelaksanaan dari melasti kali ini dimulai dari mendak Ida Bhatara di Catus Pata tepatnya depan Pura Agung Jagatnatha, selanjutnya dilakukan mekalayas di jeroan, kemudian diiring ke Segara Buleleng.
Sesampai di Pura Segara, prosesi dilanjutkan dengan mengusung Ida Bhatara turun ke laut untuk menyentuh air laut yang biasa dikatakan Mekekobok sebagai simbol penyucian, kemudian dilanjutkan dengan rangkaian pecaruan serta persembahyangan bersama, dan kembali lagi ke Pura Agung Jagatnatha untuk dilanjutkan mesineb ke tempat pesucian.
Adapun rute yang dilaluinya, dari Pura Agung Jagatnatha Buleleng Jln. Pramuka lanjut Jln. Ponegoro, Jln. Erlangga sampai di Eks pelabuhan Buleleng. (gs/bi)
HADIRI UPAKARA: Wakil Walikota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa saat menghadiri Upakara Melaspas dan Pasupati Pratima, Pacanangan dan Sri Sedana di Pura Dalem Sudha, Desa Adat Sidakarya, bertepatan dengan Rahina Soma Kliwon, Wuku Wariga, Senin (23/3). (Foto: Hms Dps)
Denpasar, baliilu.com – Wakil Walikota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa menghadiri Upakara Melaspas dan Pasupati Pratima, Pacanangan dan Sri Sedana di Pura Dalem Sudha, Desa Adat Sidakarya, bertepatan dengan Rahina Soma Kliwon, Wuku Wariga, Senin (24/3). Upakara tersebut dilaksanakan setelah proses perbaikan serta renovasi tuntas dilaksanakan.
Hadir dalam kesempatan tersebut, Ketua Komisi III DPRD Kota Denpasar, I Wayan Suadi Putra, Kabag Kesra Setda Kota Denpasar, Ida Bagus Alit Surya Antara, Plt. Camat Denpasar Selatan, Komang Pendawati, serta krama Desa Adat Sidakarya. Dalam kesempatan tersebut, Wawali Arya Wibawa turut mengikuti proses silih asih serangkaian upakara tersebut.
Bendesa Adat Sidakarya, I Ketut Suka saat diwawancarai menjelaskan bahwa Upakara Melaspas dan PasupatiPratima, Pacanangan dan Sri Sedana di Pura Dalem Sudha, Desa Adat Sidakarya ini dilaksanakan setelah proses perbaikan tuntas dikerjakan. Dimana, upakara melaspas dan pasupati ini dilaksanakan guna melengkapi rangkaian proses agar Ida Bhatara kembali berstana di Pratima dan Pacanangan tersebut.
Dikatakannya, upakara ini merupakan wujud sradha dan bhakti krama Desa Adat Sidakarya kepada Ida Bhatara Sesuhunan. Hal ini tentunya diharapkan dapat memberikan anugerah kesejahteraan, kesehatan serta kemakmuran bagi seluruh krama desa.
“Semoga melalui upacara ini krama Desa Adat Sidakarya selalu dalam lindungan Tuhan, dan diberikan anugerah kemakmuran serta kerahayuan,” ujarnya.
Wakil Walikota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa dalam kesempatan tersebut mengatakan, Upakara Melaspas dan Pasupati Pratima, Pacanangan dan Sri Sedana di Pura Dalem Sudha, Desa Adat Sidakarya ini merupakan momentum bagi seluruh masyarakat untuk selalu eling dan meningkatkan srada bhakti kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa. Sehingga menjadi sebuah momentum untuk menjaga keharmonisan antara parahyangan, palemahan, dan pawongan sebagai impelementasi dari Tri Hita Karana.
“Dengan pelaksanaan upakara ini mari kita tingkatkan rasa sradha bhakti kita sebagai upaya menjaga harmonisasi antara parahyangan, pawongan, dan palemahan sebagai impelementasi Tri Hita Karana,” ujar Arya Wibawa. (eka/bi)
HADIRI UPACARA: Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan, saat menghadiri Upacara Pitra Yadnya Pengabenan lan Memukur Kolektif Kusa Pernawa yang berlangsung di Desa Adat Manistutu, Kecamatan Melaya, pada Rabu (19/3/2025). (Foto: Hms Jembrana)
Jembrana, baliilu.com – Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan, turut serta menghadiri Upacara Pitra Yadnya Pengabenan lan Memukur Kolektif Kusa Pernawa yang berlangsung di Desa Adat Manistutu, Kecamatan Melaya, pada Rabu (19/3/2025). Upacara yang penuh makna ini juga meliputi kegiatan Atma Wedana Nyekah Massal, diikuti oleh 55 sawa yang melaksanakan mukur dan mungkah, sedangkan untuk ngelungah diikuti 59 peserta.
Dalam kesempatan tersebut, Bendesa Desa Adat Manistutu I Wayan Reden menyampaikan rasa terima kasih kepada pemerintah daerah, khususnya kepada Bupati Jembrana, atas dukungan yang telah diberikan. “Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan, sehingga upacara ini bisa berjalan dengan lancar. Semua ini juga berkat dukungan dari Bapak Bupati Jembrana,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Kembang Hartawan memberikan apresiasi tinggi kepada krama Desa Adat Manistutu atas semangat persatuan yang mereka tunjukkan dalam melaksanakan upacara tersebut. “Saya menghargai semangat kebersamaan yang ditunjukkan oleh krama desa dalam melaksanakan Upacara Pitra Yadnya ini. Semoga prosesi ini terlaksana dengan ikhlas yang tulus,” katanya.
Lebih lanjut, Bupati Kembang berharap agar semua keluarga yang terlibat dalam upacara ini dapat melaksanakan rangkaian acara dengan penuh rasa tanggung jawab sebagai wujud bhakti kepada leluhur. “Saya berharap rangkaian upacara ini dapat berjalan dengan lancar, serta memberikan manfaat bagi kita semua, sesuai dengan harapan bersama,” tambah. (gs/bi)