Denpasar,
baliilu.com – Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan kebudayaan Bali yang
unik dan mempunyai nilai yang tinggi dan luhur yang diwariskan oleh leluhur dan
dilaksanakan setiap generasi masyarakat Bali secara turun-temurun, perlu
dikuatkan dan dimajukan sesuai
dengan visi pembangunan daerah Nangun
Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali
Era Baru untuk mewujudkan kehidupan krama Bali yang sejahtera dan bahagia
secara niskala dan sakala.
‘’Perda No. 4 tahun 2020 tentang penguatan dan pemajuan
kebudayaan Bali merupakan antisipasi terhadap dinamika perubahan masyarakat yang bersifat
lokal, nasional, dan global yang berdampak pada keberadaan kebudayaan Bali dan
pengembangannya, sekaligus memperkokoh
kebudayaan nasional dan mengembalikan Bali sebagai pusat peradaban dunia atau Bali
Padma Bhuwana,’’ ujar Gubernur Koster saat konferensi pers sosialisasi Perda Provinsi
Bali Nomor 4 Tahun 2020 di Museum Bali, Kamis (16/7-2020).
Hadir pada acara tersebut Kadis Kebudayaan Provinsi Bali Dr.
I Wayan ‘Kun Adnyana, S.Sn dan Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. I Gede Arya
Sugiartha, S SKar, M.Hum.
Gubernur Koster menyatakan Perda Penguatan dan
Pemajuan Kebudayaan Bali ini merupakan wujud komitmen yang kuat dan konsisten Pemerintah
Provinsi Bali dalam mengarusutamakan
kebudayaan Bali melalui peningkatan
pelindungan, pembinaan, pengembangan, dan pemanfaatan objek-objek pemajuan
kebudayaan Bali, untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali
beserta isinya dalam mewujudkan kehidupan krama
dan gumi Bali yang sejahtera dan bahagia sakala-nisakala sesuai dengan prinsip
Trisakti Bung Karno, berdaulat secara politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Gubernur asal Desa Sembiran Buleleng ini menandaskan
bahwa kita sebagai generasi penerus berkewajihan bertanggung jawab untuk
menjaga, memelihara dan memajukannya agar mengikuti perkembangan yang ada saat
ini. Agar dia tetap menjadi satu fundamental kehidupan masyarakat. ‘’Ini yang
diperkokoh sekarang agar Bali bentul-betul menjadi pusat peradaban dunia,’’
tegas Ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini.
Dikatakan, pariwisata kalau tak ada budaya maka
pariwisata tak akan ada. Orang berwisata ke Bali karena tertartik dengan
kekayaan dan keunikan Bali dengan adat istiadat dan tradisi. Jadi kalau
pariwisata di Bali tidak peduli dengan budaya itu dosa. ‘’Saya akan bertemu
dengan pelaku pariwisata ini karena terlalu lama melakukan eksploitasi dan
melupakan budaya, melalaikan budaya kita. Jadi oleh karena itu jangan pernah
lalai urusan budaya. Kalau mau maju sejahtera di Bali urusi dulu budaya dengan
keseluruhan isinya, ‘’ tegas Gubernur Koster.
Mantan anggota DPR RI tiga periode ini kembali menegaskan,
pariwisata itu ekornya, nomor satu budaya dulu. Kalau budaya tak ada di Bali,
pariwisata di Bali akan sama saja dengan daerah lainnya.
Satu saja yang membuat Bali tidak pernah kalah dengan
yang lain karena keunikan budaya dan tradisinya. Kekayaannya itu yang tidak
dimiliki daerah lain di Indonesaia. Kalau alam, laut, gunung banyak lebih indah
dari Bali, tetapi isinya tidak ada ngalahin Bali. ‘’Bali tidak akan pernah tersaingi
karena ada sesuatu di sini yang di tempat lain tidak ada,’’ ungkapnya.
Gubernur menyebutkan Perda ini berisi 20 Bab
dan 81 Pasal yang merupakan upaya
Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan
dilaksanakan berdasarkan asas
yang dijiwai oleh filosofi Tri
Hita Karana yang bersumber dari
kearifan lokal Sad Kerthi, meliputi asas spiritualitas, kearifan lokal, kemanusiaan,
gotong -royong, dan asas kesejahteraan
yang diselenggarakan dalam satu
kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola berdasarkan
kesucian, kebenaran, kebaikan, dan keindahan.
Pengaturan ini bertujuan untuk menjadi panduan dalam: 1)
menguatkan jati diri krama Bali; 2)
melindungi nilai-nilai kebudayaan;
3) mengembangkan kebudayaan untuk
meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Bali terhadap peradaban
dunia; 4) membina kebudayaan dalam kehidupan individu,
masyarakat, dan lembaga; 5) meningkatkan kesejahteraan dan keharmonisan tata kehidupan krama
Bali niskala dan sakala;
dan 6)
meningkatkan apresiasi budaya dan penghargaan kepada pelaku penguatan
dan pemajuan kebudayaan.
Dalam mewujudkan tujuan yang ingin dicapai, maka ruang
lingkup dari peraturan daerah ini secara komprehensif mengatur 15 aspek,
tentang: 1) objek penguatan dan pemajuan kebudayaan; 2)
penguatan dan pemajuan; 3) tugas dan wewenang;
4) majelis kebudayaan Bali; 5)
ekosistem kebudayaan; 6) apresiasi budaya; 7)
Pesta Kesenian Bali; 8) Jantra Tradisi Bali; 9)
Festival Seni Bali Jani; 10)
Perayaan Kebudayaan Dunia;
11) penghargaan; 12)
peran aktif masyarakat; 13) sarana dan prasarana; 14) pendanaan; dan 15)
sanksi.
Adapun 19 objek Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan
meliputi: 1) kearifan lokal; 2)
ritus; 3) benda sakral;
4) pengetahuan tradisional; 5)
teknologi tradisional; 6)
pengobatan tradisional; 7) tradisi lisan;
8) manuskrip; 9) situs; 10) adat istiadat; 11)
seni; 12) arsitektur tradisional; 13)
bahasa dan aksara; 14) permainan
rakyat; 15) olahraga tradisonal; 16) kerajinan; 17) desain; 18) busana; dan 19) boga.
Objek Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan
tersebut bersumber dari warisan
budaya asli Bali, budaya serapan,
dan/atau hasil kreasi baru masyarakat Bali.
Hal baru yang diatur dalam Perda ini adalah: Ceraken Kebudayaan Bali sebagai sistem
pengelolaan data kebudayaan terpadu berbasis teknologi digital; Jantra Tradisi Bali sebagai kegiatan apresiasi budaya tradisi untuk penguatan dan pemajuan kearifan
lokal, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, pengobatan tradisional, permainan rakyat dan olah raga
tradisional; Festival Seni Bali
Jani merupakan wahana pengembangan kesenian modern, kesenian kontemporer,
dan kesenian yang bersifat inovatif; dan Perayaan Kebudayaan Dunia sebagai upaya diplomasi budaya dalam forum
internasional/dunia untuk mengembalikan Bali sebagai pusat peradaban dunia
/ Padma Bhuwana.
Pesta Kesenian Bali,
Jantra Tradisi Bali, Festival
Seni Bali Jani, dan Perayaan Kebudayaan Dunia diselenggarakan setiap tahun.
Hal baru yang juga diatur dalam Perda ini adalah
dibentuknya Majelis Kebudayaan Bali (MKB) yang memiliki tugas: memberikan saran
dan pertimbangan kepada pemerintah dalam rangka penguatan dan pemajuan
kebudayaan; membantu dinas dalam melakukan pendataan, standarisasi dan
sertifikasi lembaga dan sumber daya manusia bidang kebudayaan; turut serta melakukan penguatan dan pemajuan
kebudayaan secara aktif dan berkelanjutan; turut serta melakukan pengawasan
terhadap program aksi penguatan dan pemajuan kebudayaan bersama pemerintah daerah;
dan turut serta melakukan program aksi penguatan dan pelindungan
terhadap benda sakral bersama majelis desa adat, Parisada Hindu Dharma
Indonesia, lembaga pendidikan tinggi
bidang kebudayaan, serta pemerintah daerah.
Gubernur Koster mengatakan Pemerintah Provinsi Bali bersama seluruh komponen masyarakat
melakukan pengarusutamaan kebudayaan dalam berbagai aspek kehidupan: pertama, menjadikan kebudayaan sebagai sumber nilai-nilai
pengembangan karakter, etika, moral, dan tata krama serta sopan santun
dalam tata kehidupan masyarakat; kedua,
kebudayaan sebagai suatu produk karya seni; dan ketiga, kebudayaan sebagai basis pengembangan
perekonomian dan sumber kesejahteraan masyarakat.
Gubernur Koster kembali menyatakan alasannya menerbitkan
Perda No. 4 tahun 2020 ini karena jauh sebelum
menjadi Gubernur karena sudah terlalu sering melihat terjadi
penyalahgunaan, penodaan, pelecehan, perusakan budaya. Ada turis berkunjung
duduk di padma, ada yang telanjang di tempat suci pancuran. Ada juga pencurian
pratima, penodaan pelecehan simbol-simbol keagamaan sudah dari dulu muncul.
‘’Berpuluh-puluh tahun dibiarkan, sekarang saya keluarkan
Perda ini. Maka di Perda ini kalau bukan tujuan mebakti tidak boleh masuk ke
area pura,’’ pungkasnya.
Di akhir acara, Gubernur Koster melakukan penandatanganan prasasti, dilanjutkan dengan melihat-lihat koleksi Museum Bali di Gedung Karangasem yang didampingi Kadis Kebudayaan. (*/gs)