Denpasar, baliilu.com – Komisi II dan III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali pada Kamis, 23 Januari 2025 menggelar rapat kolaborasi multisektor dalam rangka mengatasi tantangan dan peluang pariwisata Bali yang berlangsung di ruang rapat gabungan lantai III Gedung DPRD Provinsi Bali.
Rapat kolaborasi tersebut dipimpin Ketua Komisi II DPRD Bali Agung Bagus Pratiksa Linggih didampingi Ketua Komisi III Nyoman Suyasa dan anggota komisi di antaranya I Nyoman Laka, Anak Agung Istri Paramita Dewi dan Grace Anastasia Surya Widjaja. Turut hadir Sekwan DPRD Bali I Gusti Ngurah Wiryanata. Dari para stakeholder hadir perwakilan dari Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Dinas Perhubungan Provinsi Bali, PT. Angkasa Pura, Imigrasi, dan Bea Cukai.
Ketua Komisi II DPRD Bali Agung Bagus Pratiksa Linggih usai mendengarkan pemaparan dari para stakeholder terkait tantangan dan peluang pariwsata Bali mengatakan bahwa permasalahan masih terjadi di Bandara Ngurah Rai seperti pada saat high season hari Natal dan Tahun Baru 2025, dimana wisatawan asing yang datang ke Bali harus menghabiskan waktu 2 jam menunggu bagasi baru bisa keluar Bandara. Memang laporan yang diterimanya tidak hanya kesalahan satu pihak. Tetapi ini merupakan ketidakefisienan dari beberapa pihak baik dari maskapai maupun pihak Bandara dan Bea Cukai.
Saat itu, Pratiksa Linggih meminta kejelasan dari pihak Bandara, maskapai dan juga dari Bea Cukai. Menurut penjelasan dari Dirjen Bea Cukai saat itu bahwa pesawat A380 Emirates memang membawa banyak bagasi, sedangkan ruangan di pengecekan itu sempit. Mungkin mesin yang terbatas dan juga personil yang juga terbatas saat itu.
‘’Jadi ini membuat pertanyaan buat saya terus terang. Target kita, bagaimana caranya wisatawan itu dari landing sampai ke luar Bandara itu setengah jam. Karena menurut saya, Singapura enggak kalah strict sama kita, tapi mereka bisa mencapai hal ini,’’ ujar Linggih.
Oleh karena itu, untuk mencapai target setengah jam ini berapa mesin yang diperlukan dan juga berapa personil yang dibutuhkan. ‘’Dan berapa detik per bagasi yang harus dihabiskan, nah ini yang harus menjadi catatan,‘‘ ucapnya.
Linggih juga mempertanyakan terkait pemberlakuan double checking berapa peningkatan penerimaan pajak dan berapa yang membawa narkoba dan lain-lain yang sudah dihindari dari Bea Cukai dan apakah nilai itu signifikan untuk mengorbankan 7 juta penumpang.
‘’Kalau memang tidak signifikan harus dievaluasi. Kalau ternyata signifikan saya mohon dari Bea Cukai untuk bisa mengajukan alat baru ataupun berkoordinasi dengan Angkasa Pura berkaitan dengan penyediaan ruangan baru, sehingga target setengah jam itu bisa tercapai,’’ tegasnya.

Ketua Komisi II DPRD Bali Agung Bagus Pratiksa Linggih. (Foto: gs)
Politisi Golkar dari dapil Buleleng ini lanjut menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin wisatawan terutama dari Amerika maupun dari negara-negara lain yang cukup jauh yang sudah belasan jam berkorban untuk datang ke Bali disuruh nunggu lagi 2 jam. Terkadang di maskapai tidak ada makanan, terus disuruh nunggu lagi 2 jam tidak ada minum. Kalau misalnya ini harusnya at least mungkin disiapin air mancur yang biasa di Bandara. Paling tidak wisatawan yang nunggu bagasi 2 jam itu bisa minumlah. Belum lagi ditemukan ada beberapa masalah di Bea Cukai otomatis wisatawan itu pasti akan tidak nyaman untuk datang ke Bali.
’’Kita bukan hanya ngomong dalam negeri, pesaing kita Thailand sekarang Vietnam, Philippines dan lain lain. Tidak selamanya (Bali) akan menjadi nomor satu di ASEAN. Jadi saya harap kerja sama antara pihak Bandara, Dinas Pariwisata, Perhubungan ini benar-benar terjalin dengan baik. Karena kalaupun keluar dari Bandara setengah jam tapi keluar dari loket parkirnya bisa 1 jam ini bahaya juga. Percuma investasi alat, personil dan sebagainya tapi kalau jalur keluar dari Bandara itu sendiri macet ujung-ujungnya juga 2 jam juga keluar dari Bandara,’’ ujarnya.
Ia juga mengungkapkan Bandara Ngurah Rai yang hanya punya satu runway. Bisa dibayangkan kalau satu runway ini bermasalah dan lama untuk menyelesaikan masalahnya, berapa potensi pendapatan Bali yang kita harus korbankan. Itu yang harus menjadi pertanyaan kita bersama dan mencari solusinya.
’’Terus terang saya cukup pesimis untuk pariwisata 5 tahun ke depan apabila masyarakat ataupun pemerintah itu tidak bersama-sama untuk menyelesaikan masalah ini. Kalau kita tidak bisa menyelesaikan masalah hari ini, tentu kita tidak akan bisa menyelesaikan masalah besok. Kenapa? Karena masalah besok itu pasti akumulasi dari masalah hari ini. Apalagi kita selalu ngomong oh wisatawan Bali meningkat setiap tahun, justru itu menjadi alarm buat kita. Karena masalah yang sekarang ini belum terselesaikan, apalagi wisatawannya meningkat,’’ tegasnya.
Bagaimana dengan rencana pembangunan bandara di Bali Utara, Pratiksa Linggih menyebutkan membangun bandara baru itu perlu perencanaan. Pembangunan paling cepat 3 sampai 5 tahun. Sedangkan masalah pembangunan subway, berapa tahun lagi jadi. ’’Kalau kita ngomong 3 tahun 4 tahun lagi, masalahnya sudah menumpuk 2-3 tahun, 4 tahun lagi. Solusi jangka pendek jangka menengahnya apa. Jangan hanya kita jual mimpi aja ke masyarakat,’’ katanya.
Linggih menyebutkan solusi jangka pendek mengatasi kemacetan seperti perubahan rute, pengalihan arus lalu lintas, tapi itu hanya sementara. Tapi ini perlu adanya kerja sama multisektor, seperti mengembangkan kawasan pariwisata baru, bukan satu wilayah yang akan menimbulkan macet seperti Canggu. Kemudian mendorong transportasi publik. Pemerintah menyediakan sarana prasarana umum, pejabat yang mencoba itu harus mencoba sebagai rakyat. Kalau perlu dishub menyediakan sarana transportasi umum misalnya, seminggu minimal satu hari semua PNS atau dishub itu naik angkutan umum untuk ke kantor, jadi tahu dimana kurangnya. Setiap minggu ada laporan dan evaluasi. (gs/bi)